JAKARTA (Arrahmah.com) – Keputusan Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dinilai sangat memprihatinkan. Jokowi dianggap sebagai Presiden RI yang paling cepat menaikkan harga BBM setelah dilantik. Hal ini disampaikan Serikat Pengacara Rakyat (SPR), Habiburokhman, dalam siaran persnya sebagaimana diwartakan hukumonline, Selasa (18/11/2014).
“Kami akan segera mendaftarkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan mekanisme Class Action (Perwakilan Kelompok) kepada Presiden Jokowi atas tindakannya menaikkan harga BBM di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujarnya.
Menurut Habiburokhman, pendaftaran akan dilakukan pada Senin 24 November 2014 atau tepat 1 minggu setelah kenaikan harga BBM guna memastikan timbulnya efek domino negatif yaitu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat yang timbul akibat kebijakan tersebut. “Hal ini penting agar gugatan tidak dikategorikan preAmatur,” tambahnya.
Dia menjelaskan, gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, di mana satu orang atau lebih mengajukan gugatan untuk diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
Dalam kasus ini, kata Habiburokhman, yang menjadi anggota kelompok adalah seluruh warga negara Indonesia yang sama-sama menjadi korban kenaikan harga BBM. Sementara yang menjadi wakil kelompok sudah ada dua orang, yakni Suparto Warga Tangerang dan Abu Bakar warga Jakarta Pusat.
Menurut Habiburokhman, ada tiga alasan hukum pengajuan gugatan ini. Pertama, Kenaikan harga BBM dipastikan akan menimbulkan efek domino yaitu memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok rakyat lainnya. “Jika harga bbm naik, ongkos angkutan akan langsung naik. Pengeluaran buruh, mahasiswa, pelajar yang naik kendaraan umum setiap hari pasti naik,” katanya.
Kedua,Pemerintah Jokowi yang baru beberapa hari berkuasa belum serius melakukan langkah-langkah lain untuk mengatasi permasalahan defisit anggaran yang diklaim timbul akibat besarnya subsidi BBM.
“Pemerintah Jokowi telah memecahkan rekor sebagai pemerintah tercepat yang menaikkan harga BBM setelah dilantik. Kebijakan menaikkan harga BBM, sekaligus merupakan bukti konkrit jika pemerintah hanya mau enaknya sendiri menggunakan cara instan dengan mengabaikan potensi yang dimiliki,” tuturnya.
Habiburokhman melanjutkan, sebenarnya banyak sekali langkah yang dapat diambil oleh pemerintah sebelum memutuskan menaikkan harga BBM, antara lain harus bekerja maksimal meminimalisir penyelewengan dalam produksi dan distribusi BBM, pemerintah dapat menerapkan road tax dan tarif parkir yang tinggi kepada pemilik kendaraan pribadi yang mewah, pemerintah juga bisa mencari solusi energi alternatif selain minyak fosil dan lain-lain.
Ketiga, Pengalihan subsidi BBM pada program-program bantuan sosial justru rawan penyelewengan baik secara konsep maupun secara faktual. Menurut Habiburokhman, pemerintah Jokowi mendaur ulang argumentasi yang sama dengan pemerintahan sebelumnya untuk menaikkan harga BBM. “Yakni bahwa subsidi BBM terlalu membebani APBN lalu meyakinkan publik akan mengalihkan alokasi subsidi BBM ke sektor pembangunan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain,” urainya.
Dia menilai ada kesan mengaburkan permasalahan dengan memberikan program bantuan kepada rakyat berupa hal-hal yang memang seharusnya diberikan kepada rakyat seperti pendidikan murah dan pelayanan kesehatan gratis tanpa terkait subsidi BBM. Pendidikan murah, pelayanan kesehatan gratis adalah hak rakyat yang dijamin oleh UU dan bahkan konstitusi.
“Pengalaman membuktikan, program-program bantuan yang diklaim sebagai bentuk pengalihan subsisdi BBM tidak banyak berpengaruh meringankan beban rakyat yang timbul akibat kenaikan harga BBM,” katanya.
Dengan ketiga alasan tersebut, sambung Habiburokhman, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM dapat dikategorikan melanggar hak konstitusi rakyat yang tercantum pada Pasal 28 H UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
“Tuntutan dalam gugatan ini adalah agar Majelis Hakim memutuskan Presiden Jokowi telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) dan menghukum Presiden Jokowi untuk membatalkan kenaikan harga BBM tersebut,” katanya.
(azm/arrahmah.com)