JAKARTA (Arrahmah.com) – Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 15 perusahaan yang terlibat kasus pembakaran hutan dan lahan pada tahun 2015, menuai kritik dari aktifis. Salah satu kritik tersebut disampaikan oleh Rozaq Asyhari, aktifis hukum dari Pusat Advokasi Hukum dan HAM (PAHAM) Indonesia (27/7). Menurut Rozaq, terbitnya SP3 tersebut merupakan bukti bahwa hukum masih berpihak pada yang berduit.
“Beberapa hari kemarin Presiden menyampaikan jangan sampai penegakan hukum hanya berpihak pada yang berduit saja. Sepertinya penerbitan SP3 ini adalah salah satu contoh kongkrit apa yang disampaikan oleh Presiden tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut Rozaq meminta Presiden untuk turun tangan dalam persoalan ini. “Bila Presiden memang konsisten dengan yang disampaikan, seharunya bisa memberikan arahan langsung. Untuk persoalan korupsi Presiden bisa mengumpulkan Kajati dan Kapolda yang diminta tidak sembarang mempidanakan Gubernur. Seharusnya Presiden juga bisa memberikan arahan langsung pada persoalan ini, agar para penegak hukum tidak sembarangan menerbitkan SP3.”, papar Sekjend PAHAM Indonesia tersebut.
“Sebenarnya penegak hukum bisa menggunakan konsep strict liability (tanggung jawab mutlak) yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Melalui prinsip tersebut, adanya pembakaran lahan merupakan modal yang cukup untuk membawa mereka ke meja hijau. Pada proses peradilan, 15 perusahaan tersebutlah yang seharusnya membuktikan bahwa dirinya memang tidak bersalah. Untuk proses selanjutnya biarlah hakim yang menetukan terbukti atau tidaknya mens rea (adanya kesalahan) pada perkara tersebut.” Terang kandidat Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia tersebut.
Rozaq kembali mengingatkan dampak buruk yang timbul akibat kebakaran hutan, sehingga penegak hukum harus berusaha optimal dalam menangani perkara tersebut. “Tentu kita semua masih ingat, dampak kebakaran hutan ini telah menyengsarakan rakyat. Ratusan ribu orang harus menghisap asap beracun, ribuan diantaranya terkena ISPA, ribuan sekolah diliburkan, ratusan penerbangan dibatalkan. Bahkan, dampaknya tidak hanya di Indonesia, namun telah sampai ke Malaysia, Singapura hingga Thailand. Oleh karenanya, aparat tidak seharusnya dengan mudah menerbitkan SP3, apalagi untuk 15 perusahaan sekaligus” tukasnya.
Diketahui bersama Kepolisian Daerah (Polda) Riau mengeluarkan Surat Penghentian Penyelidikan (SP3) atas 11 perusahaan yang diduga pelaku pembakaran hutan. Hal itu memicu protes keras dari warga. Unjuk rasa mengecam dikeluarkannya SP3 terjadi di depan Mapolda Riau, Senin (25/07). Massa gabungan berbagai organisasi mendesak pencopotan Kapolda Riau.
“Polda Riau sudah gagal paham terkait instruksi Presiden soal memaksimalkan penegakkan hukum guna mencegah karlahut di Provinsi Riau,” kata Koordinator Aksi, Fandi Rahman.
“Keluarnya SP3 jelas mencederai rakyat karena itu kami melakukan perlawanan,” ujarnya.
(azmuttaqin/*/arrahmah.com)