Oleh : KH Ahmad Syahrin Thoriq
(Arrahmah.id) –
- Fir’aun adalah raja durjana yang dikenal dengan kedzaliman, kecongkakan dan kejahatannya. Bahkan ia kemudian menjadi simbol dari gambaran puncak kesombongan dan kedurhakaan anak manusia. Mengapa demikian ?
Karena sosok Fir’aun ini bukan hanya melakukan kedurhakaan dengan tidak mau tunduk menghamba kepada Tuhan, atau di level tidak mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta yang harus disembahnya, tapi bahkan kemudian dia berani mengaku menjadi Tuhan itu sendiri.
- Tentu timbul tanda tanya di benak kita, kenapa Fir’aun bisa sekurang ajar itu. Jika alasannya kekayaan, tentu banyak raja lain yang jauh lebih kaya dari dia. Kalau sebabnya luas dan kuatnya kerajaan, sudah pasti banyak penguasa yang kerajaan dan bala tentaranya lebih kuat dari Fir’aun.
Ternyata sebabnya sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama adalah karena Fir’aun ini memiliki sesuatu yang tidak lazim dimiliki oleh penguasa lainnya apalagi orang biasa. Yakni ia diberi karunia oleh Allah ta’ala tepatnya diberi istidraj thulul ‘afiyah (hidup sekian lama tanpa pernah merasakan kondisi sakit)
- Fir’aun hidup selama kurun waktu sekitar 400 tahun. Keterangan ini banyak disebutkan dalam berbagai kitab tafsir dan lainnnya.
وملك فرعون أربعمائة سنة وستة وأربعين سنة
“Fir’aun hidup selama 446 tahun.”[1]
إن فرعون ملكهم أربعمائة سنة
“Sesungguhnya Fir’aun menjadi raja mereka selama 400 tahun.”[2]
- Fir’aun selama masa kehidupannya yang begitu panjang itu selalu segar bugar tanpa pernah sakit meski sekedar pening atau masuk angin. Fisiknya selalu fit dan tidak pernah tertimpa keletihan yang berarti.
Andai semalam saja Fir’aun pernah mengalami pusing atau panas, ia akan disibukkan untuk mengurusi dirinya sehingga tidak akan berpikir untuk mendakwakan dirinya Tuhan.
Berkata al imam Ghazali rahimahullah :
إنما قال فرعون أنا ربكم الأعلى لطول العافية لأنه لبث أربعمائة سنة لم يصدع له رأس ولم يحم له جسم ولم يضرب عليه عرق فادعى الربوبية لعنه الله ولو أخذته الشقيقة يوما لشغلته عن الفضول فضلا
“Sesungguhnya yang menyebabkan Fir’aun sampai berani mengatakan ‘Aku adalah Tuhan kalian yang maha tinggi’ hal ini disebabkan karena ia mengalami masa sehat dalam hidupnya yang begitu lama. Dia hidup 400 tahun dan tidak pernah merasakan meski sekedar kepalanya pusing, badannya meriang, dan bahkan tidak merasakan lelah.
Karena itulah dia kemudian berani mendaku sebagai Tuhan, semoga Allah melaknatnya. Seandainya saja, Fir’aun merasakan sakit sedikit meski sehari saja, niscaya itu sudah cukup membuat ia merasa tidak punya apa-apa (sehingga tidak berani mengaku menjadi Tuhan).”[3]
- Nama asli dari Fir’aun di zaman Musa ini adalah Walid bin Mus’ab bin Ma’an.[4] Jadi menurut kebanyakan ulama, Fir’aun itu bukan nama orang tapi gelar untuk raja Mesir kala itu. Berkata al imam Syaukani rahimahullah :
إنه اسم لكل ملك من ملوك العمالقة، كما يسمى من ملك الفرس: كسرى، ومن ملك الروم: قيصر، ومن ملك الحبشة النجاشي
Ini adalah nama gelar yang diberikan kepada raja dari raja-raja bangsa yang berpostur besar (wilayah Afrika). Seperti halnya raja Persia disebut Kisra, raja Romawi disebut Kaisar. dan raja Habasyah disebut Najasyi.”[5]
Sebagian ahli sejarah ada yang menyebut atau mengkaitkan Fir’aun ini dengan Ramses II karena ada beberapa ciri dan bukti dari muminya ditemukannya fosil hewan laut di tubuhnya.
- Sebagaimana Musa ‘alaihissalam menjadi nama orang yang paling banyak disebut dalam al Qur’an, yakni 136 kali, Fir’aun pun menjadi tokoh jahat yang disebut berulang kali dalam al Qur’an, yakni sebanyak 74 kali penyebutan.
-
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi Musa ‘alaihssalam sempat “protes” kepada Allah ta’ala, mengapa orang sedzalim Fir’aun bisa berkuasa sangat lama. Kan seharusnya yang pas itu segera dihabisi saja, jangan malah dibiarkan bertahta sampai hampir 400 tahun.
وقال موسى: يا رب، إن فرعون جحدك مائتي سنة، وادعى أنه أنت مائتي سنة، فكيف أمهلته؟ فأوحى الله إليه: أمهلته لخلال فيه. إني حببت إليه العدل والسخاء، وحفظت له تربيتك، وفي حديث آخر: إنه عَمَّر بلادي، وأحسن إلى عبادي
“Dan berkata Musa : ‘Ya Rabb, sesungguhnya Fir’aun itu telah menentangMu ratusan tahun dan mengaku Tuhan juga ratusan tahun. Bagaimana bisa Engkau memberikan penundaan (dari mengadzabnya) ?
Maka Allah mewahyukan kepada Musa : ‘Aku memberikan penundaan kepadanya karena ada maksud tertentu. Yakni aku menyukai keadilan dan kedermawanannya. Dan karena dia pernah menjaga dan mendidikmu.”
Dalam riwayat lain Allah menjawab : ‘Karena dia telah memakmurkan sebagian bumiKu, dan berbuat baik kepada sebagian hamba-hambaKu.”[6]
Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abbas berbunyi :
قال موسى عليه السّلام: يا رب أمهلت فرعون أربعمائة سنة وهو يقول: أنا ربكم الأعلى ويكذب بآياتك ويجحد رسلك فأوحى الله إليه أنه كان حسن الخلق سهل الحجاب فأحببت أن أكافيه
“Dan berkata Musa ’alaihissalam : ‘Ya Rabb, Engkau memberikan penundaan siksa kepada Fir’aun 400 tahun sedangkan dia telah mendaku : ‘Aku adalah Tuhan kalian yang maha tinggi.’ Dia juga telah mendustakan ayat-ayatMu, menentang Rasul-rasulMu.’
Maka Allah memberikan wahyu kepada Musa : ‘Sesungguhnya itu disebabkan dia punya akhlaq yang baik dan mudah menutupi kekurangan orang lain. karena itu aku memberikan penundaan siksa untuknya.”[7]
- Sebagian riwayat menyebutkan bahwa yang dimaksud akhlaq baiknya Fir’aun adalah selain ia mencukupi rakyatnya dan memberi kesejahteraan kepada mereka, Fir’aun juga sangat gemar menjamu dan memberi makan kepada orang lain.
Karenanya ketika Musa berdo’a kepada Allah untuk segera membinasakan Fir’aun, Allah ta’ala memberikan jawaban :
يَا مُوسَى إِنَّك تريدني أَن أهلك فِرْعَوْن فِي أقرب وَقت فِي حِين أَن مائَة مائَة ألف من عبَادي لَا يُرِيدُونَ ذَلِك لأَنهم يَأْكُلُون من نعمه يوميا وينعمون يالراحة فِي عَهده وَعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أهلكه مَا أَسْبغ على النَّاس نعْمَته
“Wahai Musa engkau menginginkan Aku membinasakan Fir’aun dalam waktu dekat, padahal sekarang ini ada 100 juta manusia tidak menginginkan hal itu. Karena mereka bisa makan dari pemberiannya setiap hari dan mereka juga menikmatinya.
Wahai yang bernaung di bawah kasih sayangKu, Aku bersumpah demi kemuliaanKu dan keagunganKu, Aku tidak akan menghancurkan seseorang yang memberi rasa kenyang kepada orang lain dengan pemberiannya.”[8]
- Musa ‘alaihissalam kemudian merubah strategi perjuangannya dalam menumbangkan Fir’aun. Maka diantara upayanya selain berdakwah dan berdo’a ia juga berjuang di bidang ekonomi agar peran Fir’aun dalam memberi makan kepada rakyatnya berkurang.
Maka ia melakukan kampanye besar itu dengan memulai dari rakyatnya sendiri yakni bani Israil.
Setelah masa perjuangan hampir 40 tahun, di mana kedermawanan Fir’aun mulai berkurang bahkan ia berubah menjadi bengis dan kejam, Allah berkenan mengqabulkan doa nabiNya Musa dan Harun ‘alaihimassalam untuk membinasakannya.[9]
- Karenanya jasanya pula yakni pernah merawat Musa ketika kecil dan juga karena sifat kedermawanannya. Allah ta’ala telah memerintahkan kepada Musa dan Harun untuk mendakwahi Fir’aun dengan cara yang lemah lembut. Maka Dia berfirman :
اذهبا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَا
”Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia bisa ingat atau takut.” (QS. Taha : 43 -44)
- Tahukah antum bagaimana kesantunan Musa ‘alaihissalam ketika mendakwahi Fir’aun ketika itu ? Yakni beliau tidak mendebat perkataan Fir’aun ketika menolaknya apalagi sampai menghujat perbuatannya.
Sebaliknya ia menyampaikan kata-kata yang lembut penuh ajakan yang semuanya sebenarnya berisi angin syurga. Tapi sayang Fir’aun yang sudah dihinggapi kesombongan sehingga tetap menolaknya.
Kala itu Musa ‘alaihissalam berkata :
لو قلت لا إله إلا الله فلك ملك لا يزول، وشبابك لا يهرم، وتعيش أربعمائة سنة في السرور والنعمة.. ثم لك الجنة في الآخرة…. فهل لك ذلك؟ فلم يقبل
“Jika engkau mau mengucapkan kalimat ‘tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah’ maka bagimu hartamu yang tidak akan pernah binasa. Usia kehidupanmu yang akan selalu muda tanpa bisa menua, engkau juga akan hidup 400 tahun senantiasa dalam kebahagiaan dan kenikmatan…
Lalu setelah di akhirat engkau pun akan masuk syurga. Bagaimana apakah engkau mau semua itu ?’ Fir’aun tetap menolaknya.”[10]
Wallahu a’lam.
[1] Tafsir Muqatil (3/336)
[2] Tafsir Mujahid hal. 522, Tafsir Thabari (2/43), Tafsir Ibnu Hatim (5/1555)
[3] Ihya Ulumuddin (4/289), Quth al Qulub (2/38)
[4] Al Bidayah ila Bulugh an Nihayah (10/6434)
[5] Fath al Qadir (1/98)
[6] Fadhail al Mish wa Akhbaruha (1/21)
[7] Syu’ab al Iman (6/250)
[8] Siyasah Namah hal. 170
[9] Ibid
[10] Lathaif Isyarat (3/684)
(ameera/arrahmah.id)