(Arrahmah.com) – Syaikh Abu Qatadah Al-Filisthini telah menyampaikan kekaguman khususnya terhadap sosok Syaikh Ayman Az-Zhawahiri. Beliau menyatakan bahwa semenjak beliau mengenal Syaikh Ayman dan berkesempatan untuk duduk bersamanya, beliau berdo’a kepada Allah agar selalu menjaga dan menyelamatkannya; karena beliau melihat di dalam dirinya terdapat kebijaksaan serta kemampuan yang matang dalam mengendalikan amal islami, khususnya pergerakan jihad.
Selain itu Syaikh Abu Qatadah juga mengagumi Syaikh Ayman karena kecerdikan akalnya, ketenangannya yang dalam, kerendahan hatinya, kemampuannya yang teruji sebagai seorang tentara, seorang komandan, seorang pembuat keputusan di lapangan dan juga seorang yang tidak mudah mengeluh. Menurut Syaikh Abu Qatadah, semua faktor tersebut merupakan unsur pendukung bagi kepimpinan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dimiliki oleh sosok penuh prestasi ini.
Syaikh Abu Qatadah juga menyampaikan ketakjubannya terhadap Syaikh Ayman karena Syaikh Ayman memiliki selera yang bagus dalam kata-kata, rasa, intonasi nada, dan sangat senang dengan syair. Berikut ini tulisan lengkap mengenai sosok Syaikh Ayman Azh-Zhawahiri di mata Syaikh Abu Qatadah Al-Filisthini yang diterjemahkan oleh tim Media Muqawamah pada Rabu (3/12/2014).
SYAIKH AYMAN AZH ZHAWAHIRI DAN BURUNG PHOENIX YANG LEGENDARIS
Sosok Syaikh Ayman Azh-Zhawahiri Di Mata Seorang Abu Qatadah Al-Filishthini
“Ketika diri terpisah dengan nafsu agar dialog tetap berjalan dengan adil. Aku telah berusaha untuk memandang dengan dua mataku, karena aku percaya bahwa dengan keduanya, aku akan menyaksikan manayang lebih utama.”
Sang pemberani itu adalah Ayman, sedangkan penggeraknya adalah iman
Yang mulia telah tampak sehingga mereka yang hina tertunduk
“Mungkin kata-kata ini tidak mampu untuk menggambarkan dia karena memang si pemilik kata tersebut yang lemah, atau mungkin juga karena sosoknya terlalu agung sehingga tidak mampu untuk digambarkan dengan kata.”
***
Hukum-hukum iman telah ditafsirkan dengan penafsiran-penafsiran setan dan bala tentaranya, maka dahulu mereka menjadikannya sebagai alat untuk memanfaatkan kaum papa, di hari lain mereka gunakan untuk memanfaatkan kaum muda, dan di hari lain mereka gunakan untuk memanfaatkan kaum pinggiran. Sebenarnya iman itu adalah hulu ledak rabbani yang digunakan untuk memerangi hati-hati yang tawadhu’, sehingga keduanya pun saling terjalin membentuk bunga kehidupan dan kemudi yang mengendarai mesin kehidupan secara efektif. Saya menganggap bahwa Doktor Ayman merupakan celupan Allah yang memancarkan celupannya itu, celupan tersebut mampu mengandaskan sihir fantasi mereka, sehingga menjadi mimpi buruk yang selalu menghantui tidur mereka. Sosok pria yang dibalut dengan kehormatan nasab yang berkelas, yang disirami dengan aroma dari parfum, beserta karakternya yang luhur dan jiwanya yang kaya, dapat memahami kebenaran dari karakter dari hulu ledak ini dan misteri dari penciptaannya.
“misteri apa yang terpendam di dalamnya, sehingga di sana terkumpul seluruh literatur, ketenangan jiwa dan kehalusan budi pekerti, dengan deru penolakan, gemuruh pertempuran, dan teriakan pejuang yang tangguh?”
Adapun mengenai kehormatan nasab beliau, kakek dari ayah Syaikh Ayman Azh Zhawahiri adalah seorang masyayikh besar Al Azhar, ayahnya sendiri adalah seorang dekan Fakultas Farmasi di Universitas Aljazair selama satu periode, sedangkan dari jalur ibu, ibunya adalah seorang keturunan dari keluarga Azzam Al-Kiram, yang mana salah seorang anggota keluarga tersebut ada yang bernama Abdurrahman Azzam, ia adalah seorang Sekretaris Jendral pertama Liga Arab. Sehingga terkejutlah para penyidik (di Mesir ketika itu – red.) ketika mendengar dari salah seorang anggota penyidik lain, bahwa salah satu penanggung jawab pada organisasi jihad yang melawan pemerintahan murtad mereka adalah seorang dokter yang tinggal di distrik Al-Ma’adi, salah satu komplek perumahan elit di Kairo.
Foto: Syaikh Ayman Az-Zawahiri di masa kanak-kanaknya. Berasal dari keluarga terhormat dan kaya raya di Kairo, Mesir.
Apakah ini masuk akal? Benar.. itu semua karena celupan keimanan (yang ada pada diri beliau – red.) “Dan siapakah yang lebih baik shibghah (celupan)-nya daripada Allah?”
Dalam situasi keislaman kita dewasa ini, terdapat dilema hikmah yang telah dipoles oleh waktu dan dibuktikan oleh banyak peristiwa. Banyak tokoh senior yang di sisa akhir hidup mereka tidak lagi bergegas memerangi musuh-musuh kita (walau hanya sekedar) dengan menulis kolom (catatan) pencerahan, karena mereka beramal dengan kaidah: “Anak-anak muda melupakan yang tua, dan orang tua saatnya kembali ke kuburan mereka”. Jikalau bukan karena kekuasaan Allah yang menjaga agama ini dan para pejuangnya, sungguh orang-orang tidak akan dapat menyaksikan satupun pendobrak keadaan yang bijaksana yang sampai sekarang masih menjadi buah bibir di kalangan mereka. Berkat penjagaan Allah lah Sayyid Quthb mau menelurkan karya-karyanya yang mengagumkan sembari menghadapi tuntutan jaksa yang dijatuhkan kepadanya dan sedikitnya waktu yang ia miliki untuk terus hidup di bawah naungan keimanan, karena orang-orang kafir keburu memenjarakan dan menggantung beliau, tetapi Allah memberkati dan mewujudkan mimpi baiknya, yaitu beliau pernah bermimpi menyaksikan madu yang bagus tengah mengalir dari dalam rumahnya menuju seluruh rumah yang ada, aliran madu tersebut membanjiri rumah-rumah itu serta jalanan yang ada. Madu ini bisa diartikan sebagai pena dan buku beliau Rahimahullah.
“Saya berdo’a kepada Allah agar menjaga dan menyelamatkan beliau (Syaikh Ayman); karena saya melihat di dalam dirinya terdapat kebijaksaan serta kemampuan yang matang untuk mengendalikan amal islami, khususnya pergerakan jihad, karena kecerdikan akalnya, ketenangannya yang dalam, kerendahan hatinya, kemampuannya yang teruji sebagai seorang tentara, seorang komandan, seorang pembuat keputusan di lapangan dan juga seorang yang tidak mudah mengeluh, semua faktor ini merupakan unsur pendukung bagi kepimpinan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dimiliki oleh sosok penuh prestasi ini.”
Foto: Syaikh Ayman Az-Zhawahiri di masa mudanya dipenjara oleh thagut Mesir karena dakwah tauhid dan gerakan jihad yang beliau pimpin di kampus.
Semenjak saya mengenal Doktor Ayman dan berkesempatan untuk duduk bersama bersama beliau, saya berdo’a kepada Allah agar selalu menjaga dan menyelamatkan beliau; karena saya melihat di dalam dirinya terdapat kebijaksaan serta kemampuan yang matang dalam mengendalikan amal islami, khususnya pergerakan jihad, karena kecerdikan akalnya, ketenangannya yang dalam, kerendahan hatinya, kemampuannya yang teruji sebagai seorang tentara, seorang komandan, seorang pembuat keputusan di lapangan dan juga seorang yang tidak mudah mengeluh, semua faktor ini merupakan unsur pendukung bagi kepimpinan yang berdasarkan kebijaksanaan yang dimiliki oleh sosok penuh prestasi ini.
Saya juga takjub dengan beliau, karena beliau memiliki selera yang bagus dalam kata-kata, rasa, intonasi nada, beliau sangat senang dengan syair, kalau tidak salah beliau juga hafal kitab Diwan Al-Hamasah karya penyair Abu Tammam Ath-Thaiy, sang pembaharu dalam dunia persyairan arab. Jarang sekali perkataan beliau tidak dihiasi dengan syair, baik itu yang tertulis maupun ucapan.
Kebijaksanaan yang ada pada lelaki penuh prestasi ini disebabkan karena:
Kecintaannya terhadap umat Islam, beliau memikirkan permasalahan yang besar sehingga beliau menolak untuk hidup secara individual yang selalu termotivasi untuk terus berlomba-lomba dengan pesaing, atau berebut kekuasaan serta tidak berminat dalam urusan Umat. Itulah sebabnya saya telah dapati dalam dirinya kelapangan dada, kelembutan sifat, akhlak yang luhur, dan kesantunan dalam tutur kata dari segala cela.
Bagi beliau, jihad merupakan tugas umat yang seluruh pernak-perniknya merupakan hal yang besar, apabila ada orang yang mengira bahwa jihad adalah amalan hisbah yang bertujuan untuk memperbaiki tatanan yang fokusnya sempit atau hanya untuk membalas dendam atas kezhaliman yang ada, maka lain lagi halnya dengan Doktor Ayman, ketika beliau berbicara tentang jihad, maka beliau akan memaksa anda untuk mengerti bahwa sesungguhnya permasalahan jihad itu adalah permasalahan umat, dalam pembicaraannya, beliau selalu menyebutkan nama Palestina, prioritas utama beliau adalah Amerika, prioritas yang beliau anggap kompleks adalah mewujudkan keadilan pada alam ini, tujuan bersama yang beliau pegang adalah membuat manusia bahagia, dan semua hal ini tidak dapat saya temukan pada diri seluruh pemimpin organisasi jihad yang ada pada hari ini, sebagaimana layaknya pada sosok Doktor Ayman.
Pernahkah anda mendengar tentang burung Phoenix yang legendaris? Menurut legenda Yunani, setiap kali burung ini disembelih ia akan hidup kambali dan justru bertambah kuat. Begitu juga dengan sosok lelaki ini, ketika pergerakan jihad di Mesir tengah dirundung dengan maraknya penangkapan yang sangat mengerikan dan menyakitkan, banyak anggota dari kelompok Doktor Ayman yang memilih untuk mundur atau berdamai dengan musuh, akan tetapi beliau tetap teguh. Jadi setiap tahapan yang beliau lalui, pasti itu lebih dahsyat dari yang sebelumnya, setiap kali lawan atau kawannya mengira bahwa beliau sudah tamat, beliau justru kembali untuk merajut asa baru, untuk menggempur dengan lebih keras dan menyerang lebih kuat, ini merupakan ciri-ciri dari kebijaksanaan dan kecerdasan yang berasal dari anugerah Ilahi yang istimewa.
“Manusia itu adalah hamba Allah, ia wajib memikirkan permasalahan besar yang diembankan oleh agama ini kepada alam semesta dan manusia, ia harus mengembannya dengan sungguh-sungguh tanpa harus memikirkan resiko yang akan ditimpakan oleh manusia kepada keluarga dan hartanya.”
Hikmah itu adalah kezuhudan dan keterlepasan dari belenggu syahwat, zuhud sendiri tidak bisa terwujud apabila seseorang tidak memiliki kemampuan dan kepemilikan (finansial – red.), dan hal itu (kepemilikan finansial) betul-betul dicampakkan oleh Doktor Ayman tidak peduli seberapa besar keindahannya, sehingga tidak akan ada yang mampu melemahkan beliau, padahal orang-orang kafir senantiasa menginginkan agar orang-orang shaleh menjadi lemah.
Menurut pandangan keimanan, manusia itu adalah hamba Allah, ia wajib memikirkan permasalahan besar yang diembankan oleh agama ini kepada alam semesta dan manusia, ia harus mengembannya dengan sungguh-sungguh tanpa harus memikirkan resiko yang akan ditimpakan oleh manusia kepada keluarga dan hartanya, dan lihatlah bagaimana Doktor Ayman mempersembahkan semua itu demi apa yang beliau imani dan beliau yakini bahwa itu merupakan kebenaran.
Sungguh Doktor Ayman sendiri mengakuinya -bukan karena unsur kenegaraan- bahwa beliau adalah hasil nyata dari karya-karya yang telah ditulis oleh Al-Ustadz As-Syahid (Insya Allah) Sayyid Qutub. Benar, sebagian besar dari apa yang beliau baca dari karya-karya Sayyid Quthub telah menaungi (pandangan) dan memuaskan (logika iman) beliau. Ia juga mendapatkan (dari karya Sayyid Quthub) kejujuran prinsip dan kekuatan kata. Sebuah sya’ir arab selalu menuntut kemampuan memahami keadaan kontekstual ketika diucapkan, maka sungguh Sayyid Quthub telah menulis ‘emosi’ jiwa untuk menjelaskan nash Qurani, tulisan-tulisannya adalah ‘perasaan’ cermin murni dari cahaya Ilahi, (hal ini) menjadikan pembaca sangat terpesona dan di waktu yang sama merasa kurang, kurang dari retorika hukum-hukum fiqih serta kekentalan ranah aqidah yang sesuai dengan pemahaman para Salaf, maka kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab serta para alim yang terpengaruh dengan mereka berdua -rahimahumullah- menjadi penyempurna dari kebutuhan itu. Maka sempurnalah ciptaan Allah dengan keindahan celupanNya pada (interaksi) karya-karya Sayyid Quthub dan kedalaman serta kemurnian fiqih dan tauhid melalui karya-karya Ulama Salafi, Doktor Ayman adalah hasil nyata yang fenomenal lagi agung serta bijak, sungguh kita semua menyaksikan beliau adalah hasil dari dua pendekatan ini.
Foto : Al-Ustadz Sayyid Qutub rahimahullah, detonator ideologi jihad di abad modern.
Tak peduli seberapa besar sebuah ideologi, ia akan tetap stagnan apabila tidak memahami pikiran sang pendiri dan menjalankannya dengan kehendak yang bijaksana. Jihad merupakan kehidupan umat, namun bagi kebanyakan orang ia tidak lebih dari sekedar pemanis bibir dalam pidato, dan mimpi dalam harapan, sedangkan kenyataan jihad yang penuh penderitaan dan bencana, serta membutuhkan kesabaran, malah mereka ingkari keberadaannya, mereka selalu memikirkan jihad itu dengan sesuatu yang indah dan enggan untuk melek dengan kondisi riil yang dihadapi umat, apabila mereka diminta untuk membuat rencana operasi, mereka merasa tidak mampu dan melemparkan tanggung jawab kepada umat atau kepada para penguasa, padahal mereka tahu bahwa mereka lebih patut untuk melaksanakan jihad dari pada orang selain mereka.
Dan Doktor Ayman senantiasa berusaha untuk menjembatani kesenjangan yang ada ini, dengan kebijaksanaannya, Doktor selalu berusaha untuk merubah jihad dari angan-angan menjadi kenyataan, jihad yang dijalani oleh para pemuda dengan gagah berani menghadapi tantangan yang di masing-masing tahapannya membawa resiko kematian dan penjara, banyak orang yang menderita akibat tantangan ini, sehingga sebagian orang berfikir bahwa pasti posisinya bertentangan dengan prinsip-prinsip pendekatan praktis; perkataan mereka ini dikarenakan sedikitnya pengalaman hidup mereka serta jauhnya mereka dari penderitaan ‘beramal jihad’ dan tidak paham ‘sirah’ tatkala mereka beranggapan bahwa ‘amal jihad praktis’ adalah ‘ranah aqidah yang baku’, dan mereka sumgguh tidak paham bahwa ‘amal praktis’ adalah pengalaman hidup yang didalamnya terangkum strategi-strategi yang mungkin saja dimundurkan sehari atau juga dipercepat sehari, disinilah dibutuhkan ikhtisar dari kebijaksanaan amaliyah, kebijaksanaan yang selalu menyingkap noda dari dua sudut:
- Musuh yang dengki, ia mengawasinya agar dapat terus mengkritisinya, ia mencela hal-hal yang sepele kemudian ia besar-besarkan demi menjatuhkan dan meruntuhkan reputasi, dan sang Hakim ini tidak peduli dengan mereka yang banyak mengawasinya, mereka menyamar di tengah-tengah lingkungan Islam sambil memainkan peran sebagai seorang yang ikhlas dan suci, yang ingin ‘memurnikan tauhid’ sebagaimana yang mereka klaim, atau menginginkan ‘kebersihan yang totalitas’ dalam melakukan amal islami. Padahal mereka tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang paling jauh dari lapangan kerja nyata, bahkan yang mampu mereka kerjakan hanya omong besar saja.
- Orang yang tidak memahami perbedaan antara ‘penerapan’ dengan ‘aqidah’. Aqidah adalah sebuah skenario yang tidak boleh ada tumpang tindih kepentingan di dalamnya, ia juga tidak boleh dimasuki dengan ‘motif-motif pendorong’ yang dapat merubah sebuah fatwa. Berbeda dengan penerapan, ia masih bisa dimasuki dengan berbagai kepentingan yang saling bertentangan, ia juga dapat menerima ‘motif-motif pendorong’, satu dengan yang lainnya bisa saja saling menggantikan posisinya, dan inilah yang disebut oleh sebagian salaf dengan, “Fatwa dapat berubah seiring dengan berubahnya waktu dan tempat.” Dan mereka-mereka yang berakal pendek dan lemah dalam memahami itu adalah penyakit dalam pergerakan jihad, apabila mereka diberikan pencerahan dengan perkataan ini, mereka akan mengira bahwa ini adalah filsafat, mereka tidak mengerti bahwa ini adalah bagian dari urgensi ushul fiqh yang sayangnya kini dianggap sebagai ‘istilah’ bukan sebagai ‘kaidah’ yang dipraktekkan nyata oleh orang-orang yang beramal nyata setelah para fuqaha’.
Foto : Syaikh Ayman Az-Zhawahiri hafidhahullahu dan Syaikh Usamah Bin Ladin rahimahullah.
Tahapan-tahapan pertumbuhan yang dilewati oleh Doktor bermula dari fase mudanya yang terpengaruh dengan tulisan-tulisan Sayyid Quthb, sampai kepada fase beliau bertemu dengan para pemuda semisal dirinya untuk merencanakan amal, kemudian melewati fase fitnah, bencana dan dialog di dalam barisan mujahid yang ada di dalam penjara pasca peristiwa pembunuhan Anwar Sadat, kemudian fase melakukan perjalanan jihad ke Afghanistan, kemudian fase fitnah di dalam organisasi yang menyebabkan banyak kasus yang terjadi, kemudian melewati tahapan pembangunan yang sulit dalam kondisi yang berat, kemudian bertemu dengan sang pembaharu yaitu Syaikh Usamah bin Ladin di Afghanistan pada masa pemerintahan Thaliban, kemudian menjalani perjuangan sampai datang masanya pertempuran melawan Amerika, semua itu merupakan peristiwa-peristiwa dan tahapan-tahapan yang sarat akan pengalaman, penuh dengan kejadian dan konsekuensi yang menjadikan Doktor menyandang pangkat Al-Hakim di tengah-tengah pergerakan jihad islam, sungguh betapa besar kebutuhan para pemuda dan sejarah akan pengalaman dan kebijaksanaan beliau.
Semoga Allah senatiasa menjaga sang Doktor dan terus menjadikannya sebagai hulu ledak milik umat yang agung ini, yaitu umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
(aliakram/arrahmah.com)