TEL AVIV (Arrahmah.com) – Kelangsungan sebuah bangsa atau negara banyak tergantung kepada generasinya. Jika generasi bangsa atau negara tersebut rusak jiwa dan mentalnya, penakut dan pengecut, maka bisa dipastikan bahwa bangsa atau negara tersebut akan hancur suatu saat.
Sebagaimana yang diakui sendiri oleh seorang sosiolog “Israel” bahwa generasi “Israel” akan kalah mentalnya dengan generasi Hamas. Dr. Zev Odit Manahem, spesialis dalam bidang ilmu sosilogi secara terus terang mengkhawatirkan hal tersebut, sebagaimana dilansir oleh Info Palestina, Selasa (27/10/2015).
Berikut tulisannya secara lengkap;
“Pukul 9.30, kira-kira 13 Agustus lalu, TV 10 “Israel” menayangkan laporan tentang kehidupan sebuah keluarga Yahudi asal Argentina di salah satu pemukiman di wilayah “sabuk” Gaza. Ketika mereka bertanya kepada seorang bocah berusia 10 tahun, apa yang secara umum kamu takutkan?
Bocah kecil itu menjawab, “saya takut orang Arab keluar dari terowongan bawah tanah dan membawa saya saat saya tidur”.
Jawaban itu membuatku sebagai analisis data di ilmu sosiologi dihadapkan pada fakta mengejutkan yang saya tidak tahu bagaimana gambaran tentang Arab tertanam di benak generasi baru “Israel”.
Selama ini generasi “Israel” kita terbiasa dengan gambaran tentang Arab sebagai bangsa yang penakut, penipu, pembuat makar dengan mamakai peci dan ikat kepala melingkar, gemuk yang selalu mengendarai keledai, maka telur rebus, sarden dan minum teh.
Gambaran Arab dalam generasi saya adalah teroris penakut, atau serdadu yang menyerah dalam perang “kemerdekaan” (penjajahan “Israel” di Palestina tahun 1948) dan perang enam hari tahun 1967.
Dalam benak generasi kami, serdadu Yahudi adalah tak tertandingi sampai PLO kami usir dari Libanon.
Namun semua gambaran itu sirna dan berubah secara mengakar, serta berubah dengan sangat berbahaya.
Anak-anak “Israel” di wilayah selatan yang usianya 10 tahunan kini menggambarkan bangsa Arab, terutama Hamas sangat menakutkan dan horor. Menggambarkan sebagai makhluk yang keluar dari tanah untuk menculik serdadu-serdadu kami. Anak-anak itu melihat Hamas di media massa membunuh serdadu “Israel” yang kami dulu pelajari di sekolah-sekolah sebagai “tak tertandingi”.
Kami tak lupa gambaran kehidupan di tempat persembunyian [bunker] dan suara sirine serta tangisan ibu-ibu yang kabur ke tempat persembunyian. Semua itu menunjukan bahwa kami lemah. Generasi mendatang kami secara tak sadar adalah anak-anak yang memiliki gambaran bahwa Hamas adalah musuh kejam tak memiliki belas kasihan dan kami kalah menghadapinya.
Anak-anak itu akan menjadi serdadu setelah 8 tahun dan saya bertanya-tanya generasi macam apa yang akan membela “Israel” sementara dia terdidik dengan ketakutan menghadapi musuh kami.
Generasi macam apa yang akan menjaga kami di masa mendatang dari aksi “pembantaian” yang dilakukan bangsa Arab di masa mendatang sementara mereka melihat komandan mereka kalah di Gaza?
Mereka generasi yang terbina oleh serangan roket Hamas di tempat persembunyian dan suara sirine bukanlah generasi milter petarung seperti bapak-bapak mereka, namun akan menjadi generasi gamang dan ketakutan melihat pasukan bertopeng Hamas yang keluar dari mulut terowongan bawah tanah.
Karena itu, “Israel” harus menggambarkan sebuah gambaran “Israel” yang pemberani. Kejiwaan generasi “Israel” saat ini harus diobati. Bisakah?”
(ameera/arrahmah.com)