JAKARTA (Arrahmah.id) – Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati menegaskan jangan sampai ada standard ganda dalam kehalalan produk di Indonesia. Dia melihat ada prinsip yang saling berbenturan dalam Perppu khususnya terkait jaminan produk halal.
“Banyak hal yang cukup rigid dalam ketentuan fatwa yang harus diperhatikan ketika proses penetapan fatwa halal suatu produk. Ketika ada penanganan yang berbeda, jangan sampai melahirkan standard ganda,” ungkapnya dalam Halaqah Mingguan Infokom MUI, Rabu (11/01/2022) malam.
Sukarnya ketentuan fatwa tersebut, menurut Muti dikarenakan tak hanya memperhatikan bahan baku produk saja, akan tetapi juga proses pembuatan, kemasan yang digunakan, hingga bentuk nama yang dipakai oleh pelaku usaha.
“Meskipun produk yang diajukan kompleks, secara umum proses yang dilakukan sama. Maka jangan sampai hanya mempertimbangkan sisi skala usaha dan standardnya menjadi diturunkan. Itu tentunya tidak kita harapkan,” jelasnya.
Dalam halaqah yang bertajuk “Fatwa Halal MUI dan Perpu Cipta Kerja” tersebut, Muti juga menyoroti tentang Surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 33 tahun 2022 yang memperluas lingkup produk yang bisa melalui proses self declare (penetapan mandiri).
Menurut dia, perluasan kehalalan produk UMK yang dapat dilakukan melalui proses self declare itu cukup beresiko. Hal ini disebabkan penetapan kehalalan produk harus dilakukan oleh pihak berpengalaman dalam bidang tersebut, misalnya Komisi Fatwa MUI, LPPOM dan yang lainnya.
Tak hanya itu, tercantumnya istilah sertifikasi halal seumur hidup dalam Undang-Undang Cipta Kerja, Muti menilai perlu jadi perhatian bersama. Karena dengan adanya aturan tersebut, maka proses perpanjangan sertifikasi halal menjadi tidak penting.
“Aturan ini meniscayakan selama pelaku usaha itu bisa menyatakan bahwa tidak ada perubahan dari bahan yang digunakan, maka secara otomatis sertifikat dapat diperpanjang dari 4 tahun itu. Perlu dicatat, dari sistem manapun sertifikasi tidak ada yang seumur hidup apapun lagi tentang sertifikasi halal,” lanjutnya.
Pada forum yang sama, Dosen Hukum Islam Universitas Indonesia, Yeni Salma Barlinti menyampaikan tujuan dari adanya Perpu Cipta Kerja adalah untuk meningkatkan ekosistem investasi kemudahan dalam melakukan usaha.
Dalam salah satu prosesnya, ujarnya, Pemerintah melakukan percepatan dalam proses sertifikasi halal yang tercantum dalam UU Jaminan Halal.
“Sebenarnya inisiasi adanya kehalalan merupakan perhatian dari MUI, tetapi sekarang negara berupaya mengambil alih. Saya pikir, ini bukan menjadi sesuatu hal yang meresahkan. Namun perlu jadi perhatian juga jaminan hak beragama umat Islam untuk mengkonsumsi produk-produk yang halal,” kata Yeni yang juga merupakan anggota Komisi Hukum dan HAM MUI itu.
Karena itu, Yeni mengingatkan jangan sampai terjadi ikut campur kepentingan dari para pengusaha terkait sertifikasi halal yang diambil alih pemerintah.
Hal ini, lanjutnya, dikarenakan selama mandat tersebut diamanahkan kepada MUI, keputusan yang dilahirkan bersifat independen. Keseluruhannya bermuara pada kemaslahatan bagi masyarakat, khususnya umat Islam.
(ameera/arrahmah.id)