MOGADISHU (Arrahmah.com) – Somalia telah mengeluarkan larangan perayaan Natal di negara mayoritas Muslim mereka setelah kesultanan Brunei mengumumkan larangan serupa awal bulan ini dengan ancaman lima tahun penjara bagi yang melanggarnya, lansir Al Jazeera pada Rabu (23/12/2015).
Syaikh Mohamed Khayrow, direktur jenderal Departemen Agama Somalia, mengatakan pada Selasa (22/12) bahwa perayaan Natal dan Tahun Baru mengancam aqidah Muslim di negara itu.
“Seharusnya tidak ada aktivitas [perayaan Natal dan Tahun Baru] sama sekali,” katanya kepada wartawan, menambahkan pasukan keamanan telah diperintahkan untuk membubarkan setiap perayaan tersebut.
“Semua kegiatan yang terkait dengan perayaan Natal dan Tahun Baru bertentangan dengan budaya Islam, yang dapat merusak iman masyarakat Muslim.”
Sheikh Nur Barud Gurhan, Dewan Agama Agung Somalia, juga memperingatkan pelarangan perayaan itu, mengatakan bahwa perayaan-perayaan semacam itu bisa memprovokasi Asy-Syabaab “untuk melakukan serangan”.
Tahun lalu, cabang Al-Qaeda Somalia itu melancarkan serangan Hari Natal di markas yang dijaga ketat Uni Afrika di ibukota Mogadishu, menewaskan tiga tentara AU.
Somalia, yang mengeluarkan larangan serupa pada tahun 2013, mengikuti kalender Islam yang tidak mengakui 1 Januari sebagai awal tahun.
Hampir tidak ada orang Kristen yang tersisa tinggal di negara ini, meskipun katedral Katolik yang dibangun Italia dan telah dibom tetap menjadi landmark kota Mogadishu.
Diplomat asing, pekerja bantuan, dan tentara yang tinggal di kompleks AU diizinkan untuk merayakannya secara pribadi.
Pelarangan Topi Santa
Demikian pula, Sultan Hassanal Bolkiah Brunei juga telah melarang perayaan Natal di tempat publik.
Pemimpin agama di kesultanan yang kaya minyak itu memperingatkan larangan Natal akan dilakukan secara ketat, di mana para pelanggar akan menghadapi hukuman hingga lima tahun penjara.
“Menggunakan simbol-simbol keagamaan seperti salib, menyalakan lilin, memasang pohon Natal, menyanyikan lagu-lagu religius, mengirimkan salam Natal itu bertentangan dengan agama Islam,” kata imam dalam khotbah-khotbah yang diterbitkan di pers lokal.
Pemerintah memperingatkan tahun lalu bahwa umat Islam akan dianggap melakukan pelanggaran jika mereka memakai “topi atau pakaian yang mirip Santa Claus”.
Penganut Kristen mewakili hanya sekitar sembilan persen dari 430.000 penduduk Brunei.
Para pelaku bisnis telah diperingatkan untuk tidak menggunakan dekorasi yang bertentangan dengan Islam dan pihak berwenang telah meningkatkan pemeriksaan di sejumlah tempat di ibukota. Hotel populer di kalangan turis Barat yang pernah memasang lampu-lampu menyilaukan dan pohon Natal raksasa sekarang pun terlihat tanpa dekorasi meriah.
(banan/arrahmah.com)