Oleh Ummu Syafiq
Ibu Rumah Tangga
Kasus perundungan (bullying) semakin marak, pelakunya pun makin muda dan tindakannya makin mengerikan. Baru-baru ini seorang santri berumur 16 tahun yang menusuk pasangan suami istri (pasutri) di Baleendah, Kabupaten Bandung. Abdul Kopdar, pemilik warung itu meninggal dunia sedangkan istrinya mengalami luka tusuk di punggung. Penyebabnya sepele hanya karena pelaku merasa tidak terima dipandang sinis saat melintas di depan warung korban. Kasus tersebut terjadi pada Jumat dini hari. (Beritasatu.com, 7/10/2023)
Sontak saja peristiwa penganiayaan tersebut menghebohkan warga setempat. Termasuk Bapak Bupati Bandung Dadang Supriatna yang menyoroti kasus tersebut karena pelakunya merupakan seorang santri berusia di bawah umur serta korban bullying dari teman-temanya di pesantren. Bapak Bupati pun langsung meminta Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) serta pihak Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bandung untuk segera membahas maraknya kasus perundungan di kalangan pelajar.
Miris, sedih melihat semakin maraknya perundungan mulai dari generasi muda bahkan ada yang masih level anak sekolah dasar (SD). Selain itu efek dari perundungan tidak hanya berhenti kepada si korban, namun dapat merembet pada pihak lain yang juga akan menjadi korban berikutnya. Persoalan ini tentu harus segera diatasi secara tuntas. Oleh karena itu berbagai upaya pun dilakukan, salah satu solusi yang ditawarkan adalah memasukkan unsur nilai-nilai lokal dan penguatan pendidikan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila), misalnya penguatan bahasa sunda dan hafalan Al-Qur’an. Benarkah upaya tersebut bisa menghentikan kasus perundungan secara tuntas?
Kalau kita cermati solusi yang diberikan hanya bersifat parsial tidak menyentuh akar masalahnya, bahkan kita mendapati kasus serupa makin meningkat. Selain itu minimnya peran keluarga dan lingkungan masyarakat menambah besar maraknya kasus perundungan yang dilakukan anak.
Peran orang tua terutama ibu teralihkan karena sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna. Selain itu betapa mudahnya anak mengakses informasi lewat televisi, internet, media sosial tanpa batasan. Tak kalah penting peranan seorang ayah adalah sebagai pemimpin dalam keluarga. Ia bertanggung jawab dalam memberi nafkah, melindungi, menjadi teladan, dan memastikan keluarga yaitu istri serta anak-anaknya untuk selalu taat kepada Allah. Itu dilakukan sebab keyakinannya bahwa kelak ia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Pengaruh lebih besar lagi adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Asas sekularisme telah mencabut nilai-nilai moral dan agama, akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Alhasil aturan agama makin terpinggirkan.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak peserta didik yang berkualitas, kurikulum sekuler kapitalisme yang diterapkan tanpa memperhatikan aspek spiritual atau agama justru melahirkan remaja bermasalah. Tak dimungkiri bahwa dalam kurikulum tersebut Pendidikan Agama Islam (PAI) memang ada tapi, porsinya sangat sedikit, itu pun lebih bersifat teoretis minim pengamalan.
Jelaslah penyebab utama perundungan adalah persoalan yang bersifat sistemis, yakni akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan. Sehingga mustahil berharap pada sistem tersebut.
Lain hal jika sistem Islam yang diterapkan, tentu perundungan akan terselesaikan hingga ke akarnya. Sistem Islam (Khilafah) menjadikan akidah Islam sebagai asas, yang memiliki aturan terperinci dan sempurna.
Karena selamatnya anak dari segala bentuk kezaliman ataupun terlibatnya mereka dalam perundungan bukan hanya tanggung jawab keluarga dan lingkungan masyarakat. Negara juga memiliki andil dan peran yang sangat besar dalam mewujudkan anak-anak tangguh berkepribadian Islam sehingga senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, termasuk perundungan.
Memang benar Islam mewajiban pengasuhan anak kepada ibu hingga usia tamyiz (mampu membedakan baik dan buruk) termasuk pendidikan kepada keduanya. Akan tetapi, hal ini tidak cukup. Diperlukan lingkungan kondusif di tengah masyarakat, dimana yang demikian itu menjadi hal penting bagi keberlangsungan kehidupan anak. Lingkungan masyarakat yang baik akan menentukan corak anak untuk kehidupan selanjutnya.
Tak kalah penting adalah adanya peran negara yang menerapkan aturan Islam secara utuh dalam rangka mengatur seluruh urusan umat. Sehingga jaminan keamanan dan kesejahteraan terpenuhi dengan adil.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan solusi perundungan hanya akan terwujud dengan tiga pilar sebagai berikut: Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Yang akan mendorong setiap anggotanya senantiasa terikat dengan aturan Islam yang akan membentengi melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaan.
Kedua, kontrol masyarakat. Membiasakan beramar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat akan lebih menguatkan peran individu dan keluarga agar dapat mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan, serta tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalkan.
Ketiga, peran negara. Dalam memberi jaminan kehidupan yang layak bagi seluruh masyarakatnya, menyelenggarakan sistem pendidikan dengan kurikulum berbasis akidah islamiyah sehingga mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam dan menjamin terpenuhinya pendidikan berkualitas serta cuma-cuma. Negara pun akan menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan yang merusak di televisi atau media sosial.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang secara sempurna dapat melindungi masyarakat dan yang mampu mengatasi persoalan perundungan. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Khilafah Islamiah.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Wallaahu a’lam bi ash-shawwab.