Oleh Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Jepang adalah negara maju yang terletak di benua Asia dan terkenal dengan keindahan alam, budaya yang masih terjaga serta perkembangan teknologi yang semakin canggih. Daya tariknya mampu membuat banyak rakyat Indonesia berminat untuk berwisata, melanjutkan pendidikan, meniti karir bahkan menjadikannya negeri impian. Karenanya, bertebaran tempat-tempat yang menawarkan pelatihan bagi mereka yang hendak mempersiapkan diri untuk bisa pergi ke sana.
Saat ini, peluang untuk bekerja di Negeri Sakura difasilitasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bandung. Dinas kerap kali menggelar pelatihan gratis untuk mempelajari bahasa dan budaya Jepang bagi calon Pekerja Migran Indonesia (PMI), agar bisa diberangkatkan ke sana ketika pelatihan telah selesai. (Ayobandung.com, 1/8/2024)
Bisa bekerja di luar negeri menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian rakyat Indonesia. Selain karena bisa mengenal negara maju, mendapatkan penghasilan yang tinggi, mengunjungi tempat-tempat di sana, juga bisa mengenal budayanya. Rasa bangga tersebut bisa terlihat dari postingan banyaknya PMI di Jepang yang merekam setiap aktivitas mereka dan menyebutkan berbagai manfaat yang mereka rasakan.
Menjadi PMI banyak juga sisi buruknya. Ada yang tidak dibayarkan gajinya, kerjaannya berat, bagi perempuan rawan terjadi pelecehan seksual, mendapat siksaan, bahkan sampai pembunuhan. Hingga saat ini problem PMI belum mampu terselesaikan. Mereka terpaksa memilih menjadi PMI karena sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Mereka pun bukan tidak tahu resikonya terlebih bagi yang berpengetahuan dan keterampilan minim.
Selain lapangan kerja minim, upah di dalam negeri lebih kecil di banding luar negeri. Belum lagi bagi pekerja hari ini dibebankan dengan banyak tagihan seperti BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan serta pajak penghasilan. Penghasilan mereka pun rencananya dipotong lagi untuk tapera.
Jika dibandingkan dengan Jepang, Indonesia memiliki sumber daya yang tak kalah melimpah. Mulai dari apa yang ada di darat seperti hutan atau berbagai kekayaan alam seperti emas, perak, tembaga, nikel, panas bumi hingga uranium. Kita juga dianugerahi lautan yang luas, garis pantai yang panjang juga musim panas yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi baru terbarukan. Semua ini seharusnya bisa menjadi lahan pekerjaan bagi masyarakat luas.
Fakta yang terjadi malah sebaliknya, bukannya menambah lapangan kerja, justru negara saat ini tengah berada dalam keadaan terpuruk karena badai PHK yang melanda dan terjadi di industri tekstil termasuk ke dalam sektor manufaktur. Perusahaan yang bergerak dalam hal teknologi atau start up juga ikut mengurangi karyawannya dengan alasan efisiensi. Maka sangat wajar jika masyarakat mempertimbangkan untuk bekerja di luar negeri sekalipun harus jauh dari keluarga dan tempat kelahirannya.
Tidak ada salahnya mengadu nasib di negeri orang. Namun, hal itu tidak bisa dijadikan sebagai solusi dari maraknya pengangguran yang terjadi. Maka negara tidak boleh mencukupkan diri dengan memberikan pelatihan bahasa dan budaya untuk bisa bekerja di luar negeri. Tapi juga harus memikirkan bagaimana caranya membuka lapangan kerja di negeri sendiri dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.
Sayangnya, upaya pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan banyak mengundang investor jauh dari kata berhasil. Yang ada utang makin menggunung, inflasi tinggi, badai PHK terus terjadi.
Semua itu disebabkan dari penerapan kapitalisme sekular. Kapitalisme meniscayakan sumber daya alam banyak dikuasai oleh swasta, asing bahkan individu. Kondisi tersebut membuat negara minim pemasukannya selain mengandalkan pajak. Lapangan kerja bertumpu kepada para pengusaha termasuk besaran upahnya karena negara tidak memiliki kemampuan menyediakannya. Dari salah kelola SDA, juga tingginya korupsi semakin membuat negara terpuruk secara ekonomi.
Berbeda faktanya jika negara mau menerapkan aturan Islam dalam setiap aspek kehidupan. Sumber daya alam milik umum akan bisa dikelola sendiri oleh pemerintah sebab itu adalah kepemilikan seluruh rakyat. Aturan itu tertulis dalam sebuah hadis yang menjelaskan hal tersebut yang artinya
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu Padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Maka tidak dibenarkan pengelolaannya diserahkan kepada swasta ataupun asing. Dengan demikian, para pemimpin bisa memiliki dana yang cukup untuk menyediakan akses gratis terhadap pendidikan, kesehatan dan keamanan termasuk menyediakan lapangan kerja yang luas sehingga tidak mendesak harus mencari ke luar negeri.
Islam juga memperbolehkan untuk menjalin kerjasama dengan negara lain selama mendatangkan kemaslahatan bagi rakyat. Namun jika kerjasama tersebut justru merugikan, membahayakan atau tidak sesuai dengan syariat Islam maka harus ditinggalkan.
Peran seorang penguasa dalam menyolusikan permasalahan warga negaranya sangatlah besar. Kesejahteraan menjadi hal yang harus diwujudkan. Ketika rakyatnya mengalami kendala dalam mendapatkan lapangan pekerjaan, maka negara akan bersegera mengupayakannya.
Harapan itu hanya bisa bertumpu pada seorang penguasa muslim, yang akan menerapkan hukum Allah Swt. dalam seluruh aspek kehidupan, dalam sebuah naungan kepemimpinan Islam.
Wallahu’alam bis shawwab