DEPOK (Arrahmah.com) – Ini pengakuan blak-blakan dari Sofyan Tsauri, mantan anggota Samapta Polres Depok yang disersi dan kemudian dituduh menyusup ke tubuh Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Simpang siur tentang kiprah Sofyan Tsauri pun beredar baik di kalangan awam maupun aktivis Islam. Berikut pengakuan langsung dari Sofyan Tsauri di PN Depok, Jawa Barat (23/9)
Saya bukan penyusup atau intel polisi. Saya ini adalah buah dari dakwah tauhid. Kalau saya susupan, saya tempatnya bukan di dalam sel.
Saya ditangkap bersama istri saya. Kalau mau tahu bagaimana saya ditangkap, tanya istri saya.
Saat penangkapan,suasananya sangat dramatis, ada tembakan di jalan. Saya bukan susupan. Saya sangat menyayangkan kalau ada yang bilang saya intel penyusup.
Saya sudah memberikan mereka 28 senjata api dan puluhan ribu peluru. Justru saya dikhianati oleh mereka. Saya menjadi kambing hitam atas kegagalan jihad di Aceh.
Jihad Aceh sudah kita rencanakan. Mungkin mereka tidak cross check ke sana. Mungkin mereka minim pengetahuannya tentang saya. Bisa di cross check ke Polres Depok siapa saya.
Saya itu awalnya ingin menegakkan syariat Islam untuk membawa Indonesia ke jalan yang lebih baik. Karena hanya dengan syariat Islam di Indonesia akan menjadi
lebih baik.
Tokoh mujahid yang saya suka adalah sosok Dulmatin. dan saya memang sengaja mencari tahu keberadaan dia untuk bergabung. Karena Allah, saya akhirnya
bertemu Dulmatin. Kemudian saya dan beliau ketemu di Aceh,lalu mengadakan program latihan di Aceh. Pelatihan jihad.
Saya ketemu Dulmatin di Aceh akhir 2008 dan awal 2009. Saya waktu itu sudah desersi. Saya juga bilang sama Dulmatin kalau saya ini desertir polisi karena bulan Juni 2009 dipecat.
Banyak rumor beredar,saya dipecat karena sakit hati lalu cari jalan lain. Itu salah. Saya sebelum menjadi polisi saya sudah aktif berdakwah. Kemudian karena tuntutan, dan panggilan dakwah tauhid saya memilih jalan untuk berjihad.
Saya tidak merasa dikhiananti korps yang thogut (kepolisian). Saya sudah keluar dari polisi, baru saya jadi teroris. Apa yang dilakukan ini bukan tindakan teror. Ini adalah ibadah, ini perintah Allah yang wajib.
Saya bersama Dulmatin sebulan di Aceh. Berkeliling ke semua wilayah Aceh karena kita mengumpulkan faksi-faksi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) disana untuk jihad. Kita cari orang GAM yang mau bertempur kembali.
Banyak yang mau ikut. Ada yang berasal dari pesantren, mantan-mantan GAM juga ada dan banyak dari beberapa elemen.
Aksi Di Medan Hasil Didikan Sofyan
Sofyan Tsauri juga ditanyak tentang aksi baru-baru ini yang menggemparkan Medan, Sumatera Utara. Menurutnya, mereka itu adalah ikhwan-ikhwan lulusan camp Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Berikut pendapatnya:
Insya Allah, (aksi) di Medan itu mereka adalah bagian dari ikhwan-ikhwan kita yang lulusan latihan perjuangan kita (camp pelatihan kemiliteran teroris)
di Aceh.
Saya pernah melatih sampai 100 orang awal 2009 dan kesempatan lain pernah melatih sampai 67 orang. Ini cukup banyak. Orangnya berbeda-beda.
Kalau yang 16 (tersangka teroris Medan) sudah ditangkap, itu mungkin bagian kecil saja. karena belum tertangkap semua.
Dan bisa jadi lebih banyak lagi karena ini program lintas tandzim. Berbagai kelompok-kelompok jihad yang akhirnya membentuk Al Qaeda untuk wilayah Indonesia
Saya tidak tahu siapa yang (jadi) pemimpin saat ini. Karena saya sudah di dalam sel tahanan. Kata Polisi yang memegang peranan Abu Tholut. Tapi kita kan enggak tahu juga, Kalau terakhir ada pengerebekan, ada Abu Tholut.
Saya enggak tahu apakah Abu Bakar Basyir (ABB) terlibat, program ini. Tetapi ternyata dari teman-teman yang lain, dia (Baasyir) ikut menyumbangkan dana.
Tapi saya tidak tahu, karena saya tidak pernah berhubungan dengan Ustad Abu Bakar Baasyir. Ustad Baasyir juga tidak kenal saya. Tapi ternyata sambung menyambung. Jaringan teroris kan under ground, gerakan kita dibawah tanah semua.
Mungkinkan, karena ideologi kita sama, yakni dakwah untuk mengajarkan jihad.
Saya ketemu Dulmatin di Aceh. Tapi sebelumnya ketemu di Jakarta juga sering di rumah saya. Dan kita kalau ke Aceh berangkat sendiri-sendiri. Saya ikut aturan dia karena dia punya sistem security tersendiri.
Saya ingin beribadah. Saya ingin berjihad, saya peduli dengan bangsa ini. Dan saya ini mau tentram mau aman dan itu hanya bisa dilakukan dengan syariat Islam. Saya yakin dengan jihad pemerintah ini akan lebih baik.
Banyaknya korban itu ekses dalam peperangan. Amerika saja yang sudah mempunyai kota, dengan menggunakan dengan teknologi canggih, masih mengenai rakyat sipil (senjatanya). Ini akses karena peperangan pasti menimbulkan korban yang tidak kita inginkan.
Yang pasti, kita tidak pernah menargetkan rakyat sipil.
Dan sekarang, pola kami sudah berubah, dari yang ngebom menjadi peperangan bersenjata. Karena dengan senjata kita lebih fokus dan targetnya jelas.
Tapi kalau bom bisa kena warga sipil dan lainnya. Alasannya supaya lebih fokus jadi kita bisa menghindari korban warga sipil yang tidak perlu.
Dengan senjata, target jelas. Dengan senjata, dan memang faksi-faksi jihad di Indonesia itu lebih setuju dengan cara ini.
Kita jadi punya titik temu disitu. Makanya berbagai macam kelompok seperti NII, Ustad Ana, kelompok Erwin dari kelompok sempalan JI itu ada, dari Al Qaeda itu juga ada. Bahkan kita sudah ke Filipina karena seorang teman kita ada yang meninggal di Filipina.
Kita belum menetukan target serangan waktu itu. Tapi wacana sudah ada. Dan kita sepakat menggunakan bendera Al Qaeda. Antum (anda) mungkin sudah paham bagaimana Al Qaeda itu selalu menargetkan pasti sasaran asing.
Wallahu’alam bis Showab!
(M Fachry/TribunNews/arrahmah.com)