BANDUNG (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara terkait sertifikasi halal gerai makanan Mie Gacoan.
Sekretaris Umum (Sekum) MUI Jabar Rafani Ahyar mengatakan, masuk dalam logika apabila pihak gerai makanan belum mengurus izin halalnya.
Hal itu dikarenakan gerai tersebut menggunakan nama yang dianggap MUI kurang baik dalam syariat Islam.
Bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gacoan mengandung arti taruhan.
Kemudian, beberapa nama menu makanannya pun memakai istilah-istilah yang batil, seperti mie setan dan mie iblis.
“Sudah seharusnya memberi nama itu yang baik-baik. Ini nama makanannya saja ada nama setan, ya jelas dari nama saja sudah mengandung unsur setan. Ya logis kalau mereka tidak mengurus sertifikasi halal,” kata Rafani dikonfirmasi, Kamis (25/8/2022), dikutip dari JPNN.
Dia menjelaskan, dalam pandangan Islam, pemberian nama bukan sekedar asal nama saja. Namun ada filosofi dan arti tersendiri dibalik nama tersebut.
Maka dari itu, dia menyarankan agar pihak perusahaan Mie Gacoan menggunakan nama-nama yang baik.
“Kenapa tidak memberikan nama yang indah-indah? Apalagi ini makanan, kenapa harus pakai nama-nama yang buruk, setan segala,” ujarnya.
Menurutnya, apabila nama Gacoan ini terus dipakai maka bisa mempengaruhi anak muda yang notabene merupakan pangsa pasar utama gerai makanan tersebut.
Sehingga, pihaknya sangat mendukung apabila Pemerintah Daerah (Pemda) menutup atau menyegel gerai makana yang belum tersertifikasi halal.
“Ini pengaruhnya nanti kepada pandangan anak-anak muda/milenial. Mereka senang dengan istilah seperti itu. Jadi cobalah pakai nama-nama yang baik,” terangnya.
“Prinsip tadi, kalau belum punya sertifikasi halal, kalau pemkot menutup ya kami mendukung. Jadi itu ada kewenangannya di Pemda untuk mengambil tindakan,” lanjutnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi, Tata Ruang menyegel salah satu gerai makanan asal Bali, Mie Gacoan.
Gerai yang berlokasi di Jalan Gatot Soebroto itu ditutup karena tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) atau yang saat ini disebut persetujuan bangunan gedung.
Selain itu, pengelola juga tak memiliki sertifikat laik bangunan.
(ameera/arrahmah.id)