JAKARTA (Arrahmah.com) – Harry Kurniawan, aktifis hukum dan hak asasi manusia menilai polisi gagal paham atas permasalahan bendera. Logo dan simbol palu arit , kata dia, yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan dibiarkan, tetapi yang mendukung tegaknya kesatuan Indonesia justru diobok-obok.
Menurutnya penangkapan yang dilakukan oleh Polres Jakarta Selatan terhadap salah seorang peserta aksi pendukung persidangan yang membubuhkan tanda pada bendera merah putih saat aksi damai mengawal kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama dinilai terlalu berlebihan.
Harry mengatakan, polisi terlalu jauh mengurusi hal yang remeh temeh dan masih banyak perdebatan. “Masih banyak kerja-kerja kepolisian yang lebih besar dibanding mengurusi hal yang remeh temeh,” kata Harry yang merupakan Sekjend SNH Advocacy Center tersebut.
Persoalan bendera, kata Harry, telah ada aturan yang mengatur, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. “Jadi di Undang-Undang itu, dijelaskan apa yang dimaksud bendera, dimana dan kapan bendera itu dipasang, dan ada ukuran tertentu untuk di lapangan, di ruangan, di mobil kenegaraan, kapal dan sebagainya masing-masing berbeda,” jelas Harry yang juga sebagai advokat.
“Kalau tidak sesuai dengan ukuran tersebut, maka tidak bisa itu dianggap sebagai bendera, hanya sebatas kain merah putih,” sambung Harry.
Harry mencontohkan, banyak kain merah putih yang dibubuhkan tulisan, logo, gambar dan lainnya, salah satunya grup band Metallica yang membubuhkan logo nama bandnya di kain merah putih.
Dia melihat ada tebang pilih dalam penegakan hukum terhadap masyarakat yang menyuarakan keadilan, tapi seolah membiarkan pelanggar hukum.
Jadi ada pemandangan terbalik, kata Harry, sudah banyak logo dan simbol yang jelas-jelas melanggar Undang-Undang tapi tidak ada sikap dari pemerintah, justru sebaliknya sibuk menangkapi anak bangsa yang ingin memperjuangkan tegaknya hukum di Indonesia dan ditindaklanjuti persoalan hukumnya.
“Pemerintah gagal paham atas permasalahan yang terjadi, logo dan simbol palu arit yang jelas-jelas bertentangan dengan aturan dibiarkan, yang mendukung tegaknya kesatuan Indonesia justru diobok-obok,” tandasnya.
(*/arrahmah.com)