TEL AVIV (Arrahmah.id) – Menteri Keuangan ‘Israel’ Bezalel Smotrich mendesak badan intelijen Mossad untuk “menghilangkan” para pemimpin gerakan Perlawanan Palestina Hamas dan menghancurkan Jalur Gaza sepenuhnya.
“Waktunya telah tiba bagi Mossad untuk kembali melakukan apa yang dilatihnya – melenyapkan pemimpin Hamas di seluruh dunia dan bukan dalam negosiasi yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab dan merugikan keamanan ‘Israel’,” kata Smotrich di X pada Kamis (25/4/2024).
Pernyataannya menyusul laporan media lokal yang merinci inisiatif ‘Israel’ yang diusulkan oleh para perunding yang disampaikan kepada Kabinet Keamanan mengenai kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas, menurut kantor berita Anadolu.
הגיע הזמן שהמוסד יחזור לעסוק במה שהוא הוכשר לו – לחסל את ראשי החמאס בכל העולם ולא במו"מ שמנוהל בחוסר אחריות ופוגע בביטחון ישראל. עם חמאס צריך לדבר מכאן והלאה רק באמצעות פגזים ופצצות. רפיח הכי מהר והכי חזק שאפשר, ואח"כ להמשיך בכל הרצועה עד השמדתו המוחלטת.
— בצלאל סמוטריץ' (@bezalelsm) April 25, 2024
“Dengan Hamas mulai sekarang kita hanya boleh berbicara dengan peluru dan bom,” tambah Smotrich.
Dia juga menyerukan pasukan ‘Israel’ untuk memasuki kota Rafah di Gaza selatan “secepat dan sekuat mungkin,” seraya menambahkan “dan kemudian melanjutkan penyerangan ke Jalur Gaza sampai kehancuran totalnya.”
“Ini penting bagi keamanan ‘Israel’ dan ini juga satu-satunya kesempatan untuk memulangkan para korban penculikan. Cukup untuk membuang-buang waktu dan berjalan-jalan,” lanjut Smotrich.
Kesepakatan Baru yang Diusulkan
Kabinet perang ‘Israel’ mengungkapkan usulan kesepakatan baru pada Kamis (25/4) untuk pertukaran tahanan dengan Hamas dan gencatan senjata di Jalur Gaza, menurut media ‘Israel’.
Inisiatif baru tersebut, yang belum diumumkan secara resmi, dilaporkan menuntut agar Hamas membebaskan lebih dari 20 tawanan ‘Israel’, lansir Anadolu, mengutip Channel 13 Israel.
Kesepakatan itu mungkin tidak mencakup pembebasan 40 sandera yang diminta ‘Israel’ pada beberapa pekan sebelumnya, menurut saluran tersebut.
Saluran tersebut menuduh bahwa Mesir bersiap untuk mendorong kesepakatan tersebut, dan utusan Mesir akan tiba di ‘Israel’ pada Jumat (26/4) untuk membahas rinciannya. Namun, belum ada pernyataan resmi dari Kairo mengenai laporan saluran tersebut, lapor Anadolu.
Qatar, Mesir dan AS sedang berusaha mencapai kesepakatan pertukaran sandera dan gencatan senjata di Gaza ketika jeda pertama pertempuran hanya berlangsung sepekan pada akhir November tahun lalu. Hal ini mengakibatkan terbatasnya bantuan yang masuk ke Jalur Gaza serta pertukaran sandera ‘Israel’ dengan tahanan Palestina, kebanyakan perempuan dan anak-anak yang ditahan di penjara ‘Israel’.
Sementara Hamas menuntut diakhirinya serangan mematikan ‘Israel’ di Gaza dan penarikan pasukan ‘Israel’ dari wilayah tersebut untuk kesepakatan pertukaran sandera-tahanan dengan Tel Aviv.
Ancaman terhadap PA
Smotrich pada Kamis (25/4) juga menyerukan agar Otoritas Palestina digulingkan jika mereka terus mencari pengakuan di PBB dan penangkapan warga ‘Israel’ oleh badan-badan internasional, media ‘Israel’ melaporkan, menurut Middle East Monitor (MEMO).
Dalam surat terbuka kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Smotrich juga memperingatkan bahwa jika perintah dikeluarkan untuk menangkap pejabat senior dan tentara ‘Israel’, ia akan menghentikan transfer dana ke Otoritas Palestina.
Otoritas Palestina “mendapat dorongan dan legitimasi atas tindakannya dari sikap pemerintahan Biden yang mengabaikan ‘Israel’ dalam konteks hukum melalui penerapan sanksi terhadap para pemukim, dan tampaknya juga terhadap IDF, serta dari nada keras para pemimpin Eropa, negara-negara melawan ‘Israel’ dalam konteks perang di Gaza,” Times of Israel mengutip perkataan Smotrich.
Surat kabar itu mengatakan surat itu datang “sehari setelah Departemen Luar Negeri AS mengecam laporan Smotrich yang ‘berbahaya dan sembrono’ untuk melegalkan puluhan pos permukiman ilegal di Tepi Barat.”
Sanksi Pemukim
Washington dan Uni Eropa telah mengeluarkan sanksi terhadap pemukim dan organisasi ekstremis Yahudi di Tepi Barat, dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap warga Palestina.
Berdasarkan ketentuan Perjanjian Oslo 1993, ‘Israel’ memungut pajak atas nama Palestina dan melakukan transfer bulanan ke Otoritas Palestina sambil menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan.
‘Israel’ telah berulang kali menahan sebagian atau seluruh uang pajak yang diklaim digunakan untuk “mendanai terorisme” tanpa memberikan bukti atas klaimnya, lansir MEMO. (zarahamala/arrahmah.id)