JAKARTA (Arrahmah.com) – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan telah muncul misinformasi di kalangan publik terkait kehadiran SKB 3 menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Misinformasi ini disebarkan lewat media sosial. Prokontra yang sangat tajam plus ketidakpercayaan terhadap pemerintah termasuk Mendikbud membuat misinformasi ini tersebar dengan masif.
“Prokontra yang terjadi tidak bisa dipandang sebelah mata bahkan dikhawatirkan bisa menjadi amunisi tindakan intoleran lainnya,” ujar Fahriza Marta Tanjung, Wakil Sekjen FSGI di Jakarta, Ahad (7/2).
Slamet Maryanto, guru SMAN 38 Jakarta mengaku mengamati kondisi lingkungannya dan pembahasan di grup-grup WhatsApp.
Banyak orang tua yang khawatir, terutama yang menyekolahkan anaknya di madrasah. Mereka khawatir jika madrasah seperti MI, MTs maupun MA jangan-jangan juga akan dikenakan aturan yang sama.
“Orang tua khawatir, siswa madrasah akan diberi kebebasan memilih untuk menggunakan jilbab atau tidak,” ucap Slamet.
Hal senada diungkapkan Nihan, kepala SMA Negeri 3 Kabupaten Seluma, Bengkulu.
Di sekolahnya, lanjutnya, orang tua murid beranggapan bahwa penggunaan jilbab dilarang sama sekali. Bahkan ada yang beranggapan siswa diberi hak sebebas-bebasnya untuk menentukan bentuk dan jenis seragam sekolahnya.
“Sebagai kepala sekolah tentunya saya belum bisa memberikan klarifikasi karena belum disosialisasikan,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala SMPN 52 Jakarta, Heru Purnomo mengungkapkan, sebelum keluarnya SKB 3 menteri, sebagian sekolah itu ada yang mewajibkan, bagi siswa yang menggunakan jilbab, agar menggunakan jilbab yang ada logo sekolahnya.
“Lalu Ini bagaimana? Apa mau dilarang pakai jilbab berlogo sekolah, karena jangan sampai kami divonis melanggar SKB tersebut. Padahal, Kami tidak mewajibkan siswa untuk berjilbab?” tambah Heru.
Selain itu, ada juga keresahan para guru yang mengampu pelajaran agama Islam. Sebab, guru pendidikan agama Islam .(PAI) tersebut, selama ini mewajibkan penggunaan jilbab pada peserta didik yang mengikuti mata pelajaran agama Islam.
”Jadi hanya diwajibkan kepada siswi yang sehari-hari tidak menggunakan jilbab. Artinya hanya saat pembelajaran tatap muka khusus pelajaran agama Islam, apakah ini termasuk pelanggaran,” ujar Eka Ilham, kepala divisi Litbang FSGI.
Dalam SKB ditentukan juga sekolah dan daerah diberikan waktu dalam 30 hari ke depan untuk mencabut aturannya yang melarang atau mewajibkan seragam sekolah dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu.
Namun, jika waktunya 30 hari sejak ditandatangani pada 4 Februari 2021, menurut FSGI hal tersebut sulit dilaksanakan di lapangan, mengingat sebagian besar sekolah saat ini masih pembelajaran jarak jauh (PJJ).
“Bagaimana kontrol pemerintah dalam 30 hari ke depan, sementara sistem pengawasan dan siapa yang melakukan pengawasan, belum diatur dalam SKB 3 menteri tersebut,” tegas Retno Listyarti, Dewan Pakar FSGI, lansir JPNN.
(ameera/arrahmah.com)