JAKARTA (Arrahmah.com) – Sejumlah mahasiswa dari BEM Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia mendatangi Polda Metro Jaya, Jl. Jenderal Sudirman Jakarta untuk mengawal jalannya pemeriksaan perdana budayawan cabul, Sitok Srengenge Rabu.
Para mahasiswa mendesak kepada pihak kepolisian untuk menyegerakan kasus ini dan tidak menggantungnya. “Hukumannya Sitok diperjelas, statusnya diperjelas, nasibnya diperjelas tidak digantungkan seperti sekarang ini,” kata Raihana, Ketua BEM FIB UI kepada detiktv.
Sitok dilaporkan ke polisi atas perbuatannya telah melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswi UI, RW, hingga korban hamil.
Kepolisian dinilai para mahasiswa lambat, setelah empat bulan dari kasus ini di BAP, Sitok baru kali ini diperiksa. Sitok dimintai keterangan untuk pertama kalinya atas kasus perbuatan tidak menyenangkan yang dilaporkan mahasiswi UI. Saat ini dia pun masih berstatus saksi.
Sitok mendatangi Polda Metro Jaya, Rabu (5/3/2014) sekitar pukul 08.30 WIB. Sitok langsung memasuki ruang pemeriksaan di Deskrimum untuk melakukan pemeriksaan.
Setelah menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, Sitok akhirnya diperbolehkan pulang. Para mahasiswa yang telah menunggunya di lantai bawah langsung meneriaki Sitok. “Buayawan! Buayawan!”
Korban RW melaporkan Sitok ke SPKT Polda Metro Jaya didampingi pengacaranya, Iwan Pangka, Jumat (29/11/2013) lalu. Dalam laporan resmi bernomor LP/4245/XI/2013/PMJ/Ditreskrimum, Sitok dilaporkan dengan tuduhan Pasal 355 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Sebelumnya, pengacara RW, Iwan Pangka menegaskan tidak akan ada perdamaian dengan pihak Sitok. Meski sudah beberapa kali Sitok melalui berbagai pihak menyatakan keinginan melakukan perdamaian. Bahkan Sitok mungkin sudah dan atau pernah membicarakan hal tersebut dengan pendamping korban.
“Namun yang pasti selama dalam proses hukum maupun proses mencari keadilan,saya dan tim kuasa hukum lainnya, tidak pernah sedikitpun berhubungan dengan Sitok,” kata Iwan.
Dia juga menjelaskan bahwa korban RW menolak keras adanya perdamaian dengan Sitok, karena laporan terhadap Sitok sebagai pelaku kekerasan seksual harus dipertanggungjawabkan di mata hukum.
“Saya atas nama tim kuasa hukum ingin mengetuk hati nurani Sitok untuk tidak mempersulit proses hukum demi masa depan dan pemulihan psikis korban. Saya dan tim kuasa hukum berharap agar nantinya hukuman yang harus dijalankan Sitok diartikan sebagai pembinaan,” ucap Iwan. (azm/arrahmah.com)