Oleh Kayyisa Naswa Alyya
Pelajar
Sebanyak 176.984 narapidana dan anak binaan menerima Remisi Umum(RU) dan Pengurungan Masa Pidana Umum (PMPU) tahun 2024. Tepat di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-79 Sabtu, 17 Agustus 2024, oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna H. Laoly.
Kepala kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bangka Belitung Harun Suliyanto mengatakan, remisi atau pengurangan masa pidana merupakan wujud apresiasi terhadap pencapaian perbaikan diri narapidana. Sementara itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan kelas 1 Cipinang Enget Prayer Manik berharap narapidana yang mendapatkan remisi HUT RI dan langsung bebas tidak kembali lagi karena lapas dengan keamanan tinggi tersebut sudah kelebihan penghuni dan kondisinya penuh sesak (overcrowded). (tempo.co, 17/8/2024)
Sungguh banyaknya narapidana yang mendapat revisi umum ini memperlihatkan, betapa banyaknya pelaku kejahatan diberi sanksi penjara. Sistem sanksi yang tidak menjerakan mengakibatkan banyak kejahatan, bahkan makin lama makin beragam. Wajar jika lapas menjadi overload. Terlebih lagi, realitas saat ini hukum bisa dibeli.
Kondisi ini tentu saja sangat memperlihatkan betapa lemahnya sistem demokrasi, hukum buatan manusia. Manusia hidup tanpa ada jaminan keamanan. Penguasa mengambil kebijakan memberi remisi demi mengatasi overload dan menghemat anggaran. Kebijakan ini menggambarkan betapa penguasa saat ini tidak berpikir mendalam dalam mencegah terjadinya kejahatan.
Kondisi demikian bisa terjadi karena ideologi kapitalisme menjadi dasar sistem kepemimpinan saat ini. Kapitalisme membuat penguasa memandang bahwa mengurus rakyat sebagai beban. Ditambah lagi, cara pandang kehidupan sekularisme membuat pribadi individu lemah dalam memahami agama, sehingga mereka mudah berbuat kejahatan.
Semua ini makin memburuk karena sistem pendidikan yang ada juga berbasis sekuler. Walhasil, gagal mencetak orang berilmu sekaligus beriman. Inilah jika manusia membuat aturan sendiri. Akibatnya, akan binasa, hidup dalam keterpurukan, kebodohan, dan ketidakamanan, seperti dalam sistem demokrasi saat ini. Padahal, sejatinya manusia adalah makhluk lemah, terbatas, dan membutuhkan Allah untuk mengatur kehidupannya.
Sungguh sistem demokrasi sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, sebagai Sang Pencipta dan Pengatur manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan aturan berupa sistem sanksi atau hukuman untuk menumpas kejahatan dan menciptakan keadilan serta keamanan di tengah masyarakat. Penerapan sanksi yang tegas dalam Khilafah akan memberi efek jera bagi pelaku kejahatan, seperti hukuman potong tangan bagi pencuri, hingga hukuman mati bagi para koruptor.
Adapun pemberian sanksi dalam Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa bagi pelaku kejahatan) dan zawajir (pencegahan) agar tidak ada individu yang melakukan tindak kejahatan yang serupa. Sejatinya hanya sistem Islamlah satu-satunya sistem yang menyajikan keadilan dan keamanan untuk seluruh umat manusia.
Wallahu’alam bis shawwab