Oleh : Wijaya Kurnia Santoso (Praktisi Pendidikan)
Pada era sekarang ini aktivitas berpacaran yang dilakukan oleh para pelajar begitu marak terjadi. Sekolah seakan mendiamkan asal tidak sampai menjurus ke pergaulan bebas. Orang tua dan masyarakat ikut pula mengamini aktivitas tersebut. Walhasil pacaran seakan seperti sebuah budaya yang harus dilestarikan.
Pacaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI Edisi 4 Tahun 2014) berasa dari kata pacar yang artinya teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasar cinta kasih. Pacaran sama artinya dengan berpacaran yakni bercintaan, berkasih-kasihan. Ada juga yang mendefinisikan bahwa pacaran adalah suatu proses saling mengenal antara 2 (dua) insan manusia dimana pada umumnya berada dalam tahap mencari kecocokan dalam menuju kehidupan berkeluarga yang sering kita kenal dengan pernikahan. Secara lebih khususnya, ada juga yang beranggapan bahwa masa pacaran itu sebagai masa penjajakan, sebagai media perkenalan sisi yang lebih dalam serta mencari kecocokan antar keduanya. Dengan tujuan tersebut, sebagian norma di tengah masyarakat malah memperbolehkan tradisi pacaran. Benarkah demikian ?.
Ada beragam tujuan orang mau melakukan aktivitas berpacaran, misalnya ada yang sekedar iseng saja, mencari teman bicara, atau bahkan ada yang menjadikan masa pacaran ini sebagai masa perkenalan dan penjajakan dalam menempuh jenjang pernikahan. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua bentuk pacaran itu bertujuan kepada jenjang pernikahan dan berkeluarga. Banyak sekali diantara pemuda dan pemudi khususnya remaja yang lebih terdorong oleh rasa ketertarikan semata dan terkadang malah dikondisikan dengan lingkungan yang membolehkan aktivitas tersebut.
Bila dikaji secara mendalam, aktivitas pacaran menimbulkan banyak kerugian bagi pelakunya. Aktivitas pacaran itu menghabiskan banyak waktu. Waktu terbuang percuma, waktu beribadah akan berkurang, waktu untuk belajar akan menjadi terpangkas. Selain rugi waktu, aktivitas pacaran juga membutuhkan anggaran yang cukup besar. Belum lagi para aktivis pacaran harus bersiap untuk ”makan hati” karena aktivitas pacaran penuh kepalsuan dan kebohongan. Kerugian yang lebih parah lainnya adalah bahwa aktivitas pacaran adalah sebuah aktivitas kemaksiatan pembuka pintu zina. Memang pacaran tak selalu berakhir zina, tapi hampir semua zina diawali dengan pacaran. Aktivitas pacaran juga rentan menghasilkan kegalauan, walhasil akan terbentuk generasi yang lemah dan cengeng.
Maraknya aktivitas pacaran tidak lepas dari tumbuh suburnya paham liberal/ kebebasan di tengah masyarakat. Paham liberal telah menjangkiti seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali pelajar. Karena paham kebebasan itulah interaksi antara pria dan wanita menjadi tidak diatur. Dorongan naluri seksual (gharizah nau’) dibiarkan tanpa batas sehingga memunculkan aktivitas pacaran dan perzinaan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan tidak mampu hadir membendung masalah tersebut. Adanya sekulerisasi di bidang pendidikan yang memisahkan antara agama dengan kehidupan menganggap bahwa aktivitas maksiat berupa pacaran bukan menjadi tangggung jawab sekolah. Sedangkan orang tua membiarkan, masyarakat pun acuh.
Pacaran adalah sebuah aktivitas yang mendekati zina. Dalam pandangan islam aktivitas pacaran adalah aktivitas yang dilarang. Allah berfirman dalam surat Al Isra’ ayat 32 (“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan”). Dalam sistem pendidikan islam aktivitas kemaksiatan, seperti halnya aktivitas pacaran tidak akan dibiarkan tumbuh berkembang. Sebaliknya, peserta didik diarahkan untuk memiliki keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Indikatornya adalah bahwa anak didik dengan kesadaran yang dimilikinya telah berhasil melaksanakan seluruh kewajiban dan mampu menghindari segala tindak kemaksiatan kepada Allah Swt, termasuk juga menghindari aktivitas pacaran.
Maka hanya dengan sistem pendidikan islam saja aktivitas pacaran bisa dimusnahkan, sehingga para peserta didik yang merupakan aset peradaban bisa diselamatkan. “Wahai para pemuda, bukan karenanya engkau hidup dan tanpanya pun engkau tak akan mati. Hormati tubuhmu, muliakan dirimu dan sempurnakan keimananmu”. #IndonesiaTanpaPacaran.
(*/arrahmah.com)