BANDUNG (Arrahmah.com) – “Justru karena sistem demokrasi-lah yang memberikan ruang bagi orang kafir dan zhalim menguasai orang Muslim baik secara individual maupun sistem. Maka, jika kita tidak ingin dikuasai orang kafir atau zhalim, jangan lagi gunakan demokrasi, perjuangkanlah khilafah, karena sistem Khilafah tak memberikan celah sekecil apapun bagi orang kafir dan zhalim mengusai umat Islam” tegas Luthfi Afandi, S.H. M.H. Humas HTI Jabar ketika menjawab pertanyaan “Bagaimana sikap umat Islam menghadapi Pemilu dalam sistem demokrasi” pada acara Halqah Islam dan Peradaban (HIP) HTI Kota Bandung, Ahad (30/3/2014).
Acara yang bertempat di Masjid Istiqamah Kota Bandung itu diikuti sekitar seribu orang peserta yang datang dari seluruh penjuru Kota Bandung. Peserta antusias mengikuti acara hingga acara berakhir. Acara yang mengambil tema “Pemilu dan Perubahan Masyarakat dalam Perspektif Islam” ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada publik bagaimana kedudukan pemilu dan konsep perubahan masyarakat dalam pandangan Islam.
Pada kesempatan kedua, Dwi Condro Triono, Ph.D. DPP HTI, menyampaikan tajuk “Demokrasi Vs Khilafah”. Dwi Condro menjelaskan dengan gamblang perbedaan diametral antara sistem politik demokrasi dengan Khilafah. “Prinsip pertama adalah kedaulatan di tangan syara'” ungkap Dwi Condro ketika menjelaskan empat pilar sistem Khilafah. Selanjutnya beliau menjelaskan prinsip lainnya, yakni kekuasaan di tangan umat, kepemimpinan bersifat tunggal, dan hanya khalifah yang berhak mengadopsi hukum. Keempat pilar tersebut bertentangan dengan sistem politik demokrasi. Bahkan dengan tegas beliau menyampaikan bahwa demokrasi adalah sistem kufur, haram mengadopsi, menerapkan, dan menyebarluaskannya.
Pada sesi diskusi, peserta antusias memberikan tanggapan dan pertanyaan kepada kedua narasumber. Pada kesempatan itu juga Luthfi Afandi menjelaskan bahwa perubahan mendasar tidak akan lahir dari pemilu dalam demokrasi. Mengapa? Luthfi menjelaskan Pertama, karena sistem demokrasi memiliki mekanisme untuk menjaga eksistensinya; Kedua, sistem demokrasi akan memaksa siapapun yang masuk untuk mengikuti mekanisme yang mereka tetapkan; Ketiga, pemilu hanya mekanisme memilih orang/person tidak memberikan ruang bagi perubahan sistem; Keempat, partai hanya memobilisasi orang untuk melakukan pencoblosan, bukan mengubah paradigma berpikir masyarakat; Kelima, parpol dipaksa untuk hanya melakukan perbaikan (ishlah) menuju demokrasi yang menyeluruh, bukan perubahan total (taghyir); dan Keenam, pemilu sangat mungkin menempatkan aktivis muslim menjadi penguasa, tetapi tidak untuk menerapkan Islam secara kaffah. Oleh karena itu jalan perubahan hakiki adalah dakwah Islam melalui jalan umat yang dicontohkan Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam. (azm/htipress/arrahmah.com)