KAIRO (Arrahmah.id) — Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi pada Rabu (25/10/2023) memperingatkan angkatan bersenjatanya dan masyarakat umum untuk mengendalikan kemarahan mereka terhadap Israel.
Dilansir Middle East Eye (25/10), seruannya itu dilontarkan saat inspeksi Divisi Lapis Baja Keempat Angkatan Darat Mesir di Kegubernuran Suez, sekitar 15 km dari perbatasan Mesir dengan Jalur Gaza.
Sisi mengatakan peran tentaranya adalah untuk melindungi perbatasan negaranya dan keamanan nasional tanpa harus melakukan agresi.
Dalam pidatonya pada hari Rabu, Sisi mengatakan kepada anggota angkatan bersenjata bahwa Mesir harus menggunakan kekuatan militernya secara bijaksana dalam konflik tersebut.
“Sangat penting ketika Anda memiliki kekuatan seperti ini sehingga Anda menggunakannya secara wajar. Anda tidak harus melangkahi dan memiliki ilusi tentang kekuatan Anda sendiri. Mesir akan memainkan peran yang sangat positif dalam kerja sama dengan saudara, teman, dan mitra dalam upaya mencapai gencatan senjata,” ujarnya.
“Selama 20 tahun terakhir, ada sekitar lima putaran konflik antara Israel dan Jalur Gaza, atau Hamas, atau Jihad Islam, atau kelompok-kelompok yang ada di Jalur Gaza. Lima kali. Dan peran Mesir selalu positif dalam menahan dan menenangkan eskalasi serta memitigasi dampak konflik.”
Sisi menambahkan bahwa solusi terhadap masalah Palestina adalah solusi diplomatik, solusi dua negara.
Menurutnya, dengan solusi itu akan memberikan harapan dan keamanan bagi rakyat Palestina dan rakyat Israel.
Pidato presiden tersebut disampaikan ketika operasi militer Israel yang ganas di Gaza memasuki hari ke-19, dengan jumlah korban tewas di antara warga Palestina diperkirakan setidaknya 8.000 orang, termasuk korban tewas dan orang hilang di bawah reruntuhan bangunan yang dibombardir.
Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, menurut pejabat kesehatan Gaza.
Perlintasan perbatasan Rafah di Mesir merupakan satu-satunya pintu masuk dan keluar Gaza yang tidak dikontrol oleh Israel dan saat ini menjadi satu-satunya koridor bantuan kemanusiaan.
Israel telah membombardir perbatasan, baik di sisi Palestina dan Mesir, lima kali sejak permusuhan dimulai antara Israel dan Gaza pada 7 Oktober setelah serangan pimpinan Hamas di Israel selatan.
Serangan yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina Hamas dan faksi bersenjata Palestina lainnya telah menewaskan sekitar 1.400 warga Israel, sebagian besar warga sipil, dan mengakibatkan sedikitnya 200 orang ditawan.
Sejak serangan itu, Israel telah melakukan pengepungan total terhadap wilayah yang sudah diblokade tersebut, memutus pasokan air, listrik, dan bahan bakar.
Tindakan-tindakan ini telah dikecam oleh badan-badan PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional sebagai “hukuman kolektif” yang melanggar hukum berdasarkan hukum humaniter internasional. (hanoum/arrahmah.id)