JAKARTA (Arrahmah.com) – Koordinator International Crisis Group (ICG), Sidney Jones, mengatakan hasil studi Open Society Foundation (OSF) tentang keterlibatan Indonesia dalam program rahasia dinas rahasia Amerika Serikat, CIA, paska serangan 11 September 2001, bukan kabar baru.
“Ini bukan berita baru. Ada banyak wartawan Amerika menulis penangkapan Umar Al-Faruq oleh intel Indonesia pada 2002 dan 2003 lalu, termasuk New York Times,” ujarnya seperti dilansir Tempo, Kamis, 7 Februari 2013. “Tentu itu hasil kerja sama Indonesia dengan CIA,” dia menambahkan.
Hasil studi berjudul “Globalizing Torture: CIA Extraordinary Rendition and Secret Detention” yang dirilis Selasa, 5 Februari, menyoroti program rendition (pemindahan seseorang ke negara lain tanpa melalui proses hukum) menyebut peran Indonesia dalam operasi perburuan tersangka teroris. Setidaknya ada tiga orang yang ditangkap Intelijen Indonesia yang terkait dengan program itu: Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru, dan Omar al-Faruq.
Madni ditangkap intelijen Indonesia di Jakarta, berdasarkan permintaan CIA. Ia lantas ditransfer ke Mesir. Nasir ditangkap di Indonesia tahun 2003 dan ditahan di sini sebelum ditransfer ke Yordania. Nasir selanjutnya dipindahkan ke fasilitas CIA di lokasi yang tidak diketahui sebelum akhirnya dipindahkan ke Yaman, Mei 2005.
Sedangkan Faruq ditangkap di Bogor tahun 2002 sebelum ditahan di penjara rahasia CIA. Dia ditahan di Bagram, Afganistan, tapi melarikan diri, Juli 2005. Faruq mati ditembak pasukan Inggris di Basra, Irak, tahun 2006.
Meski mengetahui soal penangkapan tiga teroris itu, Sidney mengaku tak tahu banyak tentang dua sosok tertuduh teroris, Muhammad Saad Iqbal Madni, Nasir Salim Ali Qaru. Tapi soal Al Faruq, menurutnya pria itu pernah melatih kelompok di Ambon dan Poso sekitar tahun 2000-2001. “Sebelum tertangkap Al Faruq juga pernah menikahi Mira Agustina, anak tokoh di Ambon,” kata dia. (bilal/arrahmah.com)