JAKARTA (Arrahmah.com) – LBH Pelita Umat meminta majelis hakim berlaku adil dalam persidangan Habib Rizieq Shihab soal dugaan pelanggaran protokol kesehatan selama masa pandemi Covid-19.
Ketua LBH Pelita Umat, Chandra Purna Irawan mengatakan jika persidangan Habib Rizieq digelar secara virtual, maka mestinya tak setengah-setengah. Jika begitu, ia meminta supaya seluruh persidangan juga dilakukan secara virtual.
“Bahwa apabila yang menjadi alasan karena Covid-19, semestinya ini diberlakukan secara adil yaitu Majelis Hakim, Jaksa dan Pengacara tidak perlu hadir di persidangan,” ucap Chandra kepada Liputan6.com, Sabtu (20/3/2021).
Sementara, lanjut Chandra, pada fakta di persidangan justru sebaliknya. Di mana majelis hakim, jaksa dan pengacara hadir di persidangan. Ditambah lagi perkara lain terdapat perkara pidana sementara terdakwanya dihadirkan.
“Selama pandemi saya mendampingi aktivis kritis yang disidangkan juga sama terdakwa dihadirkan secara online, terkadang terdakwa tidak mendengarkan secara jelas apa yang sedang diperbincangkan di dalam persidangan, tentu hal ini dikhawatirkan mengabaikan hak-hak terdakwa untuk memperoleh keadilan,” ucapnya.
Chandra menjelaskan, memang persidangan tanpa kehadiran terdakwa dapat dimungkinkan apabila terdakwa telah dipanggil secara sah dan tidak hadir di persidangan tanpa alasan yang sah, sehingga pengadilan melaksanakan pemeriksaan di pengadilan tanpa kehadiran terdakwa.
Namun pada prinsipnya sidang putusan suatu perkara pidana harus dihadiri oleh terdakwa, hal ini berdasarkan Pasal 196 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1988 tentang Penasihat Hukum atau Pengacara yang Menerima Kuasa dari terdakwa/terpidana “In Absentia/terdakwa tidak hadir” yang pada intinya memerintahkan hakim untuk menolak penasihat hukum/pengacara yang mendapat kuasa dari terdakwa yang sengaja tidak mau hadir dalam pemeriksaan pengadilan sehingga dapat menghambat jalannya pemeriksaan pengadilan dan pelaksanaan putusannya. Berdasarkan penjelasan itu, kata Chandra maka kehadiran terdakwa adalah keharusan.
“Semestinya lembaga peradilan melaksanakan aturan tersebut, apabila ada Peraturan Mahkamah Agung yang memperbolehkan terdakwa tidak hadir karena Covid-19, saya pikir perlu ditinjau ulang karena peraturan tidak boleh dibuat bertentangan dengan yang di atasnya,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)