JAKARTA (Arrahmah.com) – Istri pimpinan serangan amaliyat bom buku Pepi Fernando, Deni carmelita menjalani sidang perdana di Pengadilan Jakarta Barat. Deni dijerat dengan pasal terorisme karena dianggap menyembunyikan informasi mengenai aktivitas suaminya, Pepi Fernando.
Dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum(JPU) menjelaskan, Deni Carmelita pernah bergabung dan dibaiat oleh suaminya menjadi anggota Negara Islam Indonesia (NII) ranting Bekasi. Hal itu berawal saat Deni menikah dengan Pepi Fernando pada tahun 2007.
Deni mengenal Pepi sejak tahun 2005 ketika sama-sama bekerja di infotainmen cek dan ricek yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta.
“Waktu itu terdakwa bekerja sebagai reporter sedangkan Pepi Fernando bekerja sebagai penulis naskah. Pernikahan itu dilakukan di ruman Hendi Suhartono di daerah Parung, Bogor,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fatkhuri saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (16/2).
Fatkhuri menjelaskan setelah menikah Deni menjadi anggota kelompok pengajian NII ranting Bekasi Pimpinan Pepi Fernando. Deni dibaiat oleh suaminya dengan kewajiban sebagai anggota kelompok pengajian tersebut memberikan infaq setiap bulannya sebesar 2,5 persen dari seluruh penghasilan.
“Termasuk juga terdakwa yang telah memberikan infaq setiap bulannya dengan besaran Rp50.000-Rp70.000 yang diserahkan kepada Pepi Fernando,” kata Fatkhuri.
Saat suaminya tidak aktif lagi dalam kelompok NII setelah ada perbedaan pemahaman dengan Ketua NII non-teritorial wilayah Indramayu dan Bekasi, Pak Nuh, Deni masih memberikan infaq sampai bulan April 2011 sebesar Rp500.000 kepada Pepi Fernando.
Dana infaq dari terdakwa digunakan Pepi Fernando untuk keperluan kegiatan jihad. Dana yang terkumpul dari pengajian Pepi Fernando tersebut rata-rata perbulan antara Rp300.000-Rp500.000.
“Dana dipegang oleh Muhammad Maulana Sani yang kemudian diganti oleh Firman,” tukasnya.
JPU mengungkapkan, Pepi Fernando sempat bertanya kepada istrinya, Deni Carmelita cara mengirim surat kepada Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere. Deni merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan BNN.
“Pada bulan Januari 2011, Pepi Fernando menanyakan kepada terdakwa ‘kalau mau mengirim surat kepada Pak Gories Mere itu kemana?” kata Fatkhuri.
Deni kemudian menjawab bahwa surat yang masuk ke BNN baik berupa kiriman atau paket biasanya diterima di Tata Usaha (TU). Setelah itu, surat dari TU dimasukkan kepada Sesi BNN kemudian didisposisi dan didistribusikan kepada satuan-satuan kerja.
“Pepi kemudian menanyakan kembali ‘kalau Pak Gories Mere berkantor di lantai berapa?” ujar Fatkhuri.
Deni menjawab kembali bahwa kepala BNN itu bekerja di ruangannya di lantai 2. Terdakwa kemudian menanyakan kepada suaminya mengapa bertanya-tanya tentang Gories Mere.
“Dijawab Pepi Fernando, bahwa Pak Gories Mere sering menangkap teroris,” ungkap JPU.
Deni dijerat dengan pasal 15 jo Pasal 7, Pasal 13 a, Pasal 13 huruf c, Pasal 22 UU No 15 tentang Tindak Pidana Terorisme dengan ancaman 15 tahun.
Menanggapi dakwaan tersebut, perempuan berusia 32 tahun itu mengajukan nota keberatan atau eksepsi.
“Kami akan mengajukan nota keberatan (eksepesi) atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” kata pengacara Deni, Ashludin Hatjani.(bilal/arrahmah.com)