JAKARTA (Arrahmah.com) – Sidang ketujuh kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, akan menghadirkan lima saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menghadirkan lima saksi dalam lanjutan sidang yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (24/1/2017). Dua diantaranya adalah saksi fakta yang melihat langsung pidato di Kepulauan Seribu.
“Lima orang saksi termasuk dua saksi fakta yang akan dihadirkan JPU,” kata angggota tim kuasa hukum Ahok Trimoelja D. Soerjadi di Jakarta, Selasa (24/1), seperti diberitakan Antara.
Menurut dia, dua saksi fakta yang dihadirkan adalah orang yang melihat langsung pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu, yakni Lurah Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Yuli Hardi dan Nurkholis, petugas Humas Pemprov DKI Jakarta yang merekam pidato Ahok.
“Selama ini kan saksi pelapor (yang didatangkan JPU) hanya melihat videonya saja,” kaya Trimoelja.
Selain dua saksi fakta itu, ia mengatakan tiga saksi lainnya yang akan dihadirkan adalah saksi-saksi yang tidak datang dalam sidang sebelumnya pada Selasa (17/1).
Tiga saksi lainnya antara lain Ibnu Baskoro, Muhammad Asroi Saputra, dan Iman Sudirman.
Sidang ketujuh Ahok pada hari ini akan dimulai pukul 09.00 WIB.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Pada sidang keenam, Selasa (17/1), petugas SPK Polresta Bogor, Ahmad Kurniawan, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan pemeriksaan Perkara Dugaan Tindak Pidana Penodaan Agama dengan Terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok di Gedung Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan.
Polisi yang telah berdinas 7 tahun tersebut dicecar berbagai pertanyaan oleh Majelis Hakim dan Tim Jaksa terkait adanya kekeliruan penulisan waktu kejadian (tempoes delicti) dalam Laporan Polisi (LP) No. 1134 yang dibuat oleh saksi atas nama Pelapor Wilyudin. Saksi bahkan oleh salah satu Anggota Majelis Hakim ditanya mengenai salahnya saksi dimana karena waktu kejadian yang tertulis dalam LP lebih dulu dari waktu kejadian di Kepulauan Seribu tanggal 27 September 2016.
Saksi membenarkan bahwa pengetikan LP 1134 copypaste terhadap LP sebelumnya dan hanya mengganti-ganti saja mengikuti format LP yang sudah ada. Pada saat mengetik LP, saksi juga membenarkan tidak mencocokkan hari dan tanggal kejadian dengan kalender yang ada di ruangannya.
(azm/arrahmah.com)