Jakarta (Arrahmah.com) – “Saya Seorang Jurnalis Bukan Teroris”. Demikian judul pledoi (pembelaan) yang dibacakan M Jibriel di PN Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei 2010. Pledoi setebal 49 halaman tersebut dibacakan M Jibriel selama kurang lebih 2 jam. Di akhir pledoinya, M Jibriel berharap majelis hakim membebaskan dirinya dari jerat dan tuduhan jaksa dan menjatuhkan vonis hukum yang adil dan ringan di atas yang paling ringan. Akankah majelis hakim memenuhi harapan tersebut?
Penangkapan M Jibriel, Upaya Membungkam Media Islam
Sebagaimana biasa, sidang ke-14 M Jibriel kali ini pun berjalan molor. Sidang yang rencananya digelar pukul 11.00 WIB, teryata baru dimulai pada pukul 14.30 WIB, Ironis! Agenda sidang ke-14 adalah pembacaan pledoi, baik dari terdakwa, yakni M Jibriel, maupun dari kuasa hukum terdakwa, yang dalam hal ini adalah TPM dan LBH Muslim.
Kesempatan pertama pembacaan pledoi dilakukan oleh M Jibriel. Dengan lancar, fasih, dan meyakinkan, M Jibriel mulai membacakan pledoi yang diawali dengan kutipan ayat-ayat Al Qur’an dan sholawat kepada Nabi Saw. Beberapa hal penting dalam pledoi tersebut adalah penegasan bahwa dirinya adalah seorang jurnalis dan bukanlah teroris. Dengan demikian, penangkapan dirinya sampai saat ini merupakan sebuah upaya sistematis dalam membungkam media Islam, yakni Ar Rahmah Media, yang dipimpinnya.
“Ketika tidak ada satu kelompok pun di dalam negeri yang menyuarakan gerakan jihad secara obyektif, dan menginformasikan pada masyarakat tentang stigma terorisme di seluruh dunia, saat itulah munculnya media on line arrahmah.com ini, mewakili jeritan hati orang-orang yang disakiti karena keyakinannya, dan dilenyapkan dari kehidupan ini sebelum jelas apa dosa dan kesalahannya.”
M Jibriel menambahkan :
“Ar Rahmah Media yang didirikan pada tahun 2006, misi utamanya adalah sebagai penyeimbang berita-berita kaum muslimin dan jihad internasional yang selama ini didominasi media Barat.”
M Jibriel dengan tegas mempertanyakan JPU :
“Dalam kaitan ini, kami ingin bertanya kepada JPU, apakah sikap dan tindakan kami memberi pencerahan kepada masyarakat luas seperti ini dikategorikan sikap dan tindakan seorang teroris yang kemudian harus dituntut di muka pengadilan dengan tuduhan pelaku teror seperti yang menimpa saya sekarang? Saya yakin, majelis hakim akan dapat menilai pernyataan saya ini secara adil dan obyektif, dan dengan demikian menolak segala tuduhan JPU yang mengaitkan kasus saya ini dengan terorisme.”
Kezaliman Densus 88 & Jerit Tangis Kaum Muslimin
Dalam pledoinya, M Jibriel juga menyoroti kezaliman Densus 88 yang tidak hanya dia rasakan, namun juga dirasakan oleh kaum Muslimin lainnya, dan juga keluarga korban kezaliman Densus 88. M Jibriel mengatakan :
“Saya menulis pledoi ini dengan perasaan risau dan dengan suasana batin yang mencekam. Di tempat saya ditahan sekarang, terdapat puluhan tahanan kasus teroris yang dalam kondisi sangat memprihatinkan. Di antara mereka terdapat seorang ibu muda, bernama Putri Munawarah, yang beberapa waktu lalu melahirkan bayinya di dalam tahanan. Ibu muda, istri dari tersangka teroris bernama Adib Susilo yang ditembak mati oleh Densus 88 dalam peristiwa penggerebegan di Solo, 17 September 2009, melahirkan bayinya tanpa disaksikan ayahnya. Keadaannya sungguh memilukan, karena dia ditahan bukan karena tindakan teror yang dilakukannya, melainkan karena dia istri dari seorang laki-laki yang disangka teroris. Tragisnya, berdasarkan sangkaan itu pula kemudian ia ditembak mati di depan anak-anak dan istrinya sendiri.”
“Selain ibu muda Putri Munawarah, di luar tembok penjara terdapat ratusan istri dan anak-anak mereka yang dibunuh dan dipenjara ayahnya karena sangkaan kasus teroris, merintih menahan keperihan ditinggal orang yang dicintainya. Pada saat bayangan-bayangan keluarga orang-orang yang dipenjara meliputi pikiranku, aku tenggelam dalam gelombang masa lalu dari sejarah perjuangan ummat Muhammad Saw. Rasulullah Saw pernah menyaksikan shahabatnya Amar bin Yasir dan kedua orang tuanya sedang disiksa; beliau tidak dapat berbuat apa-apa kecuali mengatakan kepada mereka: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, karena sesungguhnya balasan kalian adalah surga”.”
“Kemudian kurenungi masa kini yang kelabu. Ah, betapa banyak darah yang telah tertumpah, betapa banyak keluarga-keluarga yang dicerai-beraikan – suami-suami di renggut dari kasih sayang istri dan anak-anaknya – betapa banyak yang terlantar, baik pria, wanita, anak -anak serta mereka yang tidak memiliki kekuatan apapun. Betapa banyak anak-anak yang terbunuh atau terpenjara pada usia muda, yang tidak mengenal dan tidak dikenal oleh seorang manusiapun; siapa keluarga dan siapa pula ayah dan ibu mereka.
“Duhai … berapa banyakkah ibu-ibu yang merintih menahan duka nestapa bagi anak-anak mereka yang dizalimi karena agama? Terdapat begitu banyak ibu-ibu kehilangan suami, dan anak-anak kehilangan ayahnya. Mereka menanggung beban yang menikam-nikam kehidupannya. Anak-anak mereka merintih, tanpa dapat mengungkapkan rindu kasihnya pada ayah tercinta. Setiap kali petaka datang menerpa, terbayang langkah-langkah anggota Densus 88 mendatangi rumahnya untuk menahan mereka sebagai sandera, kendati demikian, ibu-ibu ini tak mengenal putus asa.”
Para pengunjung sidang, khususnya para Muslimah tak kuasa menahan haru mendengarkan penuturan M Jibriel. Apalagi saat M Jibriel membacakan senandung pelipur lara yang ditulis oleh seorang mujahid, Hasyim ar Rifai, yang berjudul “Senandung Janda Seorang Syahid Menina-bobokkan Putranya”, terdengar isak tangis haru pengunjung. Allahu Akbar!
Nasehat & Harapan Untuk Mejelis Hakim
Akhirnya, setelah dibacakan kurang lebih 2 jam lamanya, Pledoi M Jibriel diakhiri dengan sebuah harapan tertuju kepada majelis hakim agar dapat membebaskan dirinya dari jerat dan tuduhan jaksa dan menjatuhkan vonis hukum yang adil dan ringan di atas yang paling ringan.
M Jibriel juga menyisipkan nasehat kepada majelis hakim agar dapat berlaku adil dalam memutuskan vonis hukuman.
“Takutlah akan suatu hari nanti, dimana setiap orang akan dimintai pertanggung jawabannya, seperti tertera di dalam Al-Qur’an, bahwa kelak di akhirat: “Tiap-tiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (Qs. Al-Muddatsir, 74:38).”
“Tegakkanlah keadilan yang seadil-adilnya tanpa terpengaruh oleh intervensi dari kuasa elit politik yang ada di atasnya. Berusahalah untuk menepati firman Allah Swt untuk berlaku adil.”
Dalam bagian akhir pledoinya, M Jibriel juga menuntut dikembalikannya inventaris Ar Rahmah Media yang telah disita secara zalim oleh Densus 88, berupa lap top, CPU, dan beberapa berkas-berkas kantor. Pledoi ditutup dengan doa yang sangat menyentuh dan diamini oleh sebagian besar peserta sidang. Sidang akan dilanjutkan hari Selasa minggu depan, 1 Juni 2010 dengan agenda pembacaan pledoi dari kuasa hukum.
(M Fachry/arrahmah.com)
Download pledoi lengkap M Jibriel: http://www.mediafire.com/?glymuymnitd