Sehari setelah sidang perdana M Jibriel, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menggelar sidang keesokan harinya, yakni hari Rabu, 24 Februari 2010. Kali ini terdakwanya adalah Ali Abdullloh, warga Saudi Arabia yang dituduh menjadi penyumbang dana terorisme. Dalam sidang tersebut, Ali membantah menjadi penyumbang dana terorisme dan merasa dizalimi dengan tuduhan palsu tersebut.
Itu Uang Gaji saya
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di Rabu pagi (24/2) menggelar sidang Ali Abdulloh, warga Saudi Arabia yang diituduh menjadi penyandang dana terorisme di JW Marriot dan Ritz Calrton. Datang pukul 9 pagi dengan mengenakan kemeja lengan panjang berwarna pink dipadu dengan kopiah, Ali didampingi pengacaranya memasuki ruang tahanan sementara.
Dalam dakwaan jpu, Ali Abdulloh dituduh melanggar pasal (karet) 13 huruf a undang-undang no 15 tahun 2003 tentang terorisme. Isi dalam surat dakwaan yang dibacakan kepada Ali berbunyi : “Dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme,”
Dituduh seperti itu, Ali membantah :
“Saya orang miskin. Itu bukan uang saya. Itu uang gaji saya dari pemerintah (Arab Saudi). Saya bukan teroris,”
Dalam kesempatan di sidang perdana tersebut, Ali membenarkan berasal dari Arab Saudi. Ia mengaku datang ke Indonesia untuk berobat dan beristirahat. Ia sedang sakit dan telah tua, sebagaimana penuturan beliau : “Saya seorang pria yang telah tua dan dalam keadaan sakit. Saya datang ke Indonesia dengan niat untuk berobat dan beristirahat,” kata Ali membacakan rilisnya di ruang tahanan.
Uang Ditransfer Bertahap ?
Dalam sidang perdana Ali Abdulloh tersebut juga diungkapkan bagaimana caranya dana untuk aksi bom JW Marriot didapat. Dalam surat dakwaan sebanyak 11 halaman diuraikan peristiwa uang yang mengalir dari Ali ke almarhum Saefudin Zuhri selaku koordinator saat peledakan bom. Uang tersebut diberikan Ali ke Saefudin Zuhri dengan cara ditransfer secara bertahap.
Selain didakwa melanggar undang-undang terorisme, Ali juga didakwa melanggar undang-undang tentang keimigrasian. Ali dianggap telah menyalahgunakan visa kunjungan yang dimilikinya dengan mencoba membuka tempat usaha di Indonesia.
“Perbuatan terdakwa melanggar pasal 50 undang-undang nomor 9 tahun 1991 tentang Keimigrasian,” jelas dakwaan tersebut.
Di akhir sidang, Ali menyampaikan bahwa dia merasa dizalimi dengan diituduh sebagai teroris. Dia juga mengaku menentang tindakan aksi terorisme dan melawan perbuatan aksi tersebut. Ali juga menyatakan bersyukur jika pemerintahan Saudi bisa membantu kasusnya. Wallahu’alam bis showab!
(M Fachry/diolah dari berbagai sumber/arrahmah.com)