JAKARTA (Arrahmah.com) – Sidang judicial review (JR) tentang sejumlah pasal zina dan homoseksual di Mahkamah Konstitusi(MK), Senin (01/8/2016), menampilkan fakta-fakta yang mengerikan.
Adalah dr. Dewi Inong Sp.PK, yang menampilkan fakta-fakta tentang merebaknya berbagai penyakit kelamin di Indonesia, dalam bentuk angka statistik dan foto-foto yang mengerikan dan menjijikkan. Bukan hanya AIDS, tetapi juga berbagai penyakit kelamin yang belum ditemukan obatnya. Begitu mengerikan fakta dan foto yang ditampilkan, sampai Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar menyarankan agar fakta-fakta tersebut disosialisasikan ke tengah masyarakat.
Berdasarkan temuannya di lapangan, Dokter Dewi pun menegaskan, bahwa pnyakit-penyakit kelamin yang mengerikan itu memang merebak karena perzinahan dan homoseksualitas.
“Karena itulah, saya mendukung para pemohon, agar ada perubahan redaksional terhadap pasal tentang zina dan homoseksual dalam KUHP. Itu perlu, agar ada kepastian hukum tentang zina dan homoseksual sebagai tindak pidana,” kata Doker Inong.
Pada kesempatan yang sama, para pemohon juga mengajukan Dr. Adian Husaini dan Dr. Neng Jubaidah sebagai saksi ahli dalam bidang pendidikan dan hukum keluarga.
Sejalan dengan Dokter Inong, Adian menyampaikan data-data tentang perlunya bangsa Indonesia punya kepastian hukum tentang masalah zina dan homoseksual.
“Kepastian hukum itu diperlukan agar berbagai pihak tidak semena-mena dan sangat leluasa dalam mempromosikan zina dan praktik homoseksual,” kata Adian yang juga Ketua Program Doktor Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Menurut Adian, anak-anak mulai bersikap kritis, mengapa zina tidak boleh untuk anak-anak, tetapi boleh untuk orang dewasa.
“Mereka pikir bisa nunggu dewasa untuk bisa berzina atau ada yang merasa sudah mampu berzina. Toh, tidak ada sanksi hukum apa-apa,” kata Adian.
Adian juga menyatakan mendukung JR yang dilakukan para pemohon, setidaknya ada perangkat hukum yang bisa menghambat penyebaran kampanye dan praktik legalisasi zina dan homoseksual.
“Sungguh perubahan pasal-pasal itu saat ini sudah sangat mendesak, meskipun belum mendekati ideal. Setidaknya, itu untuk mencegah kerusakan yang lebih besar lagi,” kata Adian.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, sejumlah akademisi dan cendekiawan Indonesia memperjuangkan perubahan pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dinilai memberikan keleluasaan kaum homoseksual untuk melaksanakan praktik seksual yang menyimpang.
Pasal 292 KUHP berbunyi: “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
Perjuangan itu dilakukan melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Para akademisi dan cendekiawan itu memohon kepada MK agar menghapus frasa “dewasa” dan frasa “yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa” pada pasal 292 KUHP, sehingga perbuatan cabul sesama jenis diperluas tanpa melihat batasan usia.
Artinya, siapa saja yang melakukan perbuatan cabul sesama jenis (homoseksual/lesbian) — apakah dengan anak-anak atau dewasa – sudah seharusnya dihukum penjara paling lama lima tahun.
Hukuman ini masih sangat lunak jika dibandingkan dengan hukuman bagi kaum homo dalam syariat Islam, yakni pelaku kejahatan seksual jenis ini wajib dihukum mati.
Untuk itulah, AILA Indonesia bersama 12 (dua belas) pemohon, didampingi tim kuasa hukum Indonesia Beradab, melakukan Uji Materiil (JR) terhadap pasal tentang homoseksual dan juga pasal-pasal terkait perzinaan, perkosaan dan perbuatan cabul sesama jenis, yaitu pasal 284, 285 dan 292 KUHP.
Pasal-pasal tersebut dinilai sudah tidak sejalan dengan nilai-nilai moral dan agama serta budaya sebuah bangsa yang beradab.
Untuk melaksanakan proses terkait dengan uji materiil tersebut, AILA Indonesia bersama dengan 12 (dua belas) orang pemohon, yang terdiri dari para akademisi, cendekiawan, dan pecinta keluarga, telah menunjuk kuasa hukum yang tergabung ke dalam Tim Kuasa Hukum Indonesia Beradab. Tim kuasa hukum ini terdiri dari 36 (tiga puluh enam) orang advokat.
Persetujuan MK terhadap permohonan uji materiil ini menjadi sangat penting karena akan membentuk norma hukum baru terkait dengan konsep perbuatan cabul sesama jenis (homoseksual), perzinaan, dan perkosaan. Selain itu, Masyarakat Indonesia dapat terlindungi hak-hak konstitusional serta hak dasar kemanusiaannya. Menurut AILA Indonesia, langkah yang ditempuh ini dapat memberikan solusi dalam kepastian hukum untuk sebuah persoalan besar yang sedang melanda bangsa dan Negara Indonesia.
(ameera/arrahmah.com)