(Arrahmah.com) – Kenyataan yang diterima dan semua bangsa yang merdeka sepakat bahwa membantu para penjajah pada saat penjajahan di tanah airnya sendiri adalah bukan hanya sebuah pengkhianatan kepada rakyatnya sendiri melainkan juga sebuah kejahatan yang tidak bisa dimaafkan.
Sejarah dunia penuh dengan bukti bahwa orang-orang yang telah mendukung para penyusup melawan agama mereka, budaya dan martabat bangsa mereka adalah selalu memalukan. Hal itu selalu dianggap sebuah penghinaan dan aib bagi generasi di masa yang akan datang.
Ketika Shah Shuja dinobatkan oleh Inggris pada 17 Agustus 1839, dia menghadapi perlawanan tangguh dari rakyat Afghan. Bangsa Afghan menyatakan perang suci (jihad) melawan bangsa Inggris. Di utara Kabul, Mujahid Mir Masjidi Khan dan Sultan Muhammad Najrabi, dari selatan Kabul Abdullah Khan Achakzi dan Aminullah Logari dan Sardar Muhammad Akbar Khan, putera Amir Dost Muhammad Khan, bersama Mujahidin mereka membunuh Dr. McNaughton pada 23 September 1841.
Pada 27 April 1978, ketika mantan Uni Soviet membawa para Komunis berkuasa, massa (rakyat Muslim Afghan) melawan dan menyatakan perang suci (jihad) terhadap mereka. Pada saat itu, setiap pejabat di pemerintahan Kabul termasuk polisi dan militer (juga) adalah target Jihad, karena mereka mendukung orang-orang kafir itu. Jelaslah bahwa pada saat itu polisi dan tentara tidak dibayar oleh Uni Soviet tidak juga oleh rezim Komunis, melainkan mereka direkrut oleh para komunis dengan penuh ancaman.
Pada 7 Oktober 2001, ketika orang-orang Amerika dan sekutu-sekutu mereka menginvasi Afghanistan, bangsa Afghan sekali lagi menghunuskan pedang-pedang mereka dan memasuki medan Jihad. Mereka mengalahkan para penjajah yang sekarang hendak melarikan diri. Sebagian besar dari para penyusup itu telah mempersiapkan jadwal mereka untuk keluar (dari Afghanistan). Para budak yang tulus dari para penjajah itu juga sedang berusaha untuk membangun kembali realibilitas mereka yang telah hilang di tengah-tengah rakyat.
Adalah sebuah penyesalan bahwa antek-antek Amerika itu menyebut diri mereka sendiri sebagai Mujahidin dan mengharapkan penghormatan dari rakyat. Memang fakta bahwa rakyat kami menghormat Mujahidin, tetapi di satu sisi Mujahidin (Imarah Islam) adalah satu-satunya yang berperang melawan orang-orang kafir, bukan orang-orang yang berada di bawah komando para aggressor dan memerangi rakyatnya sendiri.
Ada perbedaan yang besar antara bunuh diri dan operasi/serangan syahid (amaliyah istisyhadiyah), karena bunuh diri adalah membunuh diri sendiri dan operasi syahid adalah mencari kesyahidan. Alasan dibalik bunuh diri adalah frustasi hidup (karena masalah yang dialami -red) sedangkan mencari kesyahidan sebenarnya mencari keridhoan Allah. Hal itu untuk meninggikan kalimatullah dan memperkuat kaum Muslimin. Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti musuh, membunuh mereka dan akhirnya mengalahkan mereka.
Ada bukti berulang kali di dalam Kitab Suci Al-Qur’an untuk serangan syahid , sunnah dari Nabi Muhammad (shalallahu ‘alaihi wa sallam), perkataan dan perbuatan para sahabat (radhiallahu ‘anhum). Berbagai kitab telah menulis topik ini, yaitu Al-Amaliyat Al-Istisyhadiyah Fi Al-Mizan Al-Fiqhi karya Syaikh Nawaf Hail Takruri dan Al-Adillah Al-Syar’iyah fi Jawaz Al-Amaliyat Al-Istisyhadiyah karya Syaikh Ali Bin Nayif As-Syahud.
Sejumlah Ulama juga telah memberikan fatwa yang menyetujui operasi/serangan syahid (amaliyah istisyhadiyah). Beberapa sebagai berikut:
- Syaikh Nasir Alumar
- Syakh Ibnu Jibrin
- Syaikh Sulaiman al-‘Alwan
- Yusuf bin Salih al-Ayiri
- Abu Ishaq al-Huwaini
- Hamud Bin Aqla al-Syu’aibi
- Syaikh Nasiruddin al-Albani
- Dr. Yusuf Qardhawi
Di sisi lain, para Ulama tersebut menempatkan persyaratan yang ketat terhadap Amaliyat Istisyadiyah. Syarat pertama adalah besarnya target dan menjauhkan diri dari korban publik. Oleh karena itu, dalam semua pesan Amirul Mukiminin (Mullah Umar Mujahid), berulangkali mengingatkan kepada Mujahidin untuk tidak menyebabkan korban publik (menjauhkan diri dari korban publik) dan berhati-hati dalam memilih target. Tetapi seringkali musuh licik kami dan antek-antek mereka meledakkan bom di tengah-tengah rakyat dan kemudian menyalahkan Mujahidin atas perbuatan itu. Mereka juga telah melakukannya di negara-negara lain.
Hal yang disesalkan bahkan tidak adil adalah bahwa orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai Mujahidin, bahkan tidak membicarakan tentang Jihad dalam pertemuan-pertemuan mereka. Mereka tidak merenungkan cara-cara dan sarana untuk mengakhiri agresi ini. Mereka tidak mengatakan apapun tentang kekejaman musuh terhadap rakyat. Sebaliknya mereka tidak pernah bosan memfitnah Mujahidin yang telah memberikan pengajaran yang mengandung peringatakan kepada para musuh yang raungannya didengar di seluruh dunia.
Imarah Islam Afghanistan
(siraaj/arrahmah.com)