JAKARTA (Arrahmah.com) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengatakan tuduhan terhadap umat Islam sebagai kelompok intoleran dan anti kebhinekaan sungguh menyakitkan hati.
Padahal, lanjutnya,, jasa dan peran umat Islam sangatlah besar dalam penegakan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Bahkan, sejak masa perlawanan terhadap penjajahan hingga perjuangan menegakkan kemerdekaan.
Begitu pula, kehidupan nasional Indonesia yang relatif stabil dari dulu hingga sekarang adalah karena toleransi tinggi umat Islam yang hidup berdampingan rukun dan damai tanpa memandang suku, agama, ras, dan (antar) golongan. Tidak dapat dibayangkan keadaan Indonesia jika umat Islam tidak toleran,” ungkap Din melalui keterangan tertulisnya, sebagaimana dilansir Okezone, Ahad (7/5/2017).
Mantan Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan, kelompok umat Islam yang juga didukung elemen-elemen lain memprotes penistaan agama adalah karena penistaan itu mengganggu kerukunan dan menggoyahkan kebinekaan. Mereka menggugat ketidakadilan ekonomi karena itu bertentangan dengan Sila Kelima Pancasila.
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa mereka menggugat ketidakadilan hukum adalah karena negara kita adalah negara berdasarkan hukum,” ujar Din.
Dengan kenyataan seperti itu, Din mempertanyakan siapa sebenarnya yang intoleran dan anti kebhinekaan? Apakah pihak yang memprotes penistaan terhadap pihak lain karena mengganggu kerukunan, dan menggugat ketidakadilan ekonomi dan hukum.
“Atau justru pihak yang mendukung pengganggu kerukunan dan anti kebhinekaan dengan memasuki wilayah keyakinan orang lain, serta mendukung (atau didukung oleh) para pemilik modal yang karena kekayaannya ingin mendiktekan kehidupan nasional sambil berkecak pinggang atas penderitaan mayoritas rakyat?” papar Din.
Dia menjelaskan, saat ini adalah saatnya untuk menegakkan kerukunan sejati, bukan kerukunan semu yang mendukung penghinaan terhadap pihak lain, apalagi kerukunan rancu dengan menuduh pihak pemrotes penghinaan terhadap pihak lain sebagai intoleran dan anti kebhinekaan.
“Saatnya nalar bangsa dijernihkan, saatnya nurani bangsa diputihkan, dari kecenderungan manipulasi dan pemutarbalikan fakta. Katakanlah, jika kebenaran tiba, kebatilan akan sirna (QS 17:81),” tutup Din.
(ameera/arrahmah.cm)