(Arrahmah.com) – Parthenon adalah kuil peninggalan peradaban kuno yang kini menjadi ikon wisata Yunani. Nyaris setiap orang yang pelesir ke ”Negeri Dewa-Dewi” itu tak ingin melewatkan kesempatan untuk singgah di kota Athena sekadar ingin menyaksikan Parthenon.
Parthenon yang dibangun pada tahun 447 Sebelum Masehi masih berdiri megah di pusat Kota Athena, tepatnya di puncak Bukit Acropolis, Yunani. Pada masa lalu, bangunan itu digunakan sebagai tempat pemujaan Dewi Athena.
Meski begitu, tak banyak yang tahu jika dahulunya Kuil Parthenon pernah berfungsi sebagai masjid yang aktif digunakan kaum muslimin untuk beribadah.
Pada tahun 1458 Yunani pernah tunduk dalam wilayah kekuasaan Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Mahmud II. Pada masa awal pemerintahan Turki Utsmani di Athena tahun 1460 hingga tahun 1687, Kuil Parthenon di Akropolis ternyata difungsikan menjadi masjid yang megah, lengkap dengan menara tinggi di sisinya.
Yunani pernah 371 tahun hidup dalam wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmani namun tidak mengenal bangunan masjid. Maka setelah itu dimulai juga pembangunan masjid dan fasilitas umum lainnya dengan model dan asritektur persis sebagaiman ada pada kota-kota di Turki.
Pada tahun 1669, Evylia Celebi seorang ulama Turki yang terpandang, hadir di Athena dan menuliskan dalam catatan perjalanannya bahwa setidaknya ada tujuh masjid yang berdiri megah di kota itu, selain itu juga berdiri satu madrasah, tiga sekolah, dua hotel dan tiga pemandian umum.
Pada 1687, Parthenon menjadi pusat sebuah tragedi yang mengubah struktur bangunan itu untuk selamanya.
Kala itu, ia terjebak di tengah Perang Turki Besar (Great Turkish Wars).
Pertempuran tersebut berlangsung selama 16 tahun, dari 1683 hingga 1699, antara Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman) melawan kekuatan-kekuatan besar Eropa yang tergabung dalam Liga Suci.
Serangan pasukan Venesia yang dipimpin Jenderal Francesco Morosini pada 1687 menghancurkan Masjid Parthenon yang juga digunakan sebagai tempat penyimpanan amunisi.
Saat serdadu Venesia mengepung Acropolis, pihak Turki berlindung ke bukit itu. Sebagai bagian dari strategi, mereka menyembunyikan bubuk mesiu di dalam Parthenon, dengan harapan pihak lawan tak bakal tega menyerang warisan sejarah tersebut.
Seperti dikutip dari Gizmodo, setelah penyerangan yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut, sebuah mortar mengenai Parthenon dan meledakkan mesiu yang ada di dalamnya pada 26 September 1687.
Catatan sejarah menyebut 300 orang tewas akibat kebakaran yang dipicu ledakan mortar dan bahan peledak yang disimpan dalam kuil kuno itu. Acropolis pun terbakar hebat selama dua hari setelahnya.
Masjid Parthenon juga hancur. Seperti dikutip dari World Bulletin, karena rusak parah, rumah ibadah itu tak dibangun lagi setelahnya.
Sebagai gantinya dibangun masjid yang lebih kecil di dalam reruntuhan tersebut. Namun, masjid pengganti tersebut tak lagi bersisa saat ini. Bangunan itu dihancurkan setelah Yunani merdeka.
Jadi selama lebih dari 200 tahun atau dua abad, Parthenon yang menjadi simbol kejayaan dewa-dewa dalam mitos Yunani ternyata pernah menjadi tempat kaum muslimin rukuk dan sujud mentauhidkan Allah SWT. Sayangnya, pada tahun 1687 terjadi penyerangan dari Venesia yang mengakibatkan Parthenon dengan masjid megahnya hancur.
Kemudian setelah itu masih didirikan lagi sebuah masjid kecil sebagai penggantinya, tepat juga di sisi Parthenon dan bertahan hingga tahun 1844, sebelum dihancurkan oleh pemerintahan baru Yunani yang telah merdeka. Dan hari ini jika kita memandang Akropolis dengan bekas-bekas kuil Parthenon yang megah, nyaris tidak tersisa sama sekali bahwa dahulu di sana berdiri sebuah masjid.
Beberapa bangunan masjid masa Turki Usmani masih tersisa hingga hari ini. Ada masjid Mustofa Agha yang didirkan pada tahun 1700-an, ada masjid Fethiye yang jauh berdiri sejak awal masa kedatangan Turki di Yunani, serta ada juga masjid Tzistarakis yang ada di tengah pusat daerah wisata Monastiraki, Athena, didirikan pada 1759. Semuanya masih tegak berdiri dengan ornamen dan arsitektur khas Turki Utsmani. Hanya saja saat ini di bawah pengelolaan kementrian kebudayaan Yunani, sebagian diubah menjadi museum seni, sebagian lagi untuk penyelenggaraan acara-acara budaya dan kesenian.
(fath/arrahmah.com)