BEIRUT (Arrahmah.id) – Seorang juru bicara militer “Israel” pada Sabtu (28/9/2024) mengatakan bahwa Hassan Nasrallah, sekretaris jenderal kelompok Hizbullah Lebanon tewas dalam sebuah serangan udara besar-besaran di pinggiran selatan Beirut.
Nasrallah dilaporkan tewas dalam serangan udara yang “intens dan belum pernah terjadi sebelumnya” pada Jumat malam oleh jet tempur F-35 “Israel” ke sebuah target di lingkungan Haret Hreik, benteng utama Hizbullah di Beirut selatan.
Tak lama setelah serangan itu, juru bicara militer “Israel” Daniel Hagari mengatakan bahwa serangan tersebut menargetkan markas utama Hizbullah, yang diklaim dibangun di bawah bangunan sipil, lansir Anadolu.
Nasrallah telah lama menjadi target yang sangat berharga bagi “Israel” karena kepemimpinannya atas Hizbullah, salah satu musuh militer utama Tel Aviv.
“Israel” telah melakukan beberapa kali upaya untuk membunuhnya dalam konflik-konflik bersenjata sebelumnya, namun semuanya gagal.
Pemimpin Hizbullah ini telah terdaftar sebagai teroris internasional sejak tahun 1995 oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, yang menawarkan hadiah hingga $10 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan atau lokasinya.
Siapakah Hassan Nasrallah?
Hassan Nasrallah lahir pada 31 Agustus 1960, di desa Bazouriyeh, dekat Tyre di Lebanon selatan.
Ia menikah dengan Fatima Yassin, dan mereka memiliki lima orang anak: Hadi, Zeinab, Mohammad Jawad, Mohammad Mahdi, dan Mohammad Ali.
Anak sulungnya, Hadi, terbunuh dalam bentrokan dengan tentara “Israel” di Lebanon selatan pada 1997.
Nasrallah menerima pendidikan agama di seminari Syiah di Lebanon, Irak, dan Iran. Dia bergabung dengan Gerakan Amal di sekolah menengah dan naik ke biro politik pada 1979.
Pada tahun 1982, di tengah ketidaksepakatan tentang bagaimana cara melawan invasi “Israel” ke Lebanon, Nasrallah dan yang lainnya meninggalkan Amal dan bergabung dengan Hizbullah, sebuah kelompok yang baru saja dibentuk. Ia ditugaskan untuk memobilisasi para pejuang di Lembah Bekaa.
Pada tahun 1985, Nasrallah pindah ke ibu kota Beirut dan menjadi wakil kepala daerah. Kemudian, ia mengambil peran sebagai kepala eksekutif, yang bertugas mengimplementasikan keputusan Dewan Syura kelompok tersebut.
Kepemimpinan Hizbullah
Nasrallah menjadi sekretaris jenderal Hizbullah pada 16 Februari 1992, setelah pembunuhan pendahulunya Abbas al-Musawi dalam sebuah serangan udara “Israel”.
Di bawah kepemimpinan Nasrallah, Hizbullah melancarkan serangkaian operasi strategis melawan “Israel”, yang berpuncak pada penarikan pasukan “Israel” dari Lebanon selatan pada tahun 2000 setelah pendudukan selama 22 tahun.
Pada tahun 2004, ia memainkan peran kunci dalam menegosiasikan pertukaran tahanan besar-besaran dengan Israel, yang berujung pada pembebasan ratusan tahanan Lebanon dan Arab.
Perannya dalam mengamankan penarikan “Israel” dari Lebanon selatan secara lokal membuatnya mendapat gelar “pemimpin perlawanan”, terutama setelah konfrontasi Hizbullah dengan “Israel” selama Perang Lebanon 2006.
Pidato-pidatonya yang berapi-api dan komitmennya untuk membalas serangan “Israel”, terutama dalam membela warga Palestina, semakin meningkatkan popularitasnya di seluruh dunia Arab dan Islam.
Namun, popularitas Nasrallah menurun karena dukungan Hizbullah terhadap rezim Suriah melawan pasukan oposisi selama perang saudara yang sedang berlangsung di Suriah, yang pecah pada tahun 2011.
Popularitasnya kembali meningkat setelah operasi “Banjir Al-Aqsa” yang diluncurkan oleh faksi-faksi Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam, terhadap permukiman “Israel” di dekat Gaza pada 7 Oktober 2023.
Serangan “Israel” ke Gaza, yang kini mendekati ulang tahun pertamanya, telah mengakibatkan lebih dari 137.000 orang Palestina menjadi korban.
Nasrallah mengumumkan pembukaan “front di Lebanon selatan untuk mendukung perlawanan Palestina,” dan bersumpah dalam beberapa pidatonya bahwa upaya ini akan tetap aktif sampai perang di Gaza berakhir.
Pembunuhannya terjadi ketika Prancis dan Amerika Serikat meningkatkan upaya untuk menengahi gencatan senjata sementara selama 21 hari antara “Israel” dan Hizbullah, yang bertujuan untuk membuka jalan bagi solusi diplomatik di kedua front di Libanon dan Gaza. (haninmazaya/arrahmah.id)