Oleh: Mahrita Julia Hapsari, M.Pd*
(Arrahmah.com) – Dunia sedang ramai memberikan perhatian pada kematian seorang George Floyd. Seorang warga negara Amerika yang berkulit hitam. Aksi solidaritas dilakukan sebagai bentuk penolakan atas tindakan rasisme.
Namun dunia menutup mata atas aksi rasisme yang dilakukan bangsa Yahudi atas muslim Palestina. Padahal aksi kekerasan itu sudah berlangsung bertahun-tahun dan menyebabkan kerusakan kota hingga pertumpahan darah di umat muslim.
Saat ini, Israel sedang berusaha menganeksasi tepi Barat. Padahal wilayah Palestina sudah sangat sempit, disekat dan diisolasi oleh internasional melalui perpanjangan tangan zionis Israel. Tersisa jalur gaza dan tepi Barat. Di situ pun telah bercokol tentara Israel yang setiap saat bisa menyerang muslim Palestina.
Selama ini, dunia internasional “memaksa” Palestina untuk melakukan perjanjian damai dengan Istael. Aksi penyerangan Israel yang berkali-kali ke jalur Gaza, diselesaikan dengan gencatan senjata. Dan jika aneksasi Tepi Barat terlaksana, ada ancaman dari presiden Palestina untuk menghapus segala perjanjian damai dan melakukan perlawanan kepada Israel.
Amerika, negara pengusung ideologi kapitalisme secara terang-terangan mengakui negara Israel dan menjadikan Yerussalem sebagai ibukota Israel. Ditandai dengan meletakkan kantor kedutaan Amerika di Yerussalem. Jadi, jangan tanya di mana dewan keamanan PBB saat Palestina dibombardir. Karena PBB juga dikendalikan oleh Amerika.
Lalu apa yang dilakukan oleh kepala negara muslim yang lain atas rencana aneksasi Israel? Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Tetap, telah menyurati 40 negara untuk menolak aneksasi Tepi Barat. Uni Emirat Arab (UEA) mengancam hubungan Israel menjadi tidak normal jika memaksa aneksasi.
Apakah Israel takut? Tentu tidak. Israel jelas berpengalaman soal perjanjian damai, gencatan senjata, kemudian mengkhianatinya. Berkali-kali mengambil paksa wilayah Palestina hingga sesempit sekarang. Dan berkali-kali Israel dikecam oleh dunia, tapi tetap menyerang Palestina dan mencaplok wilayahnya.
Tak ada langkah nyata dari para pemimpin negeri muslim. Hanya bisa mengecam dan mengutuk. Paling jauh, hanya mengirimkan pasukan perdamaian yang menjaga di perbatasan. Atau bantuan kemanusiaan.
Jika dianalogikan, Palestina seperti saudara kita yang terkurung di dalam rumah bersama penjahat. Yang kita lakukan justru menjaga rumah itu sehingga si penjahat tidak keluar dan terus menyakiti saudara kita. Setiap kali saudara kita luka dan berdarah, kita kirimkan bantuan obat-obatan untuk mengobatinya. Tapi si penjahat tetap berada di dalam rumah dan terus menyakiti saudara kita. Sungguh sangat kejam.
Israel tak takut pada negeri-negeri muslim. Karena saat ini kita tak bersatu dalam satu kepemimpinan dan negara. Kita disekat oleh batas-batas imajiner bernama nasionalisme yang dibuat penjajah. Sekat-sekat ini yang mencerabut ukhuwah Islamiyah kita dan berpikir serta merasa hanya di sekitar batas teritorial. Akhirnya, kemampuan, kekuatan, dan potensi kita pun dikebiri. Dan jadilah kondisi kaum muslimin selalu terburuk.
Padahal Allah Swt. telah menjadikan kita sebagai umat terbaik, dan akan dimenangkan atas agama yang lain. Syaratnya adalah berpegang pada tali agama Allah. Dalam realisasinya adalah dengan bersatu dalam naungan Daulah Khilafah yang menerapkan syariat Islam kaffah.
Khilafah didefinisikan sebagai sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Khilafah adalah perisai bagi kaum muslimin. Khilafah pula yang akan menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin.
Di bawah naungan Khilafah, seluruh potensi umat muslim akan menjadi kekuatan yang menggentarkan musuh-musuh Islam. Sebagaimana dulu pada masa kekhilafahan Sultan Abdul Hamid II. Padahal Daulah di masa kepemimpinannya berada dalam keadaan lemah.
Namun selemah-lemahnya Khilafah saat itu, tetap mampu mengusir Inggris yang mengiba meminta agar Palestina mau berbagi tanah dengan Israel. Dengan tegas, Khalifah Abdul Hamid II berkata: “Selama aku masih hidup, takkan kubiarkan satu inchi pun tanah Palestina untuk Yahudi”. Palestina pun hidup tenang selama masa kekhilafahan.
Masalah Palestina hari ini semestinya membuka mata kita untuk bersegera mengupayakan persatuan umat muslim dalam naungan Khilafah. Terlebih jika kita meyakini bahwa persatuan dan kemenangan umat muslim adalah janji Allah dalam QS. An-Nuur ayat 55. Juga bisyarah Rasulullah saw. bahwa akan datang masa kekhilafahan yang mengikuti metode kenabian. Dan hanya Allah dan Rasul-Nya yang tak pernah ingkar janji. Wallahu a’lam []
*)Praktisi Pendidikan
(ameera/arrahmah.com)