JAKARTA (Arrahmah.com) – BPJS Kesehatan mencatat sepanjang 2018 lalu sekitar 12 juta jiwa atau 39 persen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) tidak tertib membayar iuran. Adapun total PBPU mencapai 31 juta jiwa.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, untuk meningkatkan tingkat kolektabilitas atau penagihan iuran pihaknya berencana untuk melakukan penagihan secara door to door.
“Kami juga akan door to door untuk menagih tagihan,” bebernya dalam rapat gabungan di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (2/9/2019), lansir Kumparan.
Selama ini, lanjutnya, pihaknya melakukan self collecting dalam melakukan penagihan, misalnya seperti peringatan melalui SMS dan email. Namun cara tersebut memang diakuinya belum efektif.
“Kami akan melakukan 4 tahap (untuk menginvestigasi kepesertaan), yaitu sosialisasi langsung dan tidak langsung, menambahkan akses dalam pembayaran iuran, pengupayaan peserta mandiri tidak mampu membayar masuk dalam PBI APBN maupun APBD, dan mengadvokasi RS untuk memberikan hak pelayanan,” terangnya.
Sebenarnya, ujar Fahmi, pembayaran iuran sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 89/2013 tentang pengenaan sanksi administratif. Namun di dalamnya belum ada aturan spesifik yang mengatur sanksi keterlambatan iuran.
Sebelumnya, pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan hingga dua kali lipat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan peserta kelas mandiri I naik dari Rp80 ribu per bulan menjadi Rp160 ribu per bulan.
Lalu, kelas mandiri II naik dari Rp59 ribu per bulan menjadi Rp110 ribu dan iuran kelas mandiri III meningkat menjadi Rp42 ribu dari Rp25.500 per bulan.
Sri Mulyani menyebut tanpa kenaikan iuran, defisit BPJS Kesehatan tahun ini bisa mencapai Rp32,8 triliun.
(ameera/arrahmah.com)