JAKARTA (Arrahmah.id) – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengatakan siap untuk meletakkan jabatan ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), meski rangkap jabatan tidak dilarang dalam AD/ART NU.
“Saya siap mundur. Kalau sekarang disuruh mundur, jangankan MUI diminta, Rais Aam pun saya serahkan. Saya tidak ada kepentingan,” ungkapnya saat hadir di acara Halaqah Ulama dan Umara MUI Gresik, Sabtu (8/1/2022), lansir Sindonews.
Kebijakan rangkap jabatan berlaku sejak zaman KH Sahal Mahfudz dan KH Ma’ruf Amin. Keduanya, juga rangkap jabatan sebagai Rais Aam PBNU sekaligus ketua umum MUI.
Kiai Miftach menuturkan, dirinya menerima sebagai ketua umum MUI setelah dirayu hampir selama dua tahun. Bahkan ditolak berkali-kali.
“Saya tolak, saya katakan tidak. Tapi, setelah kira-kira satu tahun lebih, ada utusan PBNU menyampaikan salam dari Panglima TNI dan Kapolri, waktu itu dijabat Pak Hadi dan Pak Tito. Saya tanya, apa kirim salamnya? Dijawab, nagih janji. Saya bilang, saya janji apa,” ungkapnya.
Waktu itu, Kiai Miftach memilih tetap diam saja. Dia tidak bilang mengiyakan juga tidak menyatakan menolak. “Saya menjadi pendengar yang baik,” ujarnya.
Dia menambahkan, ketika menerima amanah sebagai ketua umum MUI itupun semua susunan kepengurusan sudah terisi. Mulai pengurus harian hingga dewan pertimbangan. Tinggal satu yang belum, yakni wakil sekretaris.
“Hanya satu yang sempat saya mengisikan (memilihkan). Saya tidak banyak mengenal pengurus sebelumnya yang dipilih itu siapa, masuk sudah diisi,” ujarnya.
Namun, dia sempat berbicara dengan KH Ma’ruf Amin sebagai ketua umum MUI sebelumnya untuk memasukkan beberapa nama sebagai pengurus. Akhirnya, usulan itu diterima.
“Itulah ceritanya. Kalau sekarang disuruh mundur, mundur. Saya tidak ada kepentingan. Kepada AHWA saya sampaikan, samikna wa athokna. NU diminta pun saya serahkan. Inilah yang ada, maka mohon doanya semua itu berjalan dengan baik,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.id)