DHAKA (Arrahmah.id) — Satu hari setelah partai milik Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina menang dalam pemilu, Amerika Serikat (AS) dan PBB menyuarakan keprihatinan atas kekerasan dan laporan penyimpangan saat hari pemungutan suara.
Washington mencatat bahwa pemilu Bangladesh tidak bebas atau tak adil, serta menyesalkan bahwa tidak semua partai berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Dalam sebuah pernyataan pers, Kementerian Luar Negeri AS mengatakan bahwa Washington masih prihatin dengan penangkapan ribuan anggota oposisi politik dan laporan penyimpangan di hari pemilu Bangladesh.
“Amerika Serikat memiliki pandangan yang sama dengan para pengamat lain bahwa pemilu ini tidak bebas atau adil, dan kami menyayangkan tidak semua pihak ikut berpartisipasi,” kata Kemenlu AS, seperti dikutip dari The Telegraph (9/1/2024).
Meski Liga Awami pimpinan PM Hasina memenangkan mayoritas kursi dalam pemilu parlemen pada 7 Januari lalu, Kemenlu AS mengatakan bahwa Washington mengutuk kekerasan yang terjadi selama pemilu dan bulan-bulan menjelang pemungutan suara.
“Kami mendorong Pemerintah Bangladesh untuk menyelidiki laporan kekerasan secara kredibel dan meminta pertanggungjawaban para pelakunya. Kami juga mendesak semua partai politik untuk menolak kekerasan,” ungkap Kemenlu AS.
Pihak kementerian menambahkan bahwa AS mendukung rakyat Bangladesh dan aspirasi mereka terhadap demokrasi, kebebasan berkumpul secara damai, dan kebebasan berekspresi.
“Ke depan, Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk bermitra dengan Bangladesh guna memajukan visi bersama kami untuk Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, untuk mendukung hak asasi manusia dan masyarakat sipil di Bangladesh, dan untuk memperdalam hubungan antar masyarakat dan ekonomi kita,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk meminta pemerintah Bangladesh yang baru terpilih untuk mengambil tindakan guna memperbarui komitmen mereka terhadap demokrasi dan hak asasi manusia.
Ia juga menyuarakan kekhawatiran atas dirusaknya pemilu Bangladesh oleh kekerasan dan penindasan terhadap kandidat serta pendukung oposisi.
“Dalam beberapa bulan menjelang pemungutan suara, ribuan pendukung oposisi ditahan secara sewenang-wenang atau menjadi sasaran intimidasi. Taktik seperti itu tidak kondusif bagi proses yang sesungguhnya,” sebut Turk.
Ia mencatat bahwa demokrasi “dimenangkan dengan susah payah” di Bangladesh dan “tidak boleh hanya sekedar hiasan.” Menggarisbawahi bahwa Bangladesh telah menjadi panutan dalam pembangunan, Turk berkata bahwa dirinya “sangat berharap hal ini akan diterapkan dalam bidang politik dan kelembagaan juga. Masa depan seluruh rakyat Bangladesh sedang dipertaruhkan.”
Pejabat PBB tersebut mencatat bahwa penangkapan massal, ancaman, penghilangan paksa, pemerasan dan pengawasan merupakan metode yang dilaporkan digunakan aparat penegak hukum Bangladesh sebelum pemilu, yang diboikot oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP).
Sekitar 25.000 pendukung oposisi telah ditangkap, termasuk para pemimpin penting partai BNP sejak Oktober, kata Turk. Setidaknya 10 pendukung oposisi dilaporkan tewas – atau terbunuh – dalam tahanan dalam dua bulan terakhir, meningkatkan kekhawatiran serius mengenai kemungkinan penyiksaan atau kondisi penahanan yang keras, lanjut petinggi PBB itu. (hanoum/arrahmah.id)