“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, jadi saksi dengan adil dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah, karena keadilan lebih dekat kepada takwa.” (QS. Al Maaidah 8).
Keadilan adalah kunci sukses segala sistem peradaban yang lahir dalan tatanan kehidupan. Tak ada seorang manusia pun atau sistem bagaimana pun yang mengesampingkan aspek keadilan dalam wacananya.
Setiap umat dalam berbagai kurun kehidupan senantiasa mendambakan tegaknya keadilan dalam bermasyarakat. Terlebih dalam kondisi umat yang sedang banyak ditimpa tindak kezhaliman dan kesewenag-wenangan seperti sekarang ini. Bahkan keadilan menjadi barang langka yang banyak didambakan semua makhluk.
Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah SWT. jelas-jelas menjadikan keadilan sebagai pilar penopang tegaknya serangkaian aturan Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan Allah SWT dalam ayat tersebut menjadikan tindak keadilan seseorang sebagai titik terdekat menuju insan berkualitas, yakni manusia yang bertakwa.
Memang agak sulit dibayangkan keadilan kehidupan akan terwujud dari manusia-manusia yang jauh dari nilai-nilai takwa. Justru kezhaliman dan keberingasan kehidupan lah yang terjadi jika kendali kehidupan terletak pada orang-orang yang durhaka.
Tak heran jika keadilan ini menjadi ciri yang sangat kental dari pendahulu-pendahulu pemimpin kaum Muslimin. As Samman dalam kitab al Muwafaqah pernah berkata: “Utsman bin Affan pernah berkata kepada budaknya, ”Karena aku pernah menjewer telingamu, maka kini jewerlah telingaku.” Karena budaknya itu hanya memegang telinga Utsman, maka Utsman berkata lagi, “Jewerlah yang keras, karena ini hanya sekedar hukuman setimpal di dunia, bukan hukuman setimpal di akhirat.”
Sikap menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan juga diperlihatkan ‘amirul mukminin ‘Ali bin Abi Thalib yang dengan lapang dada menerima kekalahan putusan persidangan sengketanya dengan seorang rakyat biasa yang didakwa mencuri baju besinya. Dalam Tarikhul Khulafa’i hal. 172 Imam As Suyuthi mengungkapkan, suatu ketika Khalifah Ali ra. berselisih perihal baju besinya yang hilang. Di pengadilan, sang sayyidina yang kepala negara tersebut duduk bersanding dengan seterunya, seorang Yahudi ahludz zhimmah, yang didakwa mencuri baju besi beliau. Di akhir sidang, Qadli memutuskan bahwa tuduhan Ali tertolak karena tidak cukup bukti. Dengan segenap kelapangan dada, sang Khalifah menerima “kekalahannya”. Kebencian terhadap suatu kaum sedikitpun tidak memperngaruhi pengadilan sang Qadhi.
Demikian pula tindakan ‘Ali ra. ketika mengurungkan niatnya membunuh musuh dalam peperangan dikarenakan orang tersebut meludahi muka beliau. Beliau urungkan membunuh orang tersebut karena khawatir tindakan yang dia lakukan atas kebencian karena ludah orang tersebut.
Terkait dengan momen di bulan Ramadhan, puasa yang sungguh insyaallah akan melahirkan manusia-manusia yang bertakwa (Al Baqarah 183) sebagai tonggak paling kokoh tegaknya keadilan hakiki dalam kehidupan ini. Semoga ibadah shaum yang kita lakukan kali ini benar-benar akan melahirkan manusia-manusia bertakwa sebagai pilar keadilan yang kita damba. Amin.
Ibadur Rahman
Arrahmah.Com/ Marhaban Ya Ramadhan