SRINAGAR (Arrahmah.com) – Kemarahan meningkat di Kashmir, kemarin (9/8/2019) terhadap keputusan India untuk mencabut status khusus wilayah mayoritas Muslim, kata penduduk dan pejabat, meskipun pihak berwenang melonggarkan beberapa pembatasan agar orang bisa salat Jum’at.
Berusaha untuk memperketat cengkeramannya di wilayah yang juga diklaim oleh negara tetangganya Pakistan, India minggu ini membatalkan status istimewa Kashmir dan mengizinkan orang yang bukan penduduk untuk membeli properti di sana.
Sejak Minggu (3/8) hubungan telekomunikasi telah diblokirkan, setidaknya 300 pemimpin ditahan dan pertemuan publik dilarang, serta penduduk diisolasi di rumah mereka.
“They are thinking that they will be able to keep people suppressed,” said Owais, 29, a government employee who gave only his first name. “This strategy will backfire.” https://t.co/GJjTl85VIc#KashmirWantsFreedom #EndKashmirBlockade #Kashmir
— Shahid Tantray | شاہد تانترے (@shahidtantray) August 9, 2019
Gambar-gambar televisi menunjukkan lusinan orang berjalan di jalan-jalan Srinagar, kota utama di kawasan itu, untuk pertama kalinya minggu ini untuk salat di masjid-masjid yang dijaga ketat oleh polisi.
“Setiap kali kami berusaha menerima India, mereka telah memotong leher kami,” seperti tertera dalam sebuah poster dengan tulisan tangan di satu masjid, yang juga mendesak warga Kashmir untuk tidak menjual tanah dan mengadakan protes setelah sholat Ied pada hari Senin mendatang.
Para pemimpin di Kashmir telah memperingatkan bahwa membatalkan status khusus akan dilihat sebagai tindakan agresi terhadap orang-orang di negara bagian Himalaya itu, di mana lebih dari 50.000 orang tewas dalam pemberontakan 30 tahun melawan pemerintah India.
Tidak ada protes besar, kecuali pelemparan batu dalam beberapa hari terakhir, tetapi beberapa warga dan seorang pejabat kepolisian mengatakan kepada Reuters bahwa kebencian terhadap keputusan itu semakin tinggi di kalangan warga.
“Ada ketenangan sekarang … situasinya bisa di luar kendali,” kata pejabat polisi itu, yang menolak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang berbicara kepada media.
Polisi yang mengenakan pakaian anti huru hara dipasang setiap beberapa meter di sekitar masjid Masjid Jama di kawasan lama Srinagar. Seorang petugas mengatakan dia menghadapi serangan rutin dari para pemuda yang melempari batu.
Namun di New Delhi, juru bicara kementerian luar negeri Raveesh Kumar mengatakan pada bahwa Kashmir tenang dan ketidaknyamanan yang diungkapkan oleh rakyatnya hanya riak kecil yang hanya datang sesekali.
Secara terpisah, ia mengatakan kepada Reuters, “Di luar Srinagar segalanya benar-benar kembali normal.”
Kumar menambahkan, “Orang-orang menjalankan bisnis mereka, kendaraan normal. Jika kita yakin akan menjaga hukum dan ketertiban, saya pikir pembatasan itu akan cukup diterima dengan santai, saya yakin.”
Penasihat Keamanan Nasional India, Ajit Doval bertemu dengan gubernur Jammu dan Kashmir dan “menyatakan kepuasan mengenai situasi keseluruhan, yang pada umumnya, damai,” kata pemerintah negara bagian itu dalam sebuah pernyataan.
Ribuan tentara paramiliter tambahan membanjiri Kashmir, yang telah menjadi salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia, menjelang pengumuman perubahan status konstitusional Senin.
Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi juga memecah negara menjadi dua wilayah federal, satu langkah yang para pemimpin daerah deklarasikan sebagai penghinaan lebih lanjut.
Di sebuah gang sempit di belakang masjid Srinagar, Tariq Ahmed yang berusia 32 tahun memperingatkan serangan balasan terhadap pemerintah India setelah hal itu melonggarkan pembatasan pada pergerakan di kota.
“Jika mereka (pihak berwenang) menggunakan kekerasan pada warga Kashmir yang tidak bersenjata, kami juga akan bereaksi dengan kekerasan,” kata Ahmed, seorang pekerja universitas.
“Kami tidak percaya pada pemerintah India. Mereka harus membiarkan kami memprotes. Kalau tidak, satu-satunya pilihan adalah perjuangan bersenjata.”
Keputusan Modi akan menguntungkan Kashmir dan pemerintah akan bergerak untuk menciptakan lebih banyak peluang ekonomi, katanya dalam pidatonya, Kamis (8/8).
Komentar Modi tak bersambut di Kashmir.
“Mereka berpikir bahwa mereka akan dapat membuat orang tertekan,” kata Owais (29), seorang pegawai pemerintah yang hanya memberikan nama depannya. “Strategi ini akan menjadi bumerang.” (Althaf/arrahmah.com)