KABUL (Arrahmah.id) – Suhail Shaheen, kepala kantor politik Imarah Islam Afghanistan di Qatar, telah menyerukan pencabutan sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap para pejabat Imarah Islam menyusul pemberlakuan sanksi tersebut.
Kepala kantor politik Imarah Islam di Qatar mengatakan kepada Tolo News bahwa sanksi tersebut belum efektif dan harus dicabut sesegera mungkin.
Shaheen mengatakan: “Semua pembatasan yang menghalangi interaksi antara komunitas internasional dan Imarah Islam harus dicabut untuk membuka jalan bagi interaksi yang positif.”
Baru-baru ini, tim pemantau sanksi PBB mengatakan bahwa 61 pejabat senior “Taliban” masuk dalam daftar sanksi global, di mana 35 di antaranya adalah anggota kabinet dan pimpinan Imarah Islam, lansir Tolo News (12/7/2024).
Daftar tersebut termasuk pejabat senior Imarah Islam, termasuk Mullah Mohammad Hassan Akhund, Perdana Menteri Imarah Islam; Mullah Abdul Ghani Baradar, wakil perdana menteri untuk urusan ekonomi; Abdul Salam Hanafi, Wakil Perdana Menteri untuk Urusan Administrasi; Mawlawi Abdul Kabir, wakil politik Perdana Menteri; Amir Khan Muttaqi, pelaksana tugas Menteri Luar Negeri; Sirajuddin Haqqani, pelaksana tugas Menteri Dalam Negeri; Abdul Haq Wasiq, Direktur Direktorat Jenderal Intelijen; dan beberapa anggota Imarah Islam lainnya.
Selain itu, beberapa analis politik percaya bahwa sanksi ini akan berdampak negatif pada hubungan antara Imarah Islam dan komunitas internasional.
“Penerapan sanksi terhadap anggota senior Imarah Islam menciptakan kurangnya koordinasi antara Afghanistan dan PBB, dan semakin sanksi ini bertahan, semakin besar jarak antara Afghanistan dan Majelis Umum PBB,” kata Jannat Faheem Chakari, seorang analis politik, kepada Tolo News.
“Dalam hal ini, kita perlu melihat reformasi apa yang harus dilakukan di Afghanistan untuk membebaskan orang-orang ini dari sanksi, yang juga akan menguntungkan ekonomi Afghanistan,” kata Tariq Farhadi, seorang analis.
Sebelumnya, Zabihullah Mujahid, juru bicara Imarah Islam, mengatakan bahwa nama-nama 24 pejabat Imarah Islam masih ada dalam daftar hitam PBB dan Uni Eropa. Mujahid menggambarkan kegagalan untuk menghapus nama-nama pejabat Imarah Islam dari daftar hitam tersebut sebagai hal yang bertentangan dengan perjanjian Doha. (haninmazaya/arrahmah.id)