Shabiha disalahkan dalam pembantaian kaum Muslimin di Houla, namun siapakah yang membayar mereka dan siapakah yang memberi perintah?
“Wanita, anak-anak, dan orang tua telah ditembak mati,” ujar juru bicara Kementrian Luar Negeri rezim Suriah, Jihad Makdissi kepada wartawan pekan ini. “Ini bukan respon dari tentara heroik Suriah,” klaimnya.
Kemudian, siapa yang membunuh lebih dari 100 orang, termasuk 49 anak dengan darah dingin? Jawabannya tampaknya terletak dengan milisi bersenjata dari dekat desa Alawite yang dikenal dengan Shabiha, yang dalam bahasa Arab berarti hantu.
Istilah ini awalnya untuk geng penyelundup gelap yang tumbuh di sekitar kota pesisir Latakia pada tahun 1970-an dan kekebalan dari hukum datang dari hubungan mereka dengan suku dan desa keluarga penguasa Assad.
Shabiha ini berkembang di bawah pengawasan presiden Hafez al-Assad, ayah Bashar al-Assad. Pada tahun 1980, dengan tentara Suriah menduduki Lebanon dan ekonominya lumpuh oleh kekurangan barang, penyelundupan barang melintasi perbatasan Lebanon menjadi salah satu cara terbaik untuk menghasilkan uang.
Salah satu hasil dari ekonomi yang terlarang adalah tentara cadangan bekerja longgar, pemuda misiki dari sekte Syiah, Alawite yang telah terbukti berguna untuk rezim, membuat paranoid musuh.
Di daerah misik Mazzeh, barat Damaskus, kelompok pemuda, sebagian besar pria Alawite tinddal di akomodasi yang dibangun untuk mereka oleh Hafez al-Assad pada tahun 1980. Area tersebut dikenal dengan Mazzeh 86, setelah setahun mereka tiba dari pedesaan dengan janji makanan murah dan akomodasi bersubsidi.
Saat pemberontakan dimulai pada Maret 2011, jajaran yang disebut Shabiha ini membengkak, dan mereka mulai membayar utang mereka kepada rezim dengan melakukan banyak pekerjaan dan menekan perbedaan pendapat.
Ketika sekitar 20.000 orang datang untuk menghadiri pemakaman dadakan di Mazzeh pada Februari tahun ini, misalnya, itu adalah Shabiha yang menembaki para pengunjuk rasa, menurut demonstran yang diwawancarai oleh The Guardian.
Setiap kali pihak oposisi melaksanakan segala jenis rapat umum atau pemakaman di ibukota, sejumlah besar pria dan pemuda bersenjata mengenakan pakaian khaki muncul di jalan-jalan di dekatnya menunggu alasan untuk campur tangan.
Tapi di tengah kekacauan dan ketegangan sektarian revolusi Suriah di Homs, shabiha benar-benar memperlihatkan premanisme mereka. Mohammed, seorang aktivis, veteran oposisi di kota tersebut bertemu dengan Guardian pada Februari lalu mengatakan shabiha di Homs menemani tentara Suriah pada penggerebekan dan pos pemeriksaan, namun tampaknya memiliki kepemimpinan dan struktur komando tersebdiri dan menerima pemerintah dari pejabat yang tidak diketahui di tempat lain.
Ketika tentara menyerbu daerah pemberontak atau bergerak melakukan pencarian, shabiha bersama dengan mereka, kadang-kadang di bis, untuk meneror dan mencuri dari penduduk lokal yang sebagian besar Sunni.
“Mereka berpakaian hitam atau berpakaian sama dengan tentara, tetapi mengenakan pita kuning di bahu mereka,” ujar Mohammed pada 13 Mei lalu. Menurut Mohammed, shabiha pindak ke daerahnya di al-Shammas, dan melakukan pembantaian di sana, ia tidak tahu berapa yang tewas.
Karena jumlah mereka telah tumbuh dan ratusan warga Homs meninggalkan kota, jajaran shabiha meningkat, telah bergerak menjelajah seluruh pemukiman dan mencuri barang dan perabot dari rumah-rumah yang kosong. “Mereka tidak meninggalkan apapun di belakang,” ujar Mohammed. “Mereka seperti burung pemakan bangkai.”
Sekitar 90 persen dari ribuan shabiha di Homs, adalah berasal dari kelompok Alawite dari Homs dan sekitarnya dan apa yang mereka lakukan memperburuk ketegangan antara Sunni dan Syiah Alawite di kota itu.
Ini adalah bisnis. Tentara Pembebasan Suriah telah membunuh banyak shabiha, tapi lebih banyak lagi yang mengantri untuk menggantikan tempat mereka. Dengan ekonomi yang hancur, Alawite miskin membutuhkan uang, yang lainnya telah diyakinkan oleh argumen rezim bahwa negara mereka menghadapi konspirasi Al Qaeda, Negara-negara Teluk dan NATO.
Namun, siapa yang membayar dan memberi perintah? (haninmazaya/arrahmah.com)