INGGRIS (Arrahmah.com) — Sebanyak 27 pengungsi tewas saat menyeberangi laut yang memisahkan pantai selatan Inggris dan utara Prancis, atau yang dikenal dengan nama the Channel, pada Rabu (24/11/2021).
Mereka tewas usai perahu karet yang ditumpangi kempis. Kejadian ini disebut sebagai kecelakaan imigran terburuk yang pernah terjadi di perairan The Channel.
The Channel adalah salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, dengan arus yang terkenal kuat. Pelaku perdagangan manusia kerap kali memenuhi perahu karet hingga kelebihan beban, sehingga perahu-perahu itu hampir tidak bisa mengapung di lautan.
Tak banyak perahu kecil kelebihan beban yang mampu bertahan di perairan tersebut.
Sebelumnya, Prancis mengumumkan total korban tewas mencapai 31 orang. Akan tetapi jumlah tersebut direvisi menjadi 27 orang.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmain mengatakan, seperti dilansir The New York Times (24/11), dua imigran yang ditemukan selamat mengalami hipotermia akut.
Belum diketahui kewarganegaraan para imigran tersebut. Darmain menambahkan, empat pelaku perdagangan manusia yang diduga terlibat dalam insiden tersebut sudah diamankan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan, lembaga perbatasan Uni Eropa Frontex seharusnya mengupayakan lebih banyak pendanaan untuk melindungi perbatasan luar UE, dan mencegah lebih banyaknya imigran yang berlabuh di pantai utara Prancis.
Ia juga meminta penyelenggaraan rapat darurat menteri negara-negara Eropa untuk mendiskusikan masalah imigran ini.
“Prancis tidak akan membiarkan the Channel menjadi sebuah pemakaman,” tegas Macron.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyampaikan belasungkawa atas insiden fatal tersebut.
“Simpati dan pikiran saya menyertai para korban serta keluarganya … tetapi musibah ini menggarisbawahi betapa berbahayanya menyeberangi the Channel dengan cara ini,” ujar Johnson.
Menurut sejumlah nelayan, jumlah imigran yang berangkat dari perairan utara Prancis menuju Inggris pada Rabu (24/11) lebih banyak dari biasanya. Mereka memanfaatkan kondisi laut yang sedang tenang, meskipun suhu airnya sangat dingin.
Salah seorang nelayan bernama Nicolas Margolle mengatakan, di hari yang sama ia melihat dua perahu karet di perairan itu. Satu kapal diisi oleh penumpang, satu lagi tampak kosong.
Margolle mengatakan, nelayan lain menelepon layanan darurat usai melihat sebuah perahu karet yang kosong dan 15 tubuh manusia mengambang di air–entah dalam keadaan hidup atau sudah tak bernyawa.
Darmanin mengatakan, kapal kecil imigran tersebut sudah mengempis ketika tim penyelamat tiba di lokasi.
Meskipun Inggris dan Prancis menyalahkan para penyelundup atas insiden ini, sejumlah politik Prancis, termasuk Wali Kota Calais Prancis Natacha Bouchart turut menyalahkan Inggris.
Mereka mengatakan, Inggris seharusnya mengubah kebijakan imigrasi mereka. Lembaga-lembaga aktivis mengatakan, pengawasan yang lebih ketat justru membuat para imigran semakin nekat.
“Hanya menuduh para penyelundup adalah tindakan menyembunyikan tanggung jawab dari otoritas Inggris dan Prancis,” ujar kelompok pendukung pengungsi dan pencari suaka, l’Auberge des Migrants.
Sebelumnya, the Channel sudah berkali-kali menelan korban jiwa. Sebelum kecelakaan pada Rabu ini, total 14 orang tewas tenggelam dalam perjalanannya menuju Inggris. Kemudian, pada 2020 tujuh orang tewas dan dua menghilang. Sedangkan pada 2019, empat orang tewas. (hanoum/arrahmah.com)