HASAKAH (Arrahmah.id) — Setelah setahun rumahnya dibombardir koalisi internasional dan milisi Kurdi SDF, Ali Ibrahim al-Aboud (40), yang mengepalai 13 anggota keluarga, masih belum menerima uang pengganti. Ia terpaksa menyewa sebuah rumah kecil di lingkungan al-Zuhour seharga 100.000 SYP ($15,5), karena ia tidak dapat membangun kembali rumahnya.
Dilansir North Press Agency (21/1/2023), rumah Aboud hancur akibat serangan koalisi internasional dan milisi Kurdi SDF yang memburu anggota kelompok militan Islamic State (ISIS) yang kabur dari penjara Al Sina’a.
“Pada hari penyerangan penjara oleh ISIS, kami berkemas dan melarikan diri karena koalisi internasional dan SDF melakukan pengeboman dan penghancuran. Sepuluh hari kemudian, kami kembali dan menemukan bahwa tidak ada rumah lagi; mereka berubah menjadi tumpukan puing, ”katanya kepada North Press.
Al-Aboud, seperti banyak tetangganya, kekurangan sarana untuk membangun kembali rumahnya. “Tidak mungkin bagi saya untuk membangun rumah.… Ayah saya telah tinggal di rumah ini selama 50 tahun dan hancur dalam sekejap mata.”
Al-Aboud menekankan bahwa “tidak ada yang menawarkan kompensasi apa pun.”
Al-Aboud mengimbau Koalisi internasional 80 negara yang dipimpinan Amerika Serikat untuk memberi kompensasi kepada mereka yang terkena dampak operasi anti-ISIS.
“Saya menyerukan Koalisi Internasional yang menyaksikan penghancuran rumah kami agar memberi kami kompensasi. Kesalahan apa yang kami lakukan, mengapa rumah kami dihancurkan?” ujarnya.
Sebelumnya pada 20 Januari 2022, sekitar 300 militan ISIS menyerang penjara al-Sina’a untuk membebaskan ribuan militan yang ditahan di dalamnya.
Serangan ke penjara itu memicu pertempuran 10 hari antara koalisi internasional, SDF dan militan ISIS. Pertempuran meluas ke lingkungan al-Ghweiran, al-Zuhoor, al-Nashwa, dan al -Villat al-Hamr karena ratusan anggota ISIS berhasil melarikan diri dari penjara.
Pada 30 Januari 2022, SDF mengumumkan telah merebut kembali penjara tersebut. (hanoum/arrahmah.id)