TEHERAN (Arrahmah.id) — Otoritas Iran mengumumkan kampanye baru polisi moral, dimana satuan tersebut kembali berpatroli di jalanan 10 bulan setelah kematian seorang perempuan yang berada dalam tahanan, Mahsa Amini, menyulut protes besar di seluruh negeri.
Dilansir AP (17/7/2023), polisi moral sebagian besar mundur setelah kematian Mahsa Amini (22), pada bulan September tahun lalu, ketika otoritas berjuang mengendalikan protes massal yang menuntut penggulingan teokrasi yang berkuasa di Iran selama lebih dari empat dekade.
Protes-protes tersebut sebagian besar mereda awal tahun ini setelah tindakan keras yang menyebabkan lebih dari 500 demonstran tewas dan hampir 20.000 orang ditahan. Namun, banyak perempuan yang tetap tidak mengindahkan kode berpakaian resmi, terutama di ibu kota Teheran, dan kota-kota lainnya.
Polisi moral hanya terlihat jarang berpatroli di jalanan pada bulan Desember, bahkan ada beberapa laporan bahwa mereka telah dibubarkan, namun kemudian kabar itu dibantah.
Otoritas terus bersikeras selama krisis bahwa aturan-aturan tersebut tidak berubah. Para ulama Syiah penguasa Iran menganggap hijab sebagai salah satu pilar kunci revolusi Islam yang membawa mereka berkuasa, dan menganggap berpakaian lebih santai sebagai tanda kemunduran dan kebarat-baratan.
Hari Minggu, Jenderal Saeed Montazerolmahdi, juru bicara polisi, mengumumkan polisi moral akan kembali memberikan peringatan dan kemudian menahan perempuan yang tidak mengenakan hijab di tempat umum.
Di Teheran, anggota polisi moral dapat terlihat berpatroli di jalanan dengan menggunakan van.
Sabtu malam (15/7) polisi menangkap Mohammed Sadeghi, seorang aktor muda yang relatif tidak terkenal, dalam sebuah razia di rumahnya yang tampaknya ia siarkan melalui media sosial.
Sebelumnya, ia mengunggah video sebagai tanggapan atas video online lain yang menampilkan seorang perempuan ditahan oleh polisi moral. “Percayalah, jika saya melihat adegan seperti itu, saya mungkin akan melakukan pembunuhan,” ujarnya.
Situs web harian semi-resmi, Hamshahri, yang berafiliasi dengan pemerintah kota Teheran, menyatakan ia ditangkap karena mendorong orang untuk menggunakan senjata melawan polisi.
Kisruh tentang hijab menjadi seruan perlawanan yang kuat pada musim gugur tahun lalu, dengan peran perempuan sebagai pelaku utama dalam protes tersebut.
Demonstrasi tersebut dengan cepat meningkat menjadi tuntutan penggulingan para penguasa klerikal Iran, yang dituduh oleh para demonstran, terutama kaum muda, sebagai korup, represif, dan tidak mengerti keadaan.
Pemerintah Iran menyalahkan protes-protes tersebut sebagai konspirasi asing tanpa memberikan bukti konkret.
Beberapa selebriti Iran turut bergabung dalam protes tersebut, termasuk sutradara dan aktor terkenal dari industri film yang diakui di negara ini. Beberapa aktris Iran ditahan setelah muncul di tempat umum tanpa berhijab atau menyatakan dukungan terhadap protes.
Baru-baru ini, aktris Azadeh Samadi dilarang menggunakan media sosial dan dihukum oleh pengadilan untuk menjalani pengobatan psikologis karena “gangguan kepribadian antisosial” setelah ia muncul di pemakaman dua bulan lalu dengan mengenakan topi di kepalanya. (hanoum/arrahmah.id)