KASHMIR (Arrahmah.id) – Dua anak tewas dan lima warga sipil lainnya terluka dalam ledakan di sebuah desa di Kashmir yang diduduki India, sehari setelah penyerang menyemprotkan peluru ke arah deretan rumah di daerah yang sama, menewaskan sedikitnya empat orang, kata polisi.
Ledakan itu terjadi di dekat salah satu rumah yang ditargetkan pada Senin malam (2/1/2023) di desa Dhangri di distrik Rajouri selatan.
Seorang anak laki-laki berusia lima tahun dan seorang gadis berusia 12 tahun tewas dalam ledakan itu, kata para pejabat, menambahkan bahwa yang terluka sedang dirawat di rumah sakit, lansir Al Jazeera.
Pada Ahad malam, dua pria bersenjata tanpa pandang bulu melepaskan tembakan ke tiga rumah di Dhangri, kata petugas polisi Mukesh Singh kepada wartawan. Dia mengatakan empat warga sipil tewas dan lima lainnya luka-luka.
Polisi menyalahkan penyerang bersenjata yang melakukan dua serangan di Dhangri, yang dekat dengan Garis Kontrol militer yang membagi wilayah Himalaya yang disengketakan antara India dan Pakistan.
Tidak jelas apakah bahan peledak itu ditinggalkan oleh para penyerang yang menyerang pada Ahad malam. Pihak berwenang mendesak polisi dan tentara ke daerah itu dan sedang mencari para penyerang.
Dhangri adalah desa mayoritas Hindu dan semua korban dalam dua insiden tersebut adalah umat Hindu.
Ratusan orang berkumpul di Dhangri untuk memprotes pembunuhan pada Senin (2/1), meneriakkan slogan-slogan yang mencela para penyerang.
Mereka menjejerkan jenazah korban di alun-alun utama dan menolak untuk melakukan kremasi sambil menuntut administrator tertinggi New Delhi di wilayah tersebut, Manoj Sinha, mengunjungi desa tersebut.
Hampir tiga lusin orang di selatan kota Jammu juga memprotes pembunuhan yang dikutuk Sinha sebagai “serangan teror pengecut”.
“Saya meyakinkan orang-orang bahwa mereka yang berada di balik serangan keji ini tidak akan luput dari hukuman,” katanya.
Kemudian pada Senin, Sinha mengunjungi desa tersebut
India dan Pakistan masing-masing mengklaim wilayah Kashmir yang terbagi secara keseluruhan.
Pemberontak di Kashmir yang diduduki India telah berperang melawan pemerintahan New Delhi sejak 1989. Sebagian besar Muslim Kashmir mendukung tujuan pemberontak untuk menyatukan wilayah tersebut, baik di bawah pemerintahan Pakistan atau sebagai negara merdeka.
Pejabat India mengatakan sedikitnya 172 tersangka pemberontak dan 26 personel angkatan bersenjata tewas dalam pertempuran tahun lalu.
New Delhi secara teratur menyalahkan Pakistan karena mendukung para pemberontak, sebuah tuduhan yang dibantah oleh Islamabad, yang mengatakan itu hanya memberikan dukungan diplomatik untuk perjuangan Kashmir untuk hak menentukan nasib sendiri.
Pada 2019, pemerintah nasionalis Hindu India, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi, membatalkan Pasal 370 dan 35A konstitusi India, yang memberikan otonomi parsial kepada Kashmir yang diduduki India.
Langkah 2019 –dan undang-undang serta kebijakan selanjutnya– telah memperkuat sentimen anti-India di lembah Kashmir dan menyebabkan gelombang serangan oleh tersangka kelompok perlawanan terhadap komunitas minoritas di kawasan itu, terutama umat Hindu. (haninmazaya/arrahmah.id)