JAKARTA (Arrahmah.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencabut status daftar pencarian orang (DPO) dari Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim, yang terjerat kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pencabutan tersebut dilakukan oleh KPK setelah sebelumnya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus korupsi BLBI.
“Iya karena sudah dihentikan (kasusnya) maka status bukan tersangka lagi,” ujar Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, pada Ahad (4/4/2021).
KPK bakal mengurus pencabutan DPO pada Sjamsul Nursalim dan istrinya ke pihak imigrasi. Karena, kata Ali, ada beberapa urusan administrasi yang harus diselesaikan dalam pencabutan DPO.
“Namun perlu mekanisme adminstratifnya, dan KPK akan lakukan,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (1/4) KPK telah mengeluarkan SP3 atas kasus korupsi BLBI yang menyeret nama Sjamsul Nursalim yang memiliki nama asli Lim Tek Siong alias Lim Tjoen Ho dan istrinya Itjih Sjamsul Nursalim.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan penghentian penyidikan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK. Menurutnya sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.
“Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal UU KPK, yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum,” ungkap Alex saat konferensi pers, pada Kamis (1/4).
Sjamsul Nursalim merupakan satu dari sederet nama yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah dua kali mangkir dari pemanggilan KPK yaitu pada Jumat (28/6/2019) dan Jumat (19/7/2019).
Ketika itu, KPK telah mengirim surat panggilan untuk Sjamsul dan Itjih ke lima alamat di Indonesia dan Singapura namun tak mendapat jawaban.
Sjamsul dan istrinya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN.
Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil pengembangan perkara mantan Kepala BPPN, Syafruddin Temenggung.
Majelis hakim saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun. (rafa/arrahmah.com)