GAZA (Arrahmah.id) – Mantan tahanan Palestina, Ibrahim Al-Sarahneh (57 tahun), menyatakan bahwa ia keluar dari penjara ke dalam realitas yang sangat berbeda dibandingkan dengan yang ia tinggalkan lebih dari dua dekade lalu. Selama ia berada di balik jeruji besi, satu generasi telah lahir dan tumbuh tanpa kehadirannya.
Hal ini ia sampaikan kepada sejumlah jurnalis saat menerima penyambutan di rumahnya di Kamp Dheisheh, Bethlehem, di wilayah selatan Tepi Barat yang diduduki Israel. Kedatangannya disambut oleh kerumunan besar warga dan para pendukung yang menunjukkan solidaritas.
“Perasaan bebas ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, setelah menghabiskan waktu begitu lama di penjara. Kini, saya berhadapan dengan generasi yang dulu masih kecil, tetapi sekarang telah dewasa. Saya bahkan tidak mengenali mereka semua,” ujar Al-Sarahneh.

Ia menambahkan, “Kami meninggalkan mereka dalam keadaan kecil, dan kini kami dibebaskan saat mereka telah dewasa. Semua orang tahu bagaimana rasanya seorang ayah harus jauh dari anak-anaknya.”
Kehidupan di Penjara yang Semakin Sulit
Dalam kesempatan itu, Al-Sarahneh juga berbicara tentang kondisi penahanannya yang sangat berat, terutama setelah 7 Oktober 2023. Dikutip dari Anadolu Agency, ia menegaskan bahwa “22 tahun pertama dalam penjara adalah satu hal, tetapi setelah 7 Oktober, semuanya berubah drastis,” mengacu pada semakin kerasnya perlakuan terhadap para tahanan di dalam penjara Israel, terutama setelah agresi brutal Israel terhadap Gaza.
Sambutan yang Hangat
Meskipun telah melalui masa-masa sulit, Al-Sarahneh merasa lega dengan sambutan meriah yang diterimanya.
“Perasaan saat disambut sangat indah. Semua orang berdiri bersama, mereka memperlakukan kami seperti keluarga, dan siap melakukan apa pun yang diperlukan,” katanya.
Baginya, hal yang paling membahagiakan adalah menemukan keluarganya dalam keadaan sehat dan selamat.
Hukuman Seumur Hidup dan Keluarga Pejuang
Ibrahim Al-Sarahneh ditangkap pada tahun 2002 dan dijatuhi hukuman 6 kali penjara seumur hidup serta tambahan 45 tahun penjara. Ia menjalani 23 tahun dari hukumannya sebelum akhirnya dibebaskan.
Al-Sarahneh memiliki dua istri, yaitu Mirvat, yang merupakan ibu dari lima anaknya, dan Irina, seorang wanita berkewarganegaraan Ukraina yang merupakan ibu dari dua anaknya.
Bahkan, Irina juga mengalami penahanan oleh Israel saat suaminya ditangkap. Ia dibebaskan pada tahun 2011 dalam pertukaran tahanan “Wafa al-Ahrar” setelah menjalani 9 tahun dari hukuman 20 tahunnya.
Selain Ibrahim, dua saudaranya, Khalil dan Musa, juga dibebaskan pada hari Sabtu. Keduanya sebelumnya menjalani hukuman seumur hidup, tetapi setelah pembebasannya, Khalil dideportasi ke luar negeri.
Bagian dari Kesepakatan Pertukaran Tahanan
Dilansir dari Anadolu Agency, Ibrahim Al-Sarahneh dibebaskan sebagai bagian dari gelombang keenam pembebasan tahanan, yang mencakup 369 tahanan, termasuk 333 tahanan dari Gaza yang ditangkap setelah 7 Oktober 2023, serta 36 tahanan dengan hukuman seumur hidup.
Kesepakatan pertukaran tahanan “Thufan Al-Ahrar” (Badai Kebebasan) tahap pertama ini secara keseluruhan akan membebaskan 1.737 tahanan Palestina dalam kurun 6 minggu, dengan pembebasan dilakukan dalam beberapa tahap setiap minggunya.
Pada 19 Januari 2025, sebuah perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan mulai berlaku. Kesepakatan ini terdiri dari tiga tahap, masing-masing berlangsung selama 42 hari, dengan negosiasi di setiap tahap untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Perjanjian ini dimediasi oleh Qatar dan Mesir, serta didukung oleh Amerika Serikat.
Dengan dukungan AS, Israel telah melakukan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga 19 Januari 2025, yang mengakibatkan sekitar 160.000 warga Palestina gugur atau terluka, mayoritas dari mereka adalah anak-anak dan perempuan, serta lebih dari 14.000 orang dinyatakan hilang.
(Samirmusa/arrahmah.id)