TEPI BARAT (Arrahmah.id) – Militer “Israel” telah meminta maaf atas pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, setelah satu tahun menyangkal bertanggung jawab atas penembakan tersebut.
Shireen Abu Akleh, koresponden yang telah meliput di Tepi Barat untuk Al Jazeera selama dua dekade, ditembak di bagian belakang kepala saat meliput serangan militer “Israel” di kota Jenin, Tepi Barat, pada Mei lalu.
Pasukan pendudukan pada awalnya bersikeras bahwa ia hanya terjebak dalam baku tembak dan ditembak oleh pejuang perlawanan Palestina, namun “Israel” kemudian mengakui setelah penyelidikan bahwa Abu Akleh kemungkinan besar dibunuh oleh anggota militernya, namun mengklaim bahwa itu tidak disengaja.
Sekarang, dalam sebuah wawancara dengan CNN dan pembawa berita Eleni Giokos pada Kamis, kepala juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, telah mengeluarkan permintaan maaf atas pembunuhan wartawan tersebut. “Saya pikir ini adalah kesempatan bagi saya untuk mengatakan di sini bahwa kami sangat berduka atas kematian Shireen Abu Akleh,” katanya, lansir MEMO (13/5/2023).
“Dia adalah seorang jurnalis, jurnalis yang sangat mapan. Di ‘Israel’, kami menghargai demokrasi kami dan dalam demokrasi kami melihat nilai yang tinggi dalam jurnalisme dan pers yang bebas,” kata Hagari. “Kami ingin para jurnalis merasa aman di ‘Israel’, terutama di masa perang, bahkan jika mereka mengkritik kami.”
Permintaan maaf itu muncul hanya beberapa hari setelah pengawas pers, Committee to Protect Journalists (CPJ), menerbitkan sebuah laporan pada peringatan satu tahun pembunuhan Abu Akleh, yang mengungkapkan bahwa militer “Israel” telah membunuh 20 jurnalis sejak 2001 dan tidak bertanggung jawab atas insiden-insiden tersebut.
Terlepas dari pengakuan Tel Aviv atas perannya dalam pembunuhan Abu Akleh dan permintaan maafnya, hanya ada sedikit harapan untuk penangkapan dan penuntutan terhadap para tentara yang bertanggung jawab atas penembakan tersebut, dengan militer “Israel” yang terkenal memiliki kekebalan hukum.
Seperti yang dikatakan oleh Naftali Bennett -perdana menteri “Israel” pada saat pembunuhan itu terjadi- pekan lalu, tentara “Israel” tidak boleh dituntut ketika warga sipil tidak dibunuh dengan sengaja. “Jika ada pertempuran yang terjadi dan ada kerusakan tambahan yang tidak disengaja, maka tidak. Jika tidak, yang akan Anda lakukan adalah membelenggu semua tangan para pejuang”. (haninmazaya/arrahmah.id)