JAKARTA (Arrahmah.com) – Setahun pasca kematian Siyono, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Dahnil A Simanjuntak, melontarkan kritikannya atas kinerja Detasemen Khusus 88 (Densus 88) selama ini.
“Ternyata tepat tanggal 8 Maret ini, Siyono meninggal di tangan Densus 88, yang awalnya disebut melawan, fakta autopsi justru penyiksaan,” ujar Dahnil melalui akun media sosialnya di Twitter, Rabu (08/03/2017), sebagaimana dilansir Hidayatullah.
Dahnil mengungkapkan, istri Siyono, Suratmi, yang ia sebut sebagai “perempuan berintegritas tinggi “, telah mengetahui apa penyebab kematian suaminya. Namun Suratmi tak kunjung memperoleh keadilan.
“Upaya pengungkapan fakta oleh @pppemudamuh melalui autopsi setidaknya merobohkan tafsir kebenaran tunggal Densus 88. Tanpa proses hukum,” tulis Dahnil di akun Twitternya, @Dahnilanzar, seraya menandai akun PP Pemuda Muhammadiyah.
Menurut Dahnil, selama ini publik tidak bisa berbuat apa-apa ketika Densus 88 menembak atau membunuh seseorang dan menyebut itu pasti teroris.
“Selesai. Tanpa proses hukum,” tandasnya.
Kelompok agama, lanjut Dahnil, takut membela hak hidup mereka (korban Densus 88. Red) karena takut dituduh pembela teroris, @pppemudamuh justru banyak ngajak Kontras, LBH, ICW, dan lain-lain.
“Anda bayangkan di republik ini ada satu alat negara yang bisa membunuh tanpa kita tahu dia (yang dibunuh. Red) benar penjahat atau bukan. Teroris atau bukan,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Siyono, warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, tewas usai dibawa aparat Densus 88, Selasa (08/03/2016).
Warga Muhammadiyah Klaten ini awalnya sehat tanpa sakit tanpa luka. Korban dijemput Densus 88 setelah shalat maghrib di masjid dekat rumahnya. Siyono kemudian telah dinyatakan tewas oleh kepolisian saat pemeriksaan pada Jum’at (11/03/2016). *)