REMBANG (Arrahmah.com) – Umat Islam Indonesia kehilangan seorang Kiai sepuh yang tegas terhadap Syiah, yakni KH Abdul Hamid Baidlowi, salah satu kiai sepuh Nahdlatul Ulama (NU), pengasuh Pondok Pesantren Al-Wahdah, Lasem, Rembang, meninggal dunia, Ahad (15/6/2014) jam 15.00 WIB.
Mbah Mik, sapaan beliau, wafat di Rumah Sakit Keluarga Sehat (KSH) Pati, setelah dirawat dua hari karena penurunan kadar gula.
“Abah memang punya riwayat sakit gula. Saya atas nama keluarga mohon dimaafkan apabila semasa hidupnya beliau ada salah,” ucap Gus Arif Romadlon, salah satu keponakan KH Abdul Hamid Baidlowi, dikutip dari suara merdeka.com.
Jenazah tiba di rumah duka pukul 18.30 dan langsung disambut ratusan santri dan masyarakat yang datang bertakziah. Sebagian besar masyarakat Lasem merasa sangat berduka dan kehilangan sosok KH Abdul Hamid Baidlowi.
“Hari ini warga Nahdliyin kehilangan lagi kiai sepuhnya. Beliau itu jimatnya NU,” kata KH Fathurrohman asal Jatim yang sudah datang di rumah duka.
Ratusan peziarah berdatangan ke rumah duka. Turut hadir KH Baqoh Arifin (Magelang), KH Muad Tohir (Kajen/Pati), KH Fathurrohman (Jatim), KH Najih Maimun (Sarang), KH Hamid Mabrur (Rembang), dan KH Yahya Staquf (Rembang).
KH Abdul Hamid Baidlowi tampak turut hadir pada acara Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah di Bandung, Ahad (20/4/2014) lalu. Pada kesempatan ceramahnya saat itu, beliau mengusulkan poros Bandung untuk gerakan nasional anti Syiah di Indonesia. Kehadiran beliau cukup pada acara itu menyita perhatian keluarga besar ahlu sunnah wal jamaah. Siapakah sebenarnya sosok KH. Abdul Hamid Baidlowi yang tegas menyatakan sikapnya terhadap aliran sesat Syiah ini?
Bagi masyarakat Rembang, nama KH Abdul Hamid Baidlowi sudah tidak asing lagi. Banyak warga yang mengenal namanya karena dia merupakan putra ulama besar asal Lasem, KH Baidlowi (almarhum) yang semasa hidupnya pernah menjadi Rais Akbar Tariqah Se-Indonesia.
Selain itu, ayah KH Abdul Hamid Baidlowi merupakan pencetus waliyul amri ad dharuri bisyaukah, gelar yang diberikan kepada Bung Karno, presiden pertama RI. Bahkan kiai itu masuk dalam catatan sejarah, karena ikut andil dalam mendirikan NU.
Namun, ketenaran KH Hamid Baidlowi bukan hanya karena pengaruh kebesaran nama orang tuanya. Yang jelas, kiai itu sejak kecil suka bergaul, baik di dalam masyarakat maupun organisasi, terutama yang berkaitan dengan pengembangan Islam.
Apalagi setelah dewasa, namanya makin dikenal oleh masyarakat luas karena kiprahnya dalam dunia politik, terutama saat NU masih menjadi partai politik.
Pada zaman Orde Baru, nama KH Hamid Baidlowi juga sering muncul di koran-koran, baik koran daerah maupun nasional. Sebab, pada saat itu dia terang-terangan masuk jajaran pengurus PBNU pimpinan Abu Hasan yang merupakan tandingan PBNU pimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Sebab kiprahnya dalam dunia politik, kediaman pengasuh Pondok Pesantren Al Wahdah itu sering dikunjungi pejabat tingkat nasional. Sebut Sudharmono (saat menjabat wapres/Ketua Umum DPP Golkar), H Harmoko saat menjabat Menteri Penerangan, bahkan Akbar Tanjung dan Munawir Sjadzali.
KH Abdul Hamid Baidlowi juga menyampaikan makalah ilmiah pada acara pertemuan ulama dan habib di Pondok Pesantren Ath-Thohiriyyah Jakarta pada 14 Rajab 1416 H/ 7 Desember 1995 M yang berjudul “Kritik Terhadap Gus Dur dan Said Aqil.Makalah lainya berjudul” Menyiasati Bahaya Syiah di Kalangan Nahdlatul Ulama di penghujung Abad Ini.
Makalah itu disampaikan pada acara sarasehan IPNU-IPPNU cabang Jombang pada 1 Safar 1417 H/ 17 Juni 1996 M. Makalah tersebut hadir di saat umat Islam mulai resah atas bahaya pemikiran Gus-Dur, dan membongkar kerancauan ideologi Syiah Rafidhoh yang dipasarkan lewat pemikiran Said Aqil Siradj.
Saat ini, Abdul Hamid Baidlowi telah wafat, dan akan dimakamkan Senin (16/6/2014) di kompleks Masjid Jami Lasem pukul 10.00. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un, Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu. (azm/arrahmah.com)