Oleh: Irfan S Awwas
(Arrahmah.com) – “Begitulah ketetapan Kami bagi orang-orang yang berbuat zalim. Orang-orang zalim itu saling tolong menolong dalam berbuat dosa”. (Qs. Al An’am , 6:129)
Di Indonesia para zalimin saling melindungi untuk menutupi kejahatannya. Lihatlah, Umat Islam menuntut supaya Ahok si penista Alqur’an ditangkap. Presiden Jokowi yang sibuk cari dukungan menemui ulama, pimpinan ormas, TNI dll. Bahkan sekarang amnesty internasional ikut campur urusan dalam negeri Indonesia, dengan meminta pihak kepolisian menghentikan penyidikan kasus penistaan yang dilakukan Ahok.
Setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka, rakyat menunggu profesionalitas polisi. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Kapolri jend. Tito Karnavian mengancam, “setelah penetapan Ahok sebagai tersangka, jika ada aksi demo lagi berarti inkonstitusional” katanya. Kapolri secerdas Tito Karnavian, untuk melindungi seorang penista Alqur’an saja dia berani menihilkan hak konstitusional rakyat.
Seharusnya, setelah dinyatakan tersangka Ahok ditangkap. Dahlan Iskan baru dijadikan tersangka korupsi langsung ditahan. Begitupun Fadhilah Supardi, dijadikan tersangka suap alat kesehatan langsung ditangkap. Padahal keduanya mantan menteri negara. Mengapa Ahok masih bebas berkeliaran padahal sudah jadi tersangka penista Alqur’an?
Tragisnya, dengan alasan UU, KPU tetap mengijinkan Ahok mencalonkan diri sebagai cagub. Di tengah masyarakat mayoritas beragama Islam, seorang penista Alqur”an dibenarkan menjadi gubernur? Luar biasa pelecehan negara terhadap Islam, dan luar biasa KPU meremehkan umat Islam.
Jika demikianlah kenyataannya, “Maka serahkanlah kepada-Ku urusan orang-orang yang mendustakan Alqur’an. Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dari arah yang tidak mereka ketahui.” (Qs. Alqalam, 68:44)
(*/arrahmah.com)