YERUSALEM (Arrahmah.id) – Universitas Ibrani Yerusalem telah memberhentikan seorang profesor terkemuka Palestina menyusul pernyataannya yang menyerukan penghapusan Zionisme. Profesor Hukum Nadera Shalhoub-Kevorkian menyampaikan komentarnya dalam sebuah wawancara dengan Channel 12 Israel.
“Zionisme tidak bisa dilanjutkan, itu kriminal,” kata Shalhoub-Kevorkian. “Hanya dengan menghapuskan Zionisme kita dapat melanjutkan [dan membuat kemajuan].”
Mengacu pada tuduhan “Israel” atas kejahatan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober, dia menambahkan: “Mereka akan menggunakan kebohongan apa pun. Dimulai dengan bayi, dilanjutkan dengan pemerkosaan, dan akan dilanjutkan dengan sejuta kebohongan lainnya. Kami berhenti mempercayai mereka. Saya berharap dunia berhenti mempercayai mereka.”
Shalhoub-Kevorkian menandatangani surat pada Oktober bersama lebih dari 1.000 akademisi di seluruh dunia, menuduh “Israel” melakukan genosida di Gaza dan menyerukan diakhirinya apartheid dan pendudukan “Israel” di Palestina.
Universitas Ibrani mengumumkan pada Selasa (12/3/2024) bahwa mereka telah secara resmi menyurati akademisi tersebut, dan menyatakan kecaman keras atas dukungannya terhadap petisi yang mengecam tindakan “Israel” di Gaza sebagai genosida dan melabelinya sebagai kekuatan pendudukan sejak 1948.
Universitas tersebut merekomendasikan pengunduran dirinya, namun, menurut laporan tersebut, dalam pernyataannya, ia terus melontarkan “komentar yang memecah-belah” yang, menurut pihak universitas, membawa “rasa malu bagi institusi kami yang terhormat baik secara nasional maupun internasional.”
Universitas tersebut menggambarkan dirinya sebagai “institusi Israel, publik dan Zionis yang bangga” dalam kecaman keras atas pernyataan Shalhoub-Kevorkian yang “mengejutkan dan keterlaluan”. “Untuk memastikan lingkungan yang aman dan kondusif bagi mahasiswa kami di kampus, universitas telah memutuskan untuk memberhentikan Prof. Shalhoub-Kevorkian dari kegiatan mengajar, yang berlaku segera.”
Sebagai tanggapan, Shalhoub-Kevorkian mengatakan bahwa surat dari universitas tersebut “memicu kampanye hasutan yang mencakup ancaman berbahaya dan belum pernah terjadi sebelumnya” terhadap dirinya dan keluarganya.
Haaretz melaporkan bahwa Shalhoub-Kevorkian telah mengajar beberapa kelas selama tahun ajaran berjalan di Fakultas Humaniora dan Departemen Pekerjaan Sosial. (zarahamala/arrahmah.id)