(Arrahmah.com) – Abu Bashir As-Syami memutuskan untuk menulis kesaksiannya tentang fitnah yang terjadi di bumi Jihad Syam karena merasa memiliki tanggung jawab atas darah yang terus mengalir di negeri kaum Muslimin itu dengan harapan bahwa catatan ini dapat menambah nilai positif bagi perjalanan jihad Islam.
Kesaksian ini menyoroti kinerja “Daulah Islam”, atau kelompok Islamic State (IS) yang sebelumnya dikenal sebagai ISIS. Ia menyampaikan kesaksian ini berdasarkan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri dan berdasarkan apa yang ia dengarkan dari para saksi dari dua pihak yang terlibat, supaya jihad Islam tidak terjerumus ke dalam kesalahan-kesalahan pengalaman jihad sebelumnya.
Ia menyatakan bahwa dirinya menulis catatan ini dengan adil dan netral. Ia meminta kesepakatan dari para pembaca untuk tidak merasa terkesan dengan keterbukaannya dalam menjabarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dan kesaksian dari para saksi. Ia berusaha menuliskan semua, baik yang menguatkan argumen Daulah maupun yang melemahkannya.
Ia juga menyatakan telah berusaha sekuat tenaga untuk berkomunikasi dengan para saksi mata serta para komandan yang jumlahnya sudah tak terhitung, khususnya komandan dari pihak Daulah, agar ia dapat mempercayai kesaksian mereka. Kesaksian sejarah ini juga berbeda dari yang biasanya, jika biasanya para saksi menulis kesaksian mereka pasca peristiwa, maka ia menuliskannya di sela-sela berlangsungnya peristiwa itu.
Setelah lama menahan diri dan akhirnya muncul desakan dari puluhan ikhwah serta setelah melakukan istikharah dan musyawarah untuk mengungkapkan kesaksiannya, berikut lanjutan terjemahan serial kesaksian Abu Bashir As-Syami bagian kedua yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Kamis (12/2/2015).
بسم الله الرحمن الرحيم
BAGIAN DUA
Penjelasan:
PERTAMA
Pada bagian pertama (Muqadimah) saya menggunakan kata-kata yang menunjukkan bahwa Daulah memisahkan diri dari Jabhah Nushrah. Tampaknya saya tidak setuju untuk menggunakan kata-kata yang mengungkapkan maksud saya itu, karenanya saya menggunakan pilihan kata lain yang menunjukkan akan perpisahan Daulah dan Jabhah Nushrah, bukan perpisahan dari Jabhah Nushrah. Sebenarnya poin ini tidak terlintas dipikiranku ketika saya menulis bagian muqaddimah. Bagi saya tidak penting untuk menulis di catatan ini mengenai siapa yang memisahkan diri dari siapa, dan mengenai siapa yang benar dan siapa yang salah dalam perpisahan ini. Kami akan bersikap netral dalam memilih kata-kata demi mencegah kebingungan dan menghindari perselisihan. Semoga Allah memberikan balasan yang baik kepada orang-orang yang bersedia memberikan nasehat.
KEDUA
Saya juga menggunakan susunan bahasa lain, misalnya: “Daulah telah menerima peninggalan yang berlimpah dari Jabhah Nushrah”. Kata-kata “menerima peninggalan” ini tidak harus difahami bahwa apa yang diterima oleh Daulah bukan merupakan haknya (namun juga bukan berarti sebaliknya). Karena kata “menerima peninggalan” bukan sinonim dari kata “menyerobot” atau “mencuri”, akan tetapi yang dimaksud adalah “menjadi milik fulan”, maksudnya: barang-barang kepemilikan Jabhah Nushrah banyak yang berpindah tangan ke Daulah. Penggunaan kata ini sama seperti firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Sesungguhnya Kami mewarisi bumi[1] dan semua orang-orang yang ada di atasnya..” [Maryam: 40]
Maksudnya adalah semuanya menjadi milik Allah (meskipun sebenarnya ia memang milik Allah), jadi coba perhatikanlah.
Agar pembaca dapat lebih banyak merasakan pengalaman secara langsung, maka saya memandang sah-sah saja jika saya mencantumkan susunan kalimat khas penduduk Aleppo, contohnya:
“Pada malam harinya kami pun tidur, ketika kami bangun pada pagi harinya, kami mendapati segala sesuatu yang ada tulisan Jabhah Nushrah, dicoret dan diganti dengan tulisan Daulah.”
Pada dua tahun pertama revolusi, penduduk Syam tidak kenal dengan yang namanya Daulah, namun ketika terjadi perpecahan (antara Daulah dengan Jabhah Nushrah), istilah Daulah pun mulai muncul, padahal sejak dahulu ia (Jama’ah Daulah) selalu menetap di Irak. Sekali lagi kami menegaskan kami tidak tertarik untuk membahas siapa yang berhak atas peninggalan ini, dan siapa yang memisahkan diri dari siapa, serta hal-hal lainnya.
KETIGA
Mengutarakan pendapat mengenai suatu peristiwa merupakan hak seorang penulis. Dan sama halnya dengan pembaca yang mulia, saya pun memiliki pendapat dan saya berhak untuk mengutarakannya. Sedangkan hak anda yang menjadi kewajiban saya adalah, saya harus menyampaikan apa yang saya lihat dan saya dengar dengan tetap bersikap amanah. Dan pendapat yang akan saya utarakan mengenai suatu peristiwa seharusnya tidak menjadi ancaman bagi diri saya dan cemoohan terhadap kesaksian saya. Penulis ada di pihak yang netral secara mutlak dan tidak memusuhi baik itu Daulah maupun pihak lain yang terlibat di dalam konflik. Penilaian saya terhadap apa yang saya lihat tidak akan mempengaruhi integritas kisah saya. Terkadang saya mengungkapkan sesuatu yang membela Daulah, sampai-sampai sebagian orang mengatakan bahwa saya adalah pendukung Daulah yang ‘ber-taqiyyah’. Namun terkadang saya juga menuturkan sesuatu yang menentang Daulah, sampai-sampai sebagian pendukung Daulah menjuluki saya dengan ‘ular yang penuh retorika.’
Adapun jika ada yang meminta agar kami menceritakan apa yang kami saksikan saja, tanpa mengutarakan pendapat atau komentar terhadapnya, maka hal ini sama seperti ketika seorang hakim meminta keterangan kepada saksi di persidangan, atau seperti kantor berita yang dituntut untuk menyiarkan berita. Tapi posisi saya di sini adalah layaknya posisi Abu Mushab As-Suri di dalam kesaksiannya seputar pengalaman jihad Aljazair, dan Zelimkhan Yandarbiyev di dalam kesaksiannya seputar pengalaman jihad Chechnya, dan Alija Izetbegović di dalam kesaksiannya seputar pengalaman jihadnya di Bosnia, dan selain mereka. Semuanya menuturkan ceritanya masing-masing. Saya akan memberi tanda yang memisahkan antara pendapat pribadi saya dengan sejarah.
Sebelum mulai mengulas cerita, kami ingin menenangkan pembaca dengan memberitahukan 3 hal berikut ini:
SATU
Saya tidak akan memprovokasi dirimu dengan menuturkan detail peristiwa fitnah.
Kami tidak akan menuturkan detail-detail konflik pada setiap peristiwa sehingga pembaca menjadi tidak betah. Ketika terjadi fitnah, berbagai macam peristiwa akan tercampur aduk, dan terjadi saling membunuh antara dua kubu yang bertikai. Oleh karenanya kami akan mengambil satu adegan saja dari setiap peristiwa yang terjadi, yaitu momen pertama saat sebuah peristiwa terpicu. Kami hanya akan fokus pada bagaimana suatu kejadian bermula. Kita akan mempelajari dari dekat mengenai kesalahan berulang kali yang dilakukan oleh Daulah, yang mana itu menjadi sebab tersulutnya sumbu fitnah pada setiap peristiwa yang terjadi. Bahkan walaupun yang menjadi korban tewas pertama adalah dari pihak Daulah.
DUA
Kami menjamin kebenaran informasi yang engkau baca, karena apa yang kami tulis adalah berdasarkan kesaksian faksi yang terlibat dalam peristiwa itu sendiri.
Di antara banyak hal yang mengganggu dan menghilangkan ketenangan pembaca adalah kebenaran isi suatu tulisan. Saya mempunyai prinsip-prinsip menulis yang dapat menenangkan pembaca, dan saya tidak akan mengutip kesaksian terhadap sebuah peristiwa yang dibahas di dalam seri ini dari kelompok yang membantah pihak lawannya. Akan tetapi saya akan memegang perkataan (pembelaan) masing-masing kubu dan bukan dari lawannya, karena ada sebuah kaedah yang mengatakan;
‘Pengakuan itu adalah bukti yang paling utama.’ Pembaca akan terkejut dengan adanya penuturan yang memberatkan Daulah dari seorang anggota Daulah sendiri, dan perkataannya dapat difahami dengan jelas.
TIGA
Tiga peristiwa yang akan kami ceritakan pada permulaan bagian ini dapat kalian sebut sebagai peristiwa permulaan, atau peristiwa sebelum terjadinya fitnah. Jadi janganlah engkau percaya sama sekali ketika ada yang mempermasalahkan nama Daulah di masa itu, karena di masa itu Daulah masih disambut dan dihormati, namun belakangan kebanyakan orang yang dibunuh dan dikafirkan oleh Daulah adalah orang-orang yang pernah menyambut kedatangan para anggota Daulah, dan bahkan mereka memberikan markas dan tempat tinggal secara cuma-cuma kepada Daulah. Demi Allah, saya menyaksikan sendiri bagaimana rakyat Syam menghormati para mujahidin secara umum dan para muhajirin secara khusus dengan penghormatan yang bahkan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, sampai-sampai saya bergumam, “anda saja mereka memperlakukan sebagian dari mereka sebagaimana mereka memperlakukan kami.”
SUDUT PANDANG KRITIS TERHADAP KASUS PEMBUNUHAN ABU UBAIDAH AL-BINSYI
Kasus ini adalah kasus pertama yang mengawali gesekan Daulah dengan faksi-faksi lain. Bagi kami sangat mudah untuk mengungkap kasus ini, karena sebagian besar detail peristiwanya bersumber dari Daulah sendiri dan pihak korban, sehingga pembaca dapat merasa tenang (karena duduk persoalannya sudah jelas). Saya akan menukil cuplikan pernyataan Daulah sendiri yang ditulis oleh seorang qadhi yang ditugaskan oleh Daulah untuk meninjau kasus ini:
“Menurut kesaksian dari para terdakwa, bahwa kesalahan yang menjadi dasar dijatuhkannya hukuman tembak mati terhadap Abu Ubaidah adalah karena ia didapati sedang berkumpul dengan para anggota badan kemanusiaan yang bukan berkewarganegaraan Suriah, tepatnya dari Asia Timur. Menurut laporan yang sampai kepada Kesatuan Keamanan (Daulah), kelompok tersebut beranggotakan orang-orang asal Asia Timur, yang mereka lakukan adalah mengadakan ekspedisi d wilayah-wilayah Suriah serta didampingi oleh orang-orang Suriah. Dan sebelum (Kesatuan Keamanan Daulah) memulai operasi penangkapan terhadap tersangka yang ada di dalam kelompok itu, belum ada laporan identifikasi bahwa orang-orang Suriah yang mendampingi mereka adalah anggota Ahrar Syam.
Kemudian berangkat dari laporan yang ada, para anggota Kesatuan Keamanan Daulah pun bergerak sesuai dengan strategi yang telah direncanakan. Mereka membentuk sebuah pos di jalan yang akan dilewati oleh kelompok ‘tersangka’ (korban -pent). Ketika kelompok itu melintasi pos, Kesatuan Keamanan pun menghentikan mereka, lalu meminta mereka untuk menyerahkan identitas serta untuk menyingkir ke area tertentu untuk diperiksa lebih lanjut, lalu Kesatuan Keamanan menanyai apa tujuan mereka datang ke Suriah. Sebenarnya Ahmad Nainal (Abu Ubaidah Al-Binsyi) sudah memberitahukan kepada Kesatuan Keamanan bahwa ia adalah anggota Ahrar Syam, (…) namun para anggota Kesatuan Keamanan tetap menangkap Ahmad Nainal dan orang-orang yang menyertainya. Kemudian mereka dibawa menggunakan mobil dan dikawal oleh dua orang anggota Kesatuan Keamanan. Ketika sedang berada di tengah jalan menuju markas interogasi, terjadi percekcokan antara Abu Ubaidah dengan salah seorang anggota Kesatuan Keamanan yang duduk di sebelah supir, sehingga Abu Ubaidah pun diturunkan dari tempat duduknya dan dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Ternyata Abu Ubaidah berhasil membobol bagasi mobil dari dalam dan mulai berbincang dengan rekannya, yaitu salah satu anggota badan kemanusiaan yang dibawa satu mobil dengannya. Ketika orang yang duduk di sebelah supir tadi melihat hal itu, ia pun marah dan terjadilah pertengkaran fisik lalu kepala Abu Ubaidah dipukul dengan menggunakan gagang pistol hingga darah pun mulai mengucur dari kepalanya. Setelah itu ia pun diturunkan namun ia memberikan perlawanan yang kuat dan berusaha untuk merebut senapan salah seorang anggota Kesatuan. Menyikapi keadaan itu, anggota lain yang melihatnya langsung menembak paha kiri Abu Ubaidah, sehingga ia pun berhenti melawan dan jatuh tersungkur di tanah.”
Penuturan di atas adalah cuplikan pernyataan dari qadhi Daulah sendiri. Saya sengaja menukil penggalan kisah yang detailnya telah disepakati, tanpa membahas detail lain yang dicatat oleh kedua belah pihak, memang benar jika Daulah mengakui bahwa yang terjadi adalah kesalahan anggota mereka dan tampaknya Daulah telah menjalankan protap hukuman (internal) terhadap si pelaku. Namun tindakan ini tidak membuat pihak lawan rela, mereka menuntut Daulah untuk menyerahkan sang pelaku pembunuhan. Semua ini tidak bisa menutupi kebenaran berikut ini:
- Daulah menganggap dirinya berwenang untuk menangkap siapa saja yang menurutnya berstatus sebatas tersangka, jadi yang Daulah tangkap bukan hanya orang yang ia tuduh secara serampangan saja.
- Menurut apa yang telah kita baca, qadhi Daulah mengakui sendiri berdasarkan kesaksian para saksi, bahwa anggota Kesatuan Keamanan yang ada di pos tahu bahwa Abu Ubaidah adalah anggota Ahrar Syam!!! Bagaimana bisa Daulah menangkap anggota faksi jihad lain?? Siapa yang memberimu kewenangan itu?? Apa ada masalah jika seseorang harus membela dirinya, bahkan kalau perlu dengan cara membunuhmu jika engkau mengajaknya untuk pergi ke tempat yang tidak ia ketahui??
- Siapa saja yang menyimak kisah di atas akan tahu bahwa para anggota Kesatuan yang ada di pos terpengaruh dengan obsesi Daulah untuk menghabisi siapa saja yang diduga bekerja kepada intelejen. Daulah sangat sensitif dengan bantuan dari pihak asing serta wajah-wajah asing para anggota badan kemanusiaan, dan saya yakin jika iring-iringan asing itu melewati seribu pos yang bukan pos Daulah, maka mereka tidak akan terintimidasi sedikitpun. Jadi Daulah lah yang menanamkan sensitifitas itu kepada para anggotanya, yang mana di kemudian hari, faktor ini lah yang menyebabkan banyak faksi dikafirkan dengan tuduhan memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir.
- Jika kasus ini terjadi di dalam teritorial Daulah, atau setelah deklarasi khilafah, tentu saya akan memahami persoalannya, karena ia merupakan instansi negara, yang berhak untuk memaksakan pengaruhnya. Akan tetapi kasus ini terjadi pada saat Daulah masih menjadi faksi biasa. Begitu pula dengan kasus-kasus lain yang akan kami sebutkan setelah ini.
Terlepas dari setelah adanya keputusan final mahkamah kolektif, kami menegaskan bahwa hari-hari pun berlalu dan situasinya dalam keadaan terjaga. Karena semua orang mengambil ancang-ancang untuk melawan Daulah dan antar sesama faksi lain saling berkolaborasi, sedangkan masyarakat tetap berinteraksi dengan Daulah secara wajar, situasi ini adalah bukti yang membantah klaim Daulah bahwa ada pihak yang mulai menyerangnya. Daulah sebelumnya hanyalah sebuah kelompok biasa sebagaimana puluhan kelompok lainnya di Suriah, daulah telah ditolerir berkali-kali meskipun besarnya kesalahan-kesalahan mereka. Akan tetapi obsesi (merasa paling berhak berkuasa – red) telah menyelimuti sanubari kelompok baru ini (Daulah).
Berikut ini adalah pernyataan sikap Daulah terhadap kasus ini: http://www.dawaalhaq.com/?p=8114 dan berikut ini adalah pernyataan sikap Ahrar Syam terhadap kasus ini: http://ahraralsham.net/?p=2941
PEMBUNUHAN MUHAMMAD FARIS YANG DILAKUKAN OLEH SEJUMLAH ANGGOTA DAULAH
Selang beberapa hari dari peristiwa pembunuhan Abu Ubaidah, terjadi lagi peristiwa pembunuhan yang menimpa saudara Muhammad Faris Rahimahullah. Untuk kedua kalinya sejumlah anggota Daulah membunuh seorang anggota Ahrar Syam. Saat itu saya sedang berada di Kota Aleppo, tepat berada di sebelah rumah sakit yang menjadi tempat kejadian perkara.
Dan sekali lagi saya berhadapan dengan kasus yang mudah diungkap, tidak ada proses berbelit-belit dan antara faksi yang menyerang dengan faksi yang diserang tidak ada perbedaan pendapat dalam detail pristiwa, kasus ini didokumentasikan dalam sebuah video yang terkenal:
Saat itu Muhammad Faris Rahimahullah sedang dalam kondisi terluka dan terbaring koma di rumah sakit. Para anggota Daulah mendapatkan info yang salah bahwa orang yang terluka itu adalah seorang musuh syiah, maka mereka pun menyembelih dan memotong kepalanya lalu menyampaikan ceramah sambil memegang kepalanya di salah satu jalanan Kota Aleppo, namun kemudian mereka mendapatkan keterangan bahwa yang mereka bunuh itu adalah seorang prajurit pilihan Ahrar Syam.
Begitulah ceritanya singkatnya, tidak perlu ada perincian, karena kasus ini jelas dan disepakati kronologi kejadiannya oleh pihak Daulah, pihak Ahrar Syam dan pihak saksi. Saya akan melewatkan detail-detail cerita yang tidak ada saksinya.
Nah, yang menjadi perhatian saya adalah:
- Katakanlah Muhammad Faris Rahimahullah adalah seorang syiah, lalu siapa yang memberimu wewenang untuk menyembelih seseorang yang terluka tanpa seizin pihak rumah sakit? Bagaimana bisa engkau menyembelihnya berdasarkan info yang sangat terbatas dan tanpa meminta keterangan kepada rumah sakit agar menjelaskan data diri si pasien? Padahal jika engkau memintanya, pihak rumah sakit akan dengan mudah menjelaskan siapa sebenarnya si pasien ini?
- (Katakanlah Muhammad Faris adalah seorang musuh yang ditawan) mengapa engkau tidak bertanya kepada faksi yang menawannya untuk meminta izin menyembelih tawanan tersebut?
Sedangkan dari sisi lain, rasanya tidak adil jika kita mengatakan bahwa pihak yang bertanggung jawab dalam pembunuhan Muhammad Faris dan Abu Ubaidah bukanlah Daulah, akan tetapi hanya oknum Daulah. Memang benar akhirnya Daulah kembali meminta maaf atas kesalahan fatal ini, (dan katanya) sudah menghukum orang-orang yang bersalah itu, akan tetapi saya ingin membahas hal lain di sini:
Saya ingin berbicara tentang motif psikologi dan pondasi syariat yang dibangun oleh Daulah terhadap para anggotanya serta struktur pikiran yang cenderung ofensif yang akan engkau temukan pada peristiwa Maskanah dan peristiwa lainnya.
Proses doktrin pemikiran serta kewaspadaan berlebih terhadap shahawat, pihak-pihak yang pro terhadap barat serta lembaga-lembaga asing – yang tidak kami pungkiri bahwa sebagiannya memang mengemban misi yang jahat – , adalah faktor pendorong pribadi yang akhirnya menjadi prinsip (manhaj), untuk lebih lanjutnya akan kami jelaskan nanti.
Yang mengejutkan, faksi-faksi lain termasuk Ahrar Syam tidak mengambil sikap frontal terhadap Daulah. Meskipun setelah terjadi peristiwa ini, pasukan Daulah tetap tinggal di pos-pos dan markas-markas mereka dengan aman, bahkan jauh setelah dua peristiwa pembunuhan itu terjadi.
Demi meluruskan sejarah dan membangun kesadaran, maka kami katakan (kami tidak bermaksud untuk membenarkan tindakan Daulah dan meremehkan urusan darah): tidak ada jihad yang luput dari kesalahan, tidak ada jihad yang aman, tidak ada jihad yang penuh dengan bunga-bunga, atau jihad yang menjamin keselamatan dirimu, karena ketika engkau mulai melontarkan manjaniq maka kemungkinannya adalah engkau mengenai sasaran yang benar atau salah sasaran. Dan ternyata kesalahan di sini mungkin menyebabkan terjadinya pertumpahan darah dan hilangnya nyawa orang yang tidak bersalah, akan tetapi cobalah untuk memperhatikan baik-baik apa yang engkau tanamkan ke dalam benak anggotamu, dan berhati-hatilah ketika engkau menentukan bagi mereka siapa musuh dan siapa teman mereka (karenanya, pada pembahasan yang akan datang kita terpaksa membahas topik al wala’ wal bara’ yang disalah fahami oleh Daulah)
PERISTIWA KOTA MASKANAH: SEBUAH PERSPEKTIF BARU
Saat peristiwa ini terjadi, revolusi masih berjalan normal:
- Semua pihak masih disibukkan dengan peperangan melawan rezim di berbagai front pertempuran.
- Daulah masih merupakan faksi biasa di antara berbagai macam faksi yang ada, akan tetapi sebagian faksi mulai berhati-hati dari ancaman bahayanya.
- Saat itu ada kekosongan kekuasaan, tidak ada yang menjalankan pemerintahan setempat, tidak ada lembaga dan tidak ada pemimpin.
Saat itu kebanyakan ikhwah senior mengambil sikap waspada terhadap pihak faksi yang mencoba untuk melakukan kudeta, mereka akan menilai faksi tersebut sebagai kubu lain yang memusuhi mereka, kalian akan mendengarkan kalimat semacam ini:
“Siapa engkau sehingga engkau merasa berhak melakukan ini?”, “siapa yang memberimu hak untuk menangkap dan hak untuk mengadili?”. Karenanya faksi-faksi yang ada sangat berambisi untuk menopang dan memperkuat mahkamah syariat, dengan mengerahkan masyarakat. Saat itu kondisinya baik-baik saja, namun sekali lagi Daulah bersikeras untuk bertindak yang tidak selaras, kali ini ulahnya terjadi di sebuah kota kecil yang bernama Maskanah.
Seperti biasa, di dalam catatan ini kami tidak akan menilai dari siapa yang menumpahkan darah pertama kali, akan tetapi kami akan menilai dari penyebab terjadinya kobaran api. Biasanya pembunuhan itu bukanlah pemicu yang menimbulkan peristiwa lain, akan tetapi pembunuhan itu adalah akibat dari suatu hal yang ada sebelumnya.
Mencari hal semacam ini dalam proses investigasi merupakan tantangan yang paling sulit, dan seperti yang telah kita sepakati, kita akan menggunakan cara termudah dan tersingkat (yaitu kesaksian dari si pelaku sendiri). Saya akan menukil sebuah tulisan yang merupakan kesaksian Daulah yang paling penting terhadap peristiwa ini, yaitu sebuah kesaksian yang disebarluaskan secara besar-besaran dan dituturkan langsung oleh seorang komandan Daulah yang bernama Abu Dujanah Al-Kuwaiti, dia adalah saksi yang menyaksikan langsung jalannya peristiwa ini, dan kesaksiannya ini mewakili pendapat Daulah terhadap peristiwa Maskanah.
Abu Dujanah berkata:
“Saya ingin menjelaskan mengenai apa yang terjadi di Maskanah, pertama-tama sebelum saya mulai bercerita, semua orang harus tahu bagaimana tindakan kriminal, konflik yang bodoh dan fanatisme yang tercela ini bisa terjadi. Ketika operasi pembebasan Kota Maskanah sedang berlangsung, para ikhwah mujahidin yang berhasil menaklukkan markas pasukan rezim menemukan daftar nama anggota Komite Rakyat yang berafiliasi terhadap intelejen Assad, semua anggota komite tersebut menerima senjata dan masing-masing regu memiliki satu pemimpin, tugas komite ini adalah bertindak untuk menyerang kelompok-kelompok teroris – menurut anggapan mereka – jika rezim membutuhkannya, artinya komite ini adalah sel tidur yang bekerja untuk rezim Assad.
Saat itu Abu Jabir (penanggung jawab Ahrar Syam untuk kawasan pesisir timur Aleppo – red.) meminta mereka untuk datang dan menyerahkan senjata yang mereka terima dari rezim, sebagai imbalannya mereka akan diberi ampunan massal dan jaminan keamanan. Bahkan kemudian di antara mereka ada yang merima jabatan di Dewan Lokal Maskanah, namun sebagian mereka ada yang memilih untuk kabur.. maka dengan iringan karunia dan anugerah Allah, kami pun mulai mengumpulkan informasi selengkap mungkin mengenai komplotan ini beserta daftar nama-nama yang ada di dalamnya serta mencari tahu keberadaan mereka, ternyata kami mendapati bahwa sebagian nama memang terbukti bermasalah dan ada banyak yang tidak beres di sekeliling mereka, bahkan di antara mereka ada yang terbukti bekerja sama dengan pasukan Nushairiyyah. Maka kami pun mulai menjalankan operasi pembersihan wilayah dari para agen dan mata-mata yang ada. Kami juga melakukan penyitaan properti milik para mafia syabihah serta para pendukung rezim yang ada di luar negeri Syam. Target penyitaan pertama kami adalah properti milik seorang mafia dan agen bernama Ahmad Al-Alukah, ia adalah salah seorang mantan tentara Nushairiyyah dan perantara bagi kesatuan keamanan Suriah. Setelah kami memastikan bahwa orang ini masih aktif sampai sekarang, maka kami pun menyita propertinya, sempat terjadi keributan (dengan pihak Ahrar Syam – red.) saat proses penyitaan berlangsung, tapi yang penting urusan kami dengannya sudah selesai. Kemudian target kedua kami adalah seorang agen dan informan yang bernama Ali Al-Allawi..
Sejak satu setengah tahun yang lalu, Ali Al-Allawi hidup dengan penuh kenikmatan di Maskanah. Maka kami pun memulai operasi dengan melakukan pengintaian terhadapnya, lalu menangkapnya, namun selang sejam pasca penangkapannya dan beritanya mulai tersiar luas serta situasi menjadi heboh, (sejumlah anggota Ahrar Syam – red.) datang menyerang markas Daulah Islamiyyah dengan membawa dua kendaraan pick-up, mereka memblokir jalan dari dua arah dengan dua pick-up tadi, dan pada masing-masing pick-up terdapat sebuah senapan mesin PKC di atasnya, setelah itu ada 2 orang (Abu Rayyan dan Abu Ahmad, [anggota Ahrar Syam – red.]) yang mendekat dan ingin masuk melewati gerbang markas, maka penjaga yang ada di gerbang pun berusaha untuk mencegah keduanya, namun tak disangka-sangka keduanya langsung menodongkan senapan ke muka si penjaga dan berkata persis seperti ini:
“Ali Al-Allawi ingin (kami) datang.”[2] Maka saudara Abu Sulaim pun mendekat dan berkata agar mereka menunggu satu jam lagi sampai amir (kepala markas Daulah di Maskanah – red.) datang, namun mereka berkata:
“Singkirkan tanganmu, jangan sampai aku patahkan wahai badui!” alasan mereka bahwa Ali “adalah buronan mereka”, dan memang benar ketika kami menangkap Ali Al-Allawi, kami menemukan surat panggilan dari Brigade Mushab bin Umair di dalam kantong bajunya, di awal surat itu tertulis “Kepada saudara yang terhormat” Ali Al-Allawi, kami harapkan untuk hadir. Dan surat itu masih ada bersama saya.” Sampai di sini cuplikan penuturan Abu Dujanah.
Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan keterangan tambahan, maka berikut ini adalah teks lengkap dari kesaksian Abu Dujanah Al Kuwaiti: http://goo.gl/yQ5D8j.
Dan yang berikut ini adalah teks kesaksian lengkap dari pihak (Ahrar Syam – red.):http://www.hanein.info/vb/showthread.php?t=342574.
Di dalam dua kesaksian di atas terdapat detail-detail peristiwa yang melibatkan pertumpahan darah, yang paling mencengangkan adalah kronologi pembunuhan Abu Rayyan, nah sekarang ingat baik-baik nama ini, karena kita akan membahasnya lagi di depan.
Dari kesaksian Abu Dujanah, kita bisa menyimpulkan beberapa poin berikut ini:
PERTAMA
Sebelumnya Daulah telah menyita properti milik seseorang yang bernama Ahmad Alukah, tanpa melakukan musyawarah sama sekali, lalu Daulah menangkap Ali Al-Allawi. Memang benar bahwa kedua orang itu sebelumnya (yaitu sebelum pembebasan Kota Maskanah) bekerja demi kepentingan rezim, akan tetapi siapa yang mengatakan bahwa penduduk Maskanah percaya terhadap penilaian kalian? Mengapa penduduk Maskanah harus tunduk kepada pengadilan kalian sedangkan sebelumnya sudah ada mahkamah yang dibentuk sebelum mahkamah kalian? Sebelumnya kalian sudah pernah mencoba di tempat lain dan kalian melakukan kesalahan besar, maka apa yang dapat menjadikan para penduduk percaya bahwa anak-anak mereka tidak akan menjadi korban kalian yang berikutnya, dan seperti biasa, kalian akan berkata:
“Penyebabnya adalah kesalahan pribadi (oknum – red), kami melakukan ijtihad dan kami salah.”
Tadinya saya sempat melihat adanya perbedaan besar dalam menilai besarnya kejahatan (Ali Al-Allawi), kemudian saya bertanya kepada salah satu rekan saya seorang qadhi:
“Apa penilaianmu tentang Ali Al-Allawi ini?” maka ia memberikan jawaban yang detail dan mengagumkan serta mengandung nilai-nilai syar’i:
“Daulah menganggapnya sebagai seorang syabihah, sedangkan kita menganggapnya sebatas anjing menggonggong saja.”
Nb: saya sudah berbicara dengan lebih dari satu orang saksi, mereka menegaskan bahwa sebenarnya belum ada yang bisa membuktikan bahwa orang-orang yang menerima senjata dari rezim sebelum pembebasan Maskanah itu menggunakan senjata mereka untuk melawan para mujahidin pasca pembebasan Maskanah.
KEDUA
Sebelum Daulah menangkap Ali Al-Allawi, Mahkamah Syariat (bentukan Ahrar Syam – red) telah mengirimkan surat kepadanya terlebih dahulu, memintanya untuk menghadap ke markas keamanan untuk menjalani pemeriksaan. Jadi Mahkamah sedang berusaha untuk menghadirkan orang ini, sebagai penguat; Abu Dujanah (saksi dari pihak Daulah – red)sendiri telah menuturkan bahwa sebelumnya Mahmakah sudah melucuti senjata para penjahat itu.
Akan tetapi Daulah melanggar dan mencemooh seluruh upaya Mahkamah Syariat (bentukan Ahrar Syam – red.), lalu dengan santainya menjalankan hukuman dan melakukan intimidasi yang bersifat provokatif. Dan Daulah masih mengira bahwa ia adalah pihak yang dizhalimi dan ia tidak pernah menyerang faksi manapun!!
KETIGA
Faktor penyebab terbesar nomor dua dari peristiwa ini adalah:
Di dalam benaknya saat itu, Daulah mengira bahwa ia adalah lembaga negara, sedangkan semua pihak menilai bahwa Daulah hanyalah sebuah organisasi (tandhim).
Dan Abu Dujanah tidak keberatan untuk menjelaskan hal itu dan tanpa sadar ia sudah mengalungkan tali ke leher Daulah-nya, ia berkata:
“Daulah Islam akan menangkap semua gembong agen dan mata-mata yang bekerja untuk kepentingan rezim kafir Nushairiyyah, yang telah terbukti kemurtadannya berdasarkan bukri yang konkrit.”
Lebih jelasnya begini:
“Kami akan menindak kalian sesuai dengan apa yang kami anggap benar, dan sebaiknya kalian pergi ke neraka sana.”
Siapa yang mengatakan bahwa kami sepakat denganmu mengenai definisi keagenan serta definisi riddah, yang kalian perluas ranahnya sehingga diingkari oleh seluruh Ulama’ umat dan hampir seluruh Ulama mujahid??
Apa kau ingin tertawa? Ok..
Komedi hitam ini mencapai puncaknya ketika engkau menyadari bahwa setelah Daulah menumpahkan begitu banyak darah di dalam fitnah ini (silahkan baca kembali kesaksian Abu Jabir dari Ahrar Syam di link yang sudah kami letakkan di atas), Daulah justru membebaskan Ali Al-Allawi karena ia tidak terbukti melakukan kejahatan!!!
Ini semua adalah pelajaran jihad yang penting mengenai cara menangani dukungan rakyat, saya harap pembelajaran ini bisa memberikan manfaat untuk pengalaman jihad di masa yang akan datang.
Namun setelah menyaksikan semua yang terjadi, para anggota Daulah masih saja merasa tidak tahu dan heran mengapa rakyat geram terhadap mereka. Mereka masih saja mengklaim bahwa mereka tidak memulai permusuhan terhadap siapapun dan mereka lah yang menjadi korban. Baiklah, jadi:
- Ketika engkau menangkap para anggota faksi lain karena kecurigaanmu terhadap para tamu mereka, engkau tetap merasa menjadi korban. (pembunuhan Abu Ubaidah Al-Binsyi)?
- Kemudian ketika engkau menurunkannya dari tempat duduk dan memaksanya untuk masuk ke dalam bagasi mobil sambil menodongnya dengan senjata, bahkan memukul kepalanya menggunakan gagang pistol sehingga darahnya bercucuran, engkau tetap merasa menjadi korban?
- Kemudian engkau menembak pahanya karena ia memberontak, engkau tetap merasa menjadi korban?!!
- Ketika semua orang mulai melupakan kasus tersebut, engkau justru membunuh salah seorang dari mereka (pembunuhan Muhammad Faris) lalu memamerkan kepalanya tanpa memeriksa siapa sebenarnya orang itu, engkau tetap merasa menjadi korban?
- Ketika Mahkamah Syariat sedang lengah, lalu engkau melakukan penangkapan sesuai dengan caramu, engkau tetap merasa menjadi korban?
Dari semua itu, kita dapat dengan mudah menyingkap bahwa Daulah melihat dirinya memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari semua faksi yang ada, ia menilai bahwa manhajnya adalah manhaj yang paling murni. Mungkin pembaca heran mengapa seseorang tidak bisa menahan dirinya terhadap semua kejahatan ini, wajar saja karena dia menilai bahwa kelompoknya adalah yang benar (atau bahkan yang paling benar), jika tidak, lalu mengapa dia memilihnya??
Yang menjadi permasalahan adalah Daulah berinteraksi dengan faksi-faksi gerakan islam lain dengan cara yang tidak syar’i, jadi bukan karena engkau menilai bahwa kelompokmu benar, maka engkau melakukan semua hal-hal yang telah disebutkan di atas.
Namun tunggu dulu..
Apakah penyebab dari semua kelakuan Daulah ini karena Daulah menganggap bahwa ia benar dan yang lain salah?
Jawabannya tidak, persoalannya lebih besar dari sekedar hal ini. Ada rahasia lain di balik semua peristiwa ini, rahasia yang akan kita ungkap seiring berjalannya waktu.
Rahasia di balik semua peristiwa yang lalu adalah bibit penyakit takfiri mulai tumbuh di dalam tubuh Daulah. Sejauh ini sudah ada para petinggi Daulah yang jumlahnya tidak sedikit memandang bahwa faksi-faksi gerakan islam lain telah murtad, mereka menganggap bahwa peperangan melawan mayoritas faksi-faksi oposisi (tak terkecuali faksi Islam) ini bukan lagi tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, akan tetapi ini adalah peperangan yang menentukan siapa yang beriman dan siapa yang kafir.
Setelah ide ini berhasil meraih kemenangan, mulailah digulirkan fase baru, yaitu fase mengkafirkan secara terang-terangan siapa saja yang menentang ekspansi Daulah dengan dakwaan memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir. Daulah sudah melepaskan rasa malunya dalam menjatuhkan vonis kafir, ia sudah memasuki tahapan ‘mengeneralkan vonis kafir’ dan menerbitkan pernyataan vonis kafir secara terang-terangan dan gamblang (contohnya pernyataan vonis kafir terhadap Jabhah Islamiyah). Dan kita akan membahas semua topik ini pada bagian keempat dari seri catatan ini, dengan izin Allah.
[1] Mewarisi bumi Maksudnya: setelah alam semesta ini hancur semuanya, Maka Allah-lah yang kekal
[2] Sebelumnya Ali Allawi sudah bermasalah dengan pihak Ahrar Syam, sehingga Ahrar Syam melayangkan surat panggilan kepadanya agar datang menghadiri persidangan yang akan digelar pada hari tertentu, namun sebelum tiba saatnya persidangan, pihak Daulah menangkapnya terlebih dahulu.
(aliakram/arrahmah.com)